Regenerasi
Petani dan Rendahnya Pendapatan di Sektor Pertanian Lydia Putri ; Statistisi Ahli Pertama Badan Pusat
Statistik |
KOMPAS, 29 Juni 2021
Indonesia merupakan negara
agraris dengan mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Itulah sebuah
kalimat yang selalu diajarkan oleh para guru di bangku sekolah. Bagaimana
tidak, Indonesia memiliki 1,9 juta kilometer persegi daratan yang mayoritas
tanahnya sangat cocok digunakan sebagai lahan pertanian. Sudah sepantasnya
jika sektor pertanian menjadi potensi besar yang dapat dimanfaatkan
masyarakat Indonesia. Alih-alih menjadi potensi
besar yang dimanfaatkan, sektor pertanian di Indonesia malah menjadi sektor
yang tidak diminati oleh para tenaga kerja Indonesia. Meskipun data Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 menunjukkan bahwa 29,59 persen tenaga kerja
di Indonesia bekerja di sektor pertanian, tetapi jumlahnya terus menurun,
bahkan di tengah peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia. Di tahun 2011,
jumlah tenaga kerja di sektor pertanian sebanyak 42,46 juta jiwa. Saat ini
jumlahnya hanya 38,77 juta jiwa. Selain jumlah tenaga kerja
di sektor pertanian yang terus menurun, kualitas pendidikan tenaga kerja di
sektor ini juga sangat memprihatinkan. Sebanyak 73,01 persen tenaga kerja
pada sektor pertanian memiliki tingkat pendidikan tertinggi sekolah dasar.
Padahal ada lebih dari 200 perguruan tinggi di Indonesia yang menghasilkan
sarjana-sarjana pertanian setiap tahun. Bukannya bekerja di sektor pertanian,
kebanyakan dari sarjana-sarjana ini malah memilih untuk bekerja pada sektor
yang lain. Salah satu alasan
rendahnya minat tenaga kerja untuk menggeluti sektor pertanian adalah
minimnya penghasilan yang diperoleh. Mereka yang mengecap pendidikan tinggi,
tentu berharap memperoleh kesejahteraan ekonomi melalui pendapatan yang
menjanjikan. Sektor pertanian banyak ditinggalkan karena rendahnya pendapatan
yang dihasilkan. Data BPS menunjukkan bahwa
rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh oleh seorang pengusaha (yang
berusaha) di sektor pertanian adalah Rp 1,34 juta per bulan. Sedangkan bagi
mereka yang bekerja sebagai pekerja bebas di sektor pertanian, rata-rata
pendapatan bersih yang diperoleh selama sebulan hanya mencapai Rp 1,05 juta. Nilai
ini bahkan lebih rendah dari rata-rata upah buruh nasional yang mencapai Rp
2,86 juta per bulan. Kita tahu bahwa nilai
tukar petani (NTP) di Indonesia selalu berada di angka 100 selama dua tahun
terakhir. Meskipun NTP di atas 100 menunjukkan bahwa petani mengalami surplus
karena pendapatan yang diperoleh lebih besar dari pengeluarannya, tidak
berarti petani di Indonesia sudah sejahtera. Sebab pendapatan bersih yang
diperoleh tenaga kerja di sektor pertanian jauh lebih rendah dibandingkan
sektor-sektor lain. Tidak bisa dipungkiri
bahwa bekerja pada sektor pertanian sangat tidak menggiurkan, jika dilirik
dari rata-rata pendapatan bersih yang diterima saat ini. Apabila kondisi ini
tidak kunjung membaik, tak heran bila regenerasi tenaga kerja pada sektor
pertanian pun akan semakin langka. Sebab para pencari kerja tentu akan
mempertimbangan pendapatan sebagai penentu mata pencaharian yang akan
digelutinya, terlebih bagi mereka yang memiliki pendidikan tinggi. Perlu ada perombakan besar
dan penanganan serius yang dilakukan di sektor pertanian Indonesia.
Meningkatkan pendapatan tenaga kerja di sektor pertanian menjadi sangat
penting untuk menumbuhkan minat regenerasi di masa yang akan datang. Sebab
bagaimana pun, pertanian adalah tiang penyangga kebutuhan pangan penduduk
Indonesia yang jumlahnya kian bertambah dari tahun ke tahun. Jangan sampai
ketersediaan pangan di Indonesia terus tergerus, hanya karena minimnya
regenerasi yang tergiur untuk bekerja pada sektor pertanian. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar