Pintu
Khusus untuk Parpol Parlemen Fadli Ramadhanil ; Peneliti Hukum Perkumpulan untuk Pemilu dan
Demokrasi (Perludem) |
KOMPAS, 10 Juli 2021
Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 55/PUU-XVIII/2020 terkait verifikasi partai politik calon
peserta pemilu sangat mengherankan. Putusan ini memberikan pintu khusus bagi
partai politik yang lolos ambang batas parlemen di pemilu sebelumnya, atau
yang memiliki kursi di DPR dengan mudahnya menjadi peserta Pemilu 2024. Partai politik di parlemen
“cukup” hanya mendaftar, lalu diverifikasi secara administrasi, untuk
kemudian ditetapkan menjadi peserta pemilu. Sebaliknya, partai politik yang
tidak lolos ambang batas parlemen pada pemilu sebelumnya, dan tidak memiliki
kursi di DPR, mesti mendaftar, diverifikasi secara administrasi dan faktual
untuk dapat ditetapkan menjadi peserta pemilu. Aroma keanehan dalam
putusan ini begitu kuat. Selain dengan mudah menimbulkan kesan tidak fair
bagi sesama partai politik untuk bisa menjadi peserta pemilu, Putusan Nomor
55/PUU-XVIII/2020 ini menjungkirbalikkan putusan MK pada 2017 yang
memerintahkan seluruh partai politik calon peserta pemilu mesti diverifikasi
secara faktual. Suara
hakim tak bulat Putusan MK Nomor
55/PUU-XVIII/2020 ini tidak mendapatkan suara bulat dari sembilan hakim
konstitusi.Tiga orang hakim konstitusi menyatakan pendapat berbeda
(dissenting opinion). Mereka adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan
Suhartoyo. Dalam pendapat berbedanya,
ketiga hakim konstitusi ini enggan mengubah pendirian MK dari apa yang sudah
diputus di dalam Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 yang memerintahkan seluruh
parpol calon peserta pemilu wajib untuk diverifikasi secara faktual, termasuk
parpol yang sudah lolos ambang batas parlemen, dan memiliki kursi di DPR.
Fondasi utama dari pendapat berbeda tiga hakim ini adalah upaya
penyederhanaan partai politik, mesti dimulai dari verifikasi yang ketat dan
terukur. Hal penting yang patut
dicermati dari Putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020 ini, sembilan orang hakim
konstitusi yang pada tahun 2017 memerintahkan secara bulat seluruh parpol
calon peserta pemilu mesti diverifikasi secara faktual, tujuh diantaranya
adalah orang yang sama dengan yang memutus perkara Nomor 55/PUU-XVIII/2020
yang diajukan oleh Partai Garuda ini. Hanya I Dewa Gede Palguna dan Maria
Farida Indrati yang sudah berganti dengan Daniel Yusmic dan Enny
Nurbaningsih. Dikurangi Saldi Isra dan Suhartoyo, artinya, ada lima orang
hakim konstitusi yang mengubah pendiriannya 180 derajat. Perubahan pendirian hakim
terhadap suatu isu konstitusional yang dibawa oleh pemohon ke MK memang bukan
sesuatu yang haram untuk dilakukan. Hal ini terpampang jelas dalam beberapa
perkara. Misalnya perubahan pendirian Mahkamah terhadap desain keserentakkan
pemilu. Selain itu, juga ada perubahan pendirian Mahkamah terkait dengan
kualifikasi atau prasyarat bagi mantan terpidana untuk maju kembali menjadi
calon kepala daerah. Tetapi, di dalam perubahan
pendirian tersebut, Mahkamah selalu mencantumkan refleksi yang mendalam atas
putusan sebelumnya, serta ada kondisi aktual objektif yang terjadi ditengah
masyarakat. Pertanyaan pentingnya sekarang, kondisi aktual dan obyektif apa
yang terjadi ditengah perkembangan kepemiluan hari ini, sehingga Mahkamah
perlu melonggarkan syarat menjadi peserta pemilu bagi parpol yang punya kursi
di parlemen? Tak
memulihkan Jika Putusan MK Nomor
55/PUU-XVIII/2020 dibaca dengan hati-hati, ada dua masalah utama yang perlu
menjadi sorotan. Pertama, putusan ini inkonsisten dengan pendekatan MK yang
selama ini menginginkan terjadinya penyederhanaan partai politik. Dalam
beberapa putusannya, konsen MK di dalam memeriksa, mempertimbangkan, dan
memutus banyak undang-undang terkait sistem pemilu selalu mengarah kepada
upaya penyederhanaan jumlah partai politik. Proses penyederhanaan
partai politik ini, menurut MK, mesti dimulai dari penyederhanaan partai
politik menjadi peserta pemilu. Hal ini terurai panjang lebar di dalam
Putusan MK Nomor 53/PUU-XV/2017. Melalui putusan ini, MK memerintahkan kepada
KPU untuk memverifikasi semua partai politik menjelang Pemilu 2019. Tujuan utamanya, seluruh
partai politik mesti diuji kesiapan organisasinya jika hendak mengikuti
pemilu. Pengujian dan pemeriksaan itu menurut MK mesti dilakukan tanpa
kecuali. Perlakuan yang sama mesti dilakukan terhadap partai politik yang
memiliki kursi di DPR, partai yang tidak punya kursi di DPR, maupun partai
politik baru. Tetapi, upaya
penyederhanaan partai politik melalui verifikasi menjelang menjadi peserta
pemilu, dengan begitu mudahnya dianulir oleh MK. Padahal, antara Putusan
53/PUU-XV/2017 dengan Putusan 55/PUU-XVIII/2020 hanya berselang 2 tahun 6
bulan. Lagi pula, tidak ada kondisi luar biasa yang terjadi ditengah-tengah
masyarakat, sehingga MK perlu mengubah pendiriannya terkait ini. Kedua, Putusan MK Nomor
55/PUU-XVIII/2020 ini sama sekali tidak memulihkan kerugian konstitusional
yang dimohonkan oleh Partai Garuda. Padahal, amar putusan MK mengatakan
mengabulkan sebagian permohonan Partai Garuda. Pertanyaannya, bagian mana
yang dikabulkan oleh MK, sementara Partai Garuda sama sekali tidak meminta
apa yang diputus oleh MK? Justru yang diputus oleh
MK malah semakin merugikan Partai Garuda. Partai Garuda pada pokoknya meminta
agar seluruh partai politik yang sudah lolos verifikasi pada pemilu
sebelumnya, otomatis menjadi peserta pemilu pada pemilu berikutnya. Intinya,
sebagai partai politik yang sudah menjadi peserta Pemilu 2019, Partai Garuda
menginginkan mereka tidak diverifikasi lagi pada Pemilu 2024 dan setelahnya. Namun yang diputus oleh
MK, justru mempermudah jalan partai politik yang lolos ambang batas parlemen
atau memiliki kursi di DPR untuk menjadi peserta pemilu. Sembilan partai
politik yang ada di DPR saat ini cukup mendaftar dan diverifikasi secara
administrasi saja. Sementara, partai yang tidak lolos ambang batas parlemen
pada pada Pemilu 2019, tetapi mesti diverifikasi secara faktual. Partai Garuda tidak lolos
ambang batas parlemen pada Pemilu 2019. Sehingga, apa yang diputus oleh MK
jelas tidak memulihkan hak konstitusional Partai Garuda. Ini terlihat juga
dengan lontaran kekecewaan dari fungsionaris Partai Garuda setelah MK
membacakan putusan. Sesuatu yang aneh, pemohon sangat kecewa, padahal
permohonannya dikabulkan sebagian. Partai politik adalah
jangkar utama demokrasi. Fungsinya penting bagi masyarakat. Oleh sebab itu,
organisasi partai mesti disiapkan secara serius, agar kerja-kerjanya tidak
hanya menjelang pemilu saja. Tapi betul-betul menjadi agregasi kepentingan
publik luas. Verifikasi yang detail menjelang pemilu adalah pemantik, agar
partai politik semakin kuat, dan bekerja untuk masyarakat. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar