Jumat, 09 Juli 2021

 

Jamu Bahagia Bangsa Finlandia

FX Laksana Agung Saputra ;  Wartawan Kompas

KOMPAS, 28 Juni 2021

 

 

                                                           

Di tengah ”pandemi” disinformasi, Finlandia menjadi negara dengan sistem kekebalan paling wahid di dunia. Jamunya sederhana, hidup bahagia.

 

Disinformasi, berita palsu, hoaks, atau apa pun istilahnya, tentu saja bukan barang baru. Filsuf Yunani kuno, Plato, bahkan telah mengecam usaha-usaha pembentukan opini publik melalui penyebaran disinformasi 2.400 tahun silam.

 

Memasuki era teknologi digital dan ”ledakan” media sosial, Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Swiss, 23-27 Januari 2013, mengangkat bahaya disinformasi. Dalam laporan berjudul ”Kebakaran Digital di Dunia yang Amat Terkoneksi”, WEF mengingatkan agar semua negara mengantisipasi bahaya disinformasi yang dibawa oleh kemajuan teknologi digital.

 

Namun, belum banyak negara yang benar-benar bergerak saat itu. Baru setelah geger Brexit dan kemenangan Trump pada 2016, dunia sadar dan terbuka matanya bahwa bahaya disinformasi nyata dan memiliki daya rusak luar biasa terhadap nalar, demokrasi, dan kemanusiaan.

 

Berbagai cara kemudian ditempuh untuk mengatasinya. Saat mayoritas negara-negara di dunia, sampai hari ini, masih pusing dan kedodoran mencari obat penawar, Finlandia sudah mapan dan muncul sebagai negara yang dianggap paling kebal. Indeks Literasi Media yang diterbitkan Institut Masyarakat Terbuka di Sofia, sebagai indikator, selalu menempatkan Finlandia di peringkat pertama dari 35 negara Eropa sejak laporan tahunan diterbitkan per 2017 hingga 2021.

 

Pertanyaannya, bagaimana dan mengapa Finlandia bisa menjadi negara paling kebal disinformasi? Apakah penduduknya tidak suka nyinyir, tidak suka rumor, tidak suka sensasionalisme dan hal-hal bombastis, serta tak mudah diracuni disinformasi?

 

Pendidikan literasi

 

Merujuk berbagai ulasan dan kajian, kuncinya terletak pada literasi media yang menumbuhkan cara berpikir kritis penduduk Finlandia. Terdengar klise memang, tetapi tunggu dulu. Istilah zaman sekarang, ”tidak semudah itu, Ferguso”.

 

Saat disinformasi telah menjadi pandemi, umumnya negara-negara di dunia sibuk membuat undang-undang dengan ragam sanksi dan hukuman. Pada tingkat mendeskripsikan disinformasi saja, berbagai kepentingan berbenturan. Alih- alih membuat regulasi dengan jangkar kepentingan masyarakat dan negara, pendekatannya justru sangat politis.

 

Di beberapa negara, bahkan aturan memerangi disinformasi justru dibajak rezim guna memberangus pemikiran kritis. Sementara Finlandia jauh-jauh hari sudah berinvestasi melalui literasi media untuk warganya.

 

Peneliti Pusat Kebijakan Nordik pada Institut Australia, Audrey Quicke, dalam salah satu artikelnya, menyebutkan, kesadaran pentingnya literasi media sebagai elemen kompetensi warga Finlandia menguat pada 2010. Hal ini terjadi menyusul maraknya disinformasi tentang imigrasi, Uni Eropa, dan keanggotaan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

 

Pemerintah Finlandia kemudian menetapkan pendekatan lintas sektor untuk meningkatkan literasi media di masyarakat, terutama anak-anak. ”Garis pertahanan terdepan (melawan disinformasi) ialah guru taman kanak-kanak,” kata Kepala Staf Komunikasi Kantor Perdana Menteri Finlandia Jussi Toivanen.

 

Sejak 2014, Pemerintah Finlandia mengadopsi pendidikan literasi media ke dalam kurikulum sekolah. Pada tahun yang sama, pemerintah juga memberikan program pelatihan menghadapi disinformasi untuk wartawan, politisi, dan warga umum. Sedikitnya 10.000 partisipan terlibat.

 

Mengutip salah satu laporan The Telegraph, sekolah mengajari siswa menganalisis sumber berita secara kritis dan mengidentifikasi propaganda. Sekolah mendorong siswa agar mempelajari bagaimana media melaporkan berbagai peristiwa. Lantas pengaruh media sosial terhadap sikap dan persepsi siswa dievaluasi bersama.

 

Sekolah juga menunjukkan betapa mudahnya informasi dimanipulasi. Pembelajarannya diintegrasikan ke semua disiplin ilmu. Dalam pelajaran seni, misalnya, anak-anak diajak melihat bagaimana gambar dapat diubah secara digital.

 

Program literasi media yang kemudian terbukti efektif menangkal disinformasi tersebut tak lepas dari fondasi yang telah ditanamkan melalui reformasi pendidikan Finlandia pada 1970. Sejak saat itu, Kurikulum Dasar Nasional untuk Pendidikan Dasar selalu diperbarui lebih kurang 10 tahun sekali. Ini menjadi panduan bagi semua lembaga pendidikan di Finlandia yang memiliki otonomi dalam menyusun program pendidikannya masing-masing.

 

Namun, keberhasilan Finlandia dalam meningkatkan kekebalan warganya terhadap disinformasi tentu tidak cukup hanya dengan modal literasi media lewat jalur pendidikan. Di balik sukses itu, terdapat sistem penyelenggaraan negara dan budaya yang spesifik sebagai fondasinya. Apa itu?

 

Kualitas hidup

 

Posisi Finlandia dan negara- negara lain yang berada di peringkat atas pada Indeks Literasi Media linier dengan profil Laporan Kebahagiaan Dunia yang diterbitkan Perserikatan Bangsa-Bangsa per tahun. Setelah mencatatkan hattrick dalam Laporan Kebahagiaan Dunia 2018-2020, Finlandia kembali menyabet peringkat pertama dari 156 negara pada laporan 2021.

 

Dapat disimpulkan, dalam kasus ini setidaknya, kebahagiaan hidup warga negara berkorelasi positif terhadap kekebalan disinformasi suatu negara. Pola yang sama terjadi, misalnya pada Denmark, Swedia, dan Belanda.

 

Variabel kunci pada Indeks Kebahagiaan Dunia mencakup enam hal, yakni pendapatan, harapan hidup sehat, keberadaan seseorang untuk diandalkan di saat sulit, kemurahan hati, kebebasan dan kepercayaan, serta tingkat korupsi di pemerintahan dan dunia usaha. Enam urusan ini mensyaratkan penyelenggaraan negara yang berintegritas.

 

Finlandia mapan di urusan ini. Indeks Kebebasan Pers 2021 menempatkan Finlandia di peringkat ke-2 dari 180 negara. Indeks Persepsi Korupsi 2021 menempatkan Finlandia di peringkat ke-3 dari 180 negara. Indeks Keadilan Sosial Uni Eropa 2017 menempatkan Finlandia di peringkat ke-3 dari 28 negara. Dalam laporan kesetaraan jender WEF di 2020, Finlandia di peringkat ke-4 dari 153 negara.

 

Untuk Indeks Keamanan Kesehatan Global 2019, Finlandia di peringkat ke-10 dari 195 negara. Finlandia memiliki salah satu sistem kesehatan universal terbaik di dunia, mencakup seluruh warganya. Finlandia juga menyediakan pendidikan gratis berkualitas tinggi, mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Ada fasilitas makan gratis di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yang sudah berjalan 70 tahun.

 

Ini bagian dari sistem jaminan sosial negara yang bertujuan memastikan seluruh penduduk hidup layak, sebuah ciri negara kesejahteraan alias welfare state. Sistem yang diterapkan Finlandia ini membutuhkan gotong royong dana dari warga yang mampu.

 

Pajak berkeadilan

 

Di sinilah sistem pajak berkeadilan dan progresif menjadi vital. Namun, hal ini hanya bisa berlaku efektif jika ada kepercayaan dari warga kepada negara. Transparansi dan asas manfaat! Tak ada cara lain untuk bisa mewujudkannya.

 

Selain sistem yang menjadi fondasi bagi sukses literasi media, Finlandia yang berpenduduk 5,5 juta jiwa itu mempunyai budaya baca kuat. Mengutip laporan CNN, warga Finlandia per tahun meminjam 68 juta buku di Perpustakaan Pusat di Helsinki. Perpustakaan itu adalah investasi yang menelan dana 110 juta dollar Amerika Serikat atau Rp 1,59 triliun.

 

Tradisi baca akan berlanjut karena generasi mudanya punya minat baca yang kuat pula. Finlandia memiliki skor tertinggi di antara negara-negara Uni Eropa dalam hal membaca pada Program Penilaian Pelajar Internasional (Program for International Student Assessment/PISA) 2018.

 

Salah satu efek agregasi semua profil itu ialah pilihan masyarakat Finlandia untuk tetap mempertahankan kepercayaan mereka terhadap pers. Berdasarkan Laporan Berita Digital 2018-2021 oleh Institut Reuters, Finlandia menjadi negara dengan tingkat kepercayaan tertinggi pada pers. Artinya, warganya cenderung tak beralih ke sumber berita alternatif.

 

Sementara dalam meminimalisasi pasokan disinformasi di media sosial, sebagai anggota Uni Eropa, Finlandia terbantu dengan aturan yang mewajibkan Facebook, Twitter, dan Google menjalankan ketentuan melawan disinformasi.

 

Finlandia, sekali lagi, sukses melawan disinformasi lewat literasi media. Namun, warga yang hidup bahagia dan gandrung membaca merupakan jamu rahasianya. Mungkinkah ini buah konsep negara gotong royong untuk kemanusiaan yang adil dan beradab sebagaimana imajinasi Soekarno-Hatta? ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar