Jumat, 29 Juli 2022

 

Malaikat CCTV

R. Budijanto  :  Editor Senior Jawa Pos

JAWA POS, 24 Juli 2022

 

 

                                                           

PENEMUAN teknologi hampir selalu menimbulkan ketergantungan. Cara hidup yang lebih mudah yang ditawarkan temuan baru bisa membuat orang kurang terampil menjalani hidup, seperti sebelum penemuan teknologi baru itu. Kita tidak bisa membayangkan hidup tanpa handphone, misalnya. Sampai lupa bahwa dalam banyak kurun waktu, manusia pernah hidup tanpa handphone dan baik-baik saja.

 

Teknologi CCTV juga sedikit banyak menimbulkan ketergantungan. Sebelum closed circuit television populer sebagai peranti keamanan, para aparat hukum bisa menguak banyak kasus. Tanpa bantuan rekaman visual sebagai petunjuk, karena memang belum ditemukan atau tak tersedia. Dengan metode ilmiah dan tata cara pemeriksaan yang berkembang saat itu, banyak kasus besar bisa terkuak. Kejahatan rumit tetap bisa ditaklukkan dengan gairah penegakan keadilan.

 

Penggunaan CCTV atau ’’televisi saluran tertutup’’ memang dapat memudahkan dalam memberi petunjuk suatu kejadian. Bahkan bisa mencegah terjadinya pelanggaran atau kejahatan. Pelanggaran lalu lintas sekarang mulai dibuktikan dengan rekaman visual CCTV. Dan, untuk menjerat para pelanggar itu, perangkat yang terdiri atas kamera, DVR (perekam video digital), dan monitor tersebut makin akurat. CCTV juga bisa merekam wajah pengemudi saat malam. Bahkan, teknologi pada CCTV yang dilengkapi inframerah diklaim dapat menembus kaca film mobil yang digelapkan.

 

Pelanggar pada akhirnya sulit mengelak ketika perilaku berkendaranya terekam CCTV. Mau tak mau harus menuruti proses hukum. Tak bisa mereka berharap, misalnya, CCTV kebetulan mati dua pekan sebelumnya atau CCTV tersambar petir sehingga tak terekam pelanggarannya.

 

CCTV makin akrab menjadi metode pengawasan melekat, pelengkap pengawasan malaikat. Kita lihat rumah-rumah ibadah juga banyak memasang CCTV. Padahal, orang-orang beriman itu haqqul yaqin segala gerak-gerik siapa pun terawasi oleh malaikat, bahkan oleh Tuhan Seru Sekalian Alam sendiri.

 

Namun, pemasangan CCTV tetap diperlukan. Sebab, informasi hasil pengawasan malaikat tidak bisa diunduh seketika. Baru bisa dilihat di akhirat kelak. Padahal, kalau ada yang mencuri motor atau kotak amal, perlu informasi segera untuk menangkap pelakunya. Maka, ’’malaikat’’ CCTV bisa diandalkan. Dan kita lihat di medsos, banyak unggahan rekaman kejahatan atau perilaku unik yang bisa terkuak gara-gara CCTV.

 

Hakikatnya CCTV itu netral. Merekam apa saja yang melintas di depannya. Si pemasang bermaksud mengawasi orang lain yang mungkin berbuat tidak baik. Di sini CCTV memang bertujuan mengontrol orang lain. Dan, ’’kebetulan’’ CCTV generasi awal dikembangkan di Rusia pada 1927. Diperagakan di hadapan Joseph Stalin, tiran besar yang paranoid ingin mengontrol semua rakyatnya.

 

Kini semua bangsa memanfaatkan CCTV, dipacu oleh teknologi digital yang efisien. Tahun lalu, tercatat ada 1 miliar CCTV di seluruh dunia. Kalau penduduk dunia 8 miliar, berarti setara 8 orang diawasi 1 CCTV. CCTV sudah menjadi ’’Bung Besar’’ (Big Brother) yang diramalkan George Orwell dalam novel 1984 yang terbit pada 1948. Upaya mengontrol perilaku manusia (lewat mata elektronik) benar-benar terjadi saat ini.

 

Kadang si pemasang CCTV lupa bahwa dirinya pun bisa berbuat tidak baik. Memasang CCTV bisa saja terhindar dari kejahatan orang lain, tetapi tidak dari kejahatan diri sendiri. Pada saat berbuat, bisa saja justru tersorot oleh CCTV yang dipasangnya sendiri. Ketika dia tersorot saat berbuat keji dan mungkar, maka dirinya-lah yang ’’terkontrol’’. Memasang CCTV, tepercik gambar ke muka sendiri.

 

Tentu saja ironi itu harus dihindari oleh si pemasang. Maka saat melakukan perbuatan yang tidak patut, CCTV dimatikan. Kalau lupa mematikan saat perbuatan dilakukan, tinggal hapus rekamannya. Tapi, menghapus rekaman bisa mencurigakan. Kalau dalam periode waktu tertentu, misal rekaman lancar lalu hilang selama 2–3 jam, kemudian lancar lagi, malah tidak logis. Maka, bisa saja bilang CCTV kena petir beberapa waktu sebelumnya (berkilah pun memang harus tampak logis; akan lebih sulit menjelaskan kalau mengaku CCTV mati, misalnya, kena banjir atau ditabrak tokek).

 

Orang baik-baik tentu tak khawatir dengan CCTV, termasuk CCTV-nya sendiri. CCTV justru bisa memberi manfaat apabila harus membuktikan ketidakbersalahannya. Bisa menjadi alibi atau dia berada di tempat lain saat kejahatan terjadi. Rekaman CCTV bisa menyelamatkannya dari tuduhan.

 

Kalau perlu, cari bantuan rekaman CCTV di sekitar tempat tinggalnya. Sebab, selain rumah pribadi atau dinas, kini banyak sekolah, kantor, pasar, mal, supermarket, apartemen, rumah sakit, bahkan lingkungan RT/RW yang memasang ’’malaikat’’ CCTV. CCTV dari sekitar lingkungannya bisa menunjukkan bahwa dia memang tak ada di sekitar tempat kejahatan saat kejahatan terjadi. Itu kalau orang baik-baik.

 

Kalau mencari CCTV lain untuk dibungkam juga, tentu semakin mencurigakan. Justru dari rangkaian CCTV yang mati ’’tersambar petir’’, lalu membungkam CCTV lingkungannya, bisa memberi petunjuk sebaliknya. Bahwa memang ada wajah-wajah yang ingin disembunyikan dari ’’malaikat’’ elektronik itu saat kejahatan terjadi.

 

Sumber :   https://www.jawapos.com/opini/24/07/2022/malaikat-cctv/

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar