Jumat, 09 Juli 2021

 

Karyawan Pengarang

Sori Siregar ;  Cerpenis, Meninggal pada 21 Juni 2021

KOMPAS, 29 Juni 2021

 

 

                                                           

Lebih dari 350 peserta  hadir dalam Konferensi Karyawan Pengarang Se-Indonesia (KKPI) yang berlangsung  pada  Maret 1964 di Jakarta. Konferensi ini tak hanya dihadiri para pengarang,  juga wartawan. Dalam daftar hadir saya melihat nama pendiri Harian Kompas, Auwjong Peng Koen (PK Ojong) dan Jakob Oetama.

 

Kata karyawan saat itu sedang populer di luar sana dan kata itu pula yang  disematkan kepada peserta konferensi. Ternyata tidak ada pengarang peserta konferensi yang keberatan dengan frasa karyawan pengarang itu.  Juga tak jelas mengapa  Panitia Penyelenggara Konferensi menggunakannya.

 

Puluhan tahun kemudian putri saya bertanya, "Jika para pengarang disebut karyawan, siapa bos mereka?" Ia mengutip entri yang tersua di KBBI:  karyawan 'orang yang bekerja pada suatu lembaga (kantor, perusahaan, dsb)  dengan mendapat gaji (upah); pegawai; pekerja'.

 

Siapa yang menggaji pengarang? Apakah memang ada perusahaan pengarang atau kantor pengarang yang memberi upah kepada pengarang yang mereka pekerjakan. Semua orang tahu bahwa  pengarang ialah  orang yang berkarya dalam sunyi, dengan sepenuh hati, untuk menghasilkan karya yang baik. Baru setelah karya tersebut selesai, ia mengirimkan karangannya kepada media untuk dimuat. Dari pekerjaannya itu ia menerima honorarium ala kadarnya;  tak pernah cukup membiayai hidup satu bulan.

 

Pengarang adalah orang  yang berkreasi untuk menghasilkan karya. Karya ini mungkin dapat dijadikan alasan untuk menyebut orang berkreasi itu  sebagai karyawan. RRI sejak lama menyebut para penyiarnya sebagai angkasawan karena suara mereka yang berkumandang di  angkasa. Karena itu, mengapa tak boleh menyebut orang yang telah berkarya sebagai karyawan? Pengarang kan orang yang berkarya. Agaknya ini yang membuat para penyelenggara pertemuan besar itu menggunakan kata karyawan. Boleh jadi begitu.

 

Karyawan bersinonim dengan  buruh, pekerja, pegawai, tenaga kerja. Buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dan mendapat upah. Pegawai  tak lain dari  orang yang bekerja pada pemerintah (perusahaan, dsb). Tenaga kerja adalah pekerja, pegawai, atau orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Semua yang disebutkan ini adalah penjelasan entri KBBI V.

 

Barangkali yang paling dekat hubungannya dengan kata karyawan adalah yang disebutkan entri: 'orang yang mampu melakukan pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja'. Jika ini yang menjadi rujukan, semua orang yang bekerja dalam bidang kesenian dapat juga disebut karyawan seperti pematung, pelukis, penari, pemusik, dan pekerja teater. Mengingat karyawan adalah sinonim buruh, tampaknya tak ada penulis yang mau disebut “buruh pengarang”. Agar tak timbul beda paham  tentang arti buruh dan majikan, pada  8 April 1957  pemerintah menerbitkan UU  No 22/1957.  Bagian 1, Pasal 1, Ayat 1  menyebutkan buruh 'barang siapa bekerja pada majikan dengan menerima upah' dan majikan 'orang atau badan hukum yang mempekerjakan buruh' (Agus Sudono, 2008) .

 

Jika kita mengaitkan kata karya dengan karyawan, mungkin dapat diterima sebutan karyawan pengarang, bukan buruh pengarang, pegawai pengarang, atau pekerja pengarang. Memang tak ada masalah yang timbul karena sebutan karyawan pengarang. Para pengarang besar Indonesia yang hadir di sana  tak mempersoalkannya. Yang penting  buat mereka, konferensi  ihwal kepengarangan di Indonesia itu berlangsung  sukses.

 

Ternyata sebutan  karyawan pengarang bermula dan berakhir dalam pertemuan itu. Sejak itu tak pernah terdengar frasa karyawan pengarang--selesai begitu konferensi berakhir. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar