Senin, 25 Juli 2022

 

Literasi dan Kemampuan Digital untuk Pembangunan Inklusif

Yose Rizal Damuri:  Steering Committee Indonesia Fintech Society (IFSoc), Direktur Eksekutif CSIS Indonesia

KOMPAS, 19 Juli 2022

 

                                                

 

Salah satu dampak utama pandemi adalah semakin masifnya penggunaan teknologi digital di dalam kehidupan kita.

 

Teknologi digital telah mengubah cara masyarakat berinteraksi, melakukan transaksi ekonomi, pendidikan, mendapatkan hiburan dan pelayanan kesehatan, hingga melakukan aktivitas pekerjaan.

 

Teknologi digital juga telah berkontribusi pada peningkatan inklusi keuangan. Laporan Google, Temasek, dan Bain (2021) memperkirakan ekonomi digital menyumbang 70 miliar dollar AS bagi perekonomian Indonesia secara total.

 

Bahkan, McKinsey (2019) memperkirakan adanya 10 juta lapangan pekerjaan baru di Indonesia yang diciptakan oleh inovasi ekonomi digital.

 

Tentunya, tantangan baru pun muncul dengan ekonomi digital yang kian berkembang. Berbagai pengetahuan dan keterampilan baru menjadi prasyarat agar masyarakat mampu mendapatkan manfaat optimal. Inklusi keuangan yang tinggi akan memberikan manfaat jika literasi digital dan literasi keuangan juga bisa ditingkatkan.

 

Isu ini sedemikian penting sehingga Indonesia mengangkat literasi dan kemampuan digital sebagai salah satu agenda prioritas yang dibawa sebagai tuan rumah G20 tahun ini. Indonesia akan mempresentasikan Toolkit Pengukuran Literasi dan Kemampuan Digital (CSIS, 2021), agar negara G20 dan negara lainnya dapat menganalisis kondisi kemampuan digital mereka dan keluar dengan kebijakan yang sesuai.

 

Toolkit ini menjelaskan kemampuan digital di empat elemen penting: infrastruktur penunjang, literasi, pemberdayaan, dan keterampilan dalam pekerjaan.

 

Infrastruktur, baik fisik maupun institusi, menentukan sejauh mana literasi dan kemampuan digital dapat berkembang. Literasi menentukan bagaimana individu dan masyarakat bisa menggunakan teknologi itu secara bijak. Aspek pemberdayaan dan keterampilan menjelaskan sampai sejauh mana teknologi digital dapat digunakan untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat.

 

Toolkit tersebut sudah digunakan untuk melihat kondisi keterampilan dan literasi digital di daerah Jabodetabek (CSIS, 2021). Studi dilakukan dengan mewawancarai individu dan perusahaan yang dipilih secara random untuk melihat kemampuan digital, baik dari sisi ketersediaan (individu) maupun permintaan (perusahaan). Meski pengukuran ini tak dilakukan di seluruh pelosok Indonesia, terdapat berbagai temuan menarik yang bisa dijadikan dasar bagi kebijakan pengembangan.

 

Kesenjangan literasi

 

Setidaknya terdapat beberapa faktor yang menentukan tingkat literasi dan kemampuan digital. Salah satunya, kelompok umur.

 

Pengukuran di Jabodetabek menemukan bagaimana kelompok usia muda secara signifikan memiliki tingkat literasi digital yang lebih tinggi dibandingkan kelompok masyarakat senior. Perbedaan ini terjadi hampir di seluruh kategori, dari mulai yang berkaitan dengan pengenalan ICT, kebutuhan komunikasi, hingga soal keamanan digital.

 

Perbedaan tingkat literasi digital di masyarakat juga terlihat pada latar belakang pendidikan. Survei yang dilakukan CSIS (2021) menemukan jurang yang besar antara masyarakat berpendidikan SMA sederajat dan sarjana, dengan masyarakat yang hanya mengenyam pendidikan primer. Perbedaan terbesar terletak pada kategori komunikasi dan kolaborasi digital, hal yang memang sering digunakan dalam dunia kerja.

 

Ini perlu dijadikan catatan bagi pemerintah, terutama bagaimana upaya untuk memperkenalkan literasi digital sejak dini dan juga memberikan fokus kepada pemakai usia lanjut. Dengan demikian, teknologi digital bisa digunakan kelompok pendidikan mana pun untuk pemberdayaan dan berpeluang untuk meningkatkan kesejahteraan kondisi ekonomi.

 

Kabar baiknya adalah tidak ditemukan kesenjangan besar antara laki-laki dan perempuan. Ini mengindikasikan bahwa teknologi digital dapat bersifat netral dan tak bias jender sehingga pengembangannya dapat dioptimalkan untuk mengurangi gender gap di Indonesia. Sifat netral dari kemampuan digital juga terlihat pada sisi permintaan dari perusahaan.

 

Di area yang lebih spesifik untuk pekerjaan, studi tersebut juga memperlihatkan bahwa keterampilan digital telah menjadi faktor utama yang dibutuhkan, terlepas dari jenis pekerjaan ataupun sektor industri. Permintaan ini sangat terlihat pada kemampuan dasar digital, seperti kemampuan untuk berkolaborasi dan penggunaan office suites.

 

Meski kebutuhan akan keterampilan tingkat tinggi masih terbatas, ke depan terlihat bahwa keterampilan yang lebih kompleks dan spesifik juga akan semakin dibutuhkan. Karena itu, sudah jadi kewajiban bagi pekerja, pencari kerja, ataupun yang nantinya akan masuk pada lapangan kerja untuk memiliki kemampuan-kemampuan digital tersebut. Institusi pendidikan juga harus dapat merespons kebutuhan akan kemampuan digital yang lebih kompleks dan spesifik di masa mendatang.

 

Pemberdayaan ekonomi

 

Selain untuk pekerjaan, kemampuan digital juga merupakan hal penting untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Sebagai contoh, lebih dari 55 persen responden menyatakan sudah menggunakan aplikasi layanan keuangan digital, yang berkontribusi kepada peningkatan inklusi keuangan.

 

Hampir 75 persen responden sudah menggunakan platform e-commerce. Ini menjadikan teknologi digital dapat memberikan kesempatan peningkatan penghasilan, serta memberikan peluang bagi masyarakat untuk utilisasi aset dan kemampuan mereka yang sebelumnya kurang dimanfaatkan.

 

Diperlukan berbagai pengetahuan dan kemampuan spesifik agar platform ini bisa digunakan secara optimal. Kemampuan yang diperlukan untuk pemberdayaan ini tak terbatas pada penggunaan perangkat digital, tetapi juga meliputi berbagai kemampuan, seperti kreativitas dan kemampuan komunikasi.

 

Dari penggunaan toolkit tersebut di Jabodetabek, terlihat tingkat literasi dan kemampuan digital masih perlu ditingkatkan serta jurang kemampuan antarkelompok pun masih terlihat, bahkan untuk daerah Ibu Kota.

 

Literasi dan keterampilan yang mencukupi merupakan syarat perlu untuk meningkatkan inklusi keuangan dan mewujudkan pembangunan ekonomi yang inklusif. Ini jadi pekerjaan rumah yang perlu segera mendapat perhatian dari semua pihak yang terkait

 

Sumber :   https://www.kompas.id/baca/opini/2022/07/18/literasi-dan-kemampuan-digital-untuk-pembangunan-inklusif

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar