Krisis
Oksigen Iqbal Elyazar ; Eijkman-Oxford Clinical Research Unit,
Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, Kolaborator Saintis LaporCovid-19 |
KOMPAS, 13 Juli 2021
Sejak April 2020, Badan Kesehatan
Dunia (WHO) mengeluarkan cara menghitung kebutuhan oksigen medis. Pasien
dengan kondisi berat, membutuhkan sepuluh liter oksigen per menit atau 600
liter per jam, sedangkan pasien kritis butuh 30 liter per menit atau 1.800
liter per jam. Ketika tabung oksigen
langka dan ditawarkan dengan harga Rp 6 juta (naik 3-5 kali lipat dari harga
normal) untuk satu tabung oksigen volume 6.000 liter (biaya Rp 1.000 per
liter oksigen), sungguh, pandemi mengajarkan berharganya oksigen yang
dihirup. Oksigen
dan kehidupan Organ paru-paru bertugas
menyerap oksigen dan mendistribusikannya melalui peredaran darah ke seluruh
sel-sel tubuh. Sel tubuh menggunakan oksigen untuk mengubah glukosa menjadi
energi yang diperlukan tubuh untuk beraktivitas. Ketika asupan oksigen ke
paru-paru tidak maksimal, maka pasokan energi berkurang dan tubuh melemah. Di saat kritis, asupan
oksigen ke paru-paru harus ditingkatkan dengan sumber oksigen tambahan.
Sumber oksigen biasanya disimpan dalam tabung oksigen. Oksigen di dalam
tabung ini lebih tinggi kemurniannya dibandingkan oksigen di udara bebas (di
atas 99 persen versus 21 persen). Ketika suplai tabung
oksigen tidak sanggup mengimbangi permintaan, maka kehilangan nyawa menjadi
akibatnya. Keberanian tenaga kesehatan di sebuah rumah sakit di Yogyakarta
untuk membuka fakta tentang akibat kelangkaan pasokan oksigen, telah membuka
tabir kengerian yang terjadi. Hari Sabtu (3/7/2021)
rumah sakit tersebut melaporkan pasokan oksigen medis cair sentral telah
benar-benar habis pada jam delapan malam. Cadangan tabung oksigen yang
tersedia hanya akan bertahan untuk 4-6 jam saja. Di tengah malam, bantuan 100
tabung oksigen datang dari Polda setempat. Permintaan oksigen ke
distributor Jawa Tengah ditolak karena mereka pun kurang suplai. Bantuan
datang dari distributor Jawa Timur dan Jakarta sebanyak 14 ton dan kiriman
pertama sampai jam lima pagi. Pada hari Minggu (4/7/2021) rumah sakit
tersebut mencatatkan 33 kematian pada hari itu. Seluruhnya diklaim
mendapatkan pasokan dari tabung oksigen. Namun dilaporkan kemudian, empat
orang di antaranya meninggal dengan posisi masih tersambung kepada ventilator
dari oksigen sentral yang sudah habis tersebut dan 15 meninggal di Instalasi
Gawat Darurat (IGD) dengan kondisi klinis berat dengan pasokan oksigen
sentral yang tidak maksimal. Tidak jelas apa yang
terjadi dengan 14 orang lainnya. Keberanian terbuka harus dihargai supaya
yang lain segera berbenah sehingga pengorbanan 33 orang itu tidak jadi
sia-sia. Kebutuhan
di masa pandemi WHO mengeluarkan panduan
bagi pengambil kebijakan dan industri untuk menghitung kebutuhan oksigen
medis, mengidentifikasi sumber oksigen medis dan cara terbaik meningkatkan
kapasitas produksi sejak awal April 2020. Data di awal pandemi
menunjukkan bahwa 15 persen orang yang menderita Covid-19 memiliki gejala
berat dan 5 persen berada dalam kondisi kritis. Keduanya butuh bantuan
oksigen (20 persen). Pasien dalam kondisi berat atau kritis butuh 10-30 liter
per menit atau 600-1.800 liter per jam. Kebutuhan oksigen dihitung
dengan mengalikan perkiraan jumlah pasien berat, pasien kritis dan lamanya
jam perawatan yang membutuhkan bantuan oksigen. Perhitungan dapat dilakukan
untuk tingkat fasilitas kesehatan, kabupaten/kota, provinsi, bahkan nasional. Krisis oksigen global telah
diingatkan WHO sejak Juni 2020. Untuk setiap satu juta kasus baru per minggu,
akan dibutuhkan 620.000 m3 oksigen per hari atau setara dengan 88.000 tabung
oksigen besar. Brasil dan India pernah mengalami krisis ini. Di Brasil, tanda bahaya
kekurangan pasokan oksigen mulai terjadi pada awal April 2020 di saat terjadi
1.000-2.000 kasus per hari. India mengalami krisis oksigen pada gelombang
pertama pandemi Agustus-September 2020 ketika mereka dihantam 50.000-100.000
kasus baru per hari. India kembali dihantam krisis oksigen pada gelombang
kedua di bulan April-Mei 2021 dengan 100.000-390.000 kasus per hari. Indonesia ikut membantu
mengatasi krisis oksigen di India sejak awal Mei 2021. Kementerian
Perindustrian bersama asosiasi dan pelaku industri gas, petrokimia dan
tekstil mengirimkan 200 konsentrator oksigen pada 8 Mei 2021, 1.400 tabung
oksigen pada 8 Juni dan 2.000 tabung oksigen pada 28 Juni. Dana bantuan
diperoleh dari gabungan pelaku industri dan APBN. Akhir Juni 2021, Asosiasi
Gas Industri Indonesia (AGII) pernah mengklaim punya cadangan 2.000 tabung
oksigen medis dan cukup ketika terjadi kenaikan kasus sampai 15 persen.
Kenyataannya, kasus naik sampai 500 persen. Evaluasi
kebutuhan, sumber, distribusi dan penimbunan Pemerintah daerah dan
pusat perlu menghitung ulang kebutuhan oksigen untuk kondisi darurat
kelangkaan oksigen. Misalnya, pemerintah Yogyakarta menyiapkan 20 ton meter
kubik yang kemudian dibagikan kepada 27 rumah sakit rujukan Covid-19. Tetapi
seiring dengan semakin banyak pasien, stok oksigen pun habis lebih cepat. Akhirnya, pemda meminta
tambahan pasokan dari pemerintah pusat dan disetujui mendapatkan tambahan
47,6 ton per hari dan cadangan 50 persen dari kebutuhan harian. Kementerian Perindustrian
menyebutkan permintaan oksigen medis naik 69 persen menjadi 800 ton per hari.
Di tingkat distributor dilaporkan malah terjadi kenaikan permintaan 2-7 kali
lipat. Kajian pemerintah
mengungkap alokasi oksigen medis dari total produksi oksigen nasional masih
rendah. Kapasitas produksi oksigen nasional bisa mencapai 866.000 ton per
tahun, tetapi realisasinya hanya 640.000 ton (74 persen). Sekitar 459.000 ton
per tahun (72 persen) digunakan bagi kepentingan industri, sedangkan
kebutuhan medis hanya 181.000 ton per tahun (28 persen). Pemerintah perlu tambahan
investasi untuk BUMN yang mampu meningkatkan produksi tabung oksigen.
Pemerintah telah memutuskan 100 persen produksi akan dialokasikan untuk
oksigen medis. Kementerian Perindustrian telah mewajibkan semua produsen
untuk mengalokasikan seluruh produksi oksigennya untuk kepentingan medis. Dari produksi nasional
1.700 ton per hari, 1.400 ton per hari akan dialokasikan untuk Jawa. Alokasi
ini harus segera dijalankan dalam beberapa minggu ke depan. Di saat yang
sama, pemerintah telah membuka keran impor tabung oksigen besar untuk segera
dikirim ke ruang-ruang darurat rumah sakit beberapa minggu ke depan. Jalur distribusi tabung
oksigen perlu ditambahkan dengan memperbanyak alat transportasi pengiriman
sehingga lebih cepat. Rantai distribusi dimulai dari produsen mengirimkan
tabung oksigen besar (1-6 meter kubik) oleh truk pengangkut ke distributor di
daerah. Oksigen dari tabung besar lalu dibagi-bagi ke dalam tabung kecil (1-2
liter) untuk kebutuhan perorangan. Ulah untuk menimbun dan
menjual tabung oksigen di luar harga normal perlu segera ditertibkan. Tabung
oksigen memang dapat dibeli tanpa resep dokter dan masyarakat pun bebas
memperjualbelikanya. Masyarakat membeli setidaknya untuk keperluan perawatan
orang sakit di rumah. Berita kelangkaan tabung
oksigen di fasilitas kesehatan dan di pasar alat kesehatan telah memicu
kepanikan masyarakat untuk membeli sendiri. Harga tabung melambungkan sampai
3-5 kali dari harga normal. Beberapa anggota masyarakat di Lampung yang butuh
tabung untuk anggota keluarga yang sakit terpaksa harus merampas tabung
oksigen ketika petugas di puskesmas menolak meminjamkannya. Pemerintah sudah
mengecam tindakan penimbunan tabung oksigen sebagai musuh masyarakat, diancam
pidana dan denda. Indonesia sedang dalam
gelombang besar, lebih besar dari sebelumnya. Kasus hari ini dua kali lipat
dari puncak kasus di awal Februari 2021. Angka proporsi orang dengan virus
SARS-CoV-2 sebesar 40 persen (nasional) atau 50 persen di Jakarta, adalah
indikasi orang terinfeksi tetapi tidak terdeteksi mungkin lebih besar lagi. Selain menambah pasokan
tabungan oksigen baik dengan produksi nasional dan impor, kita bisa membantu
dengan tak menjadi sakit, dirawat dan butuh oksigen. Singkatnya, jangan
sampai tertular atau menularkan. Batasi keluar rumah selama 2-4 minggu.
Konsistensi kebijakan, ketegasan eksekusi di lapangan dan kepatuhan
masyarakat jadi ukuran keberhasilan pembatasan kali ini. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar