Tantangan
OJK Lindungi Konsumen Paul Sutaryono ; Staf Ahli Pusat Studi BUMN,
Pengamat Perbankan dan Mantan Assistant Vice President BNI |
KOMPAS, 07 Juni 2021
Otoritas Jasa Keuangan segera
meluncurkan aturan terbaru dalam melindungi konsumen (nasabah dan investor)
di sektor jasa keuangan. Ada beberapa hal yang perlu disoroti dalam Rancangan
Peraturan OJK (RPOJK) tentang Perlindungan Konsumen di Sektor Jasa Keuangan
itu. Pasal 37, misalnya, menegaskan, pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) wajib
bertanggung jawab atas kerugian konsumen akibat kelalaian karyawan hingga
direksi. Pasal 44 juga menyatakan
OJK berwenang menjalankan pembelaan hukum untuk melindungi konsumen, termasuk
menggugat dan menuntut ganti rugi hak konsumen kepada PUJK ke pengadilan. Di
aturan lama, OJK hanya sebagai fungsi intermediasi. Apakah upaya perlindungan
OJK bagi konsumen sesuatu yang baru? Tidak! OJK model Inggris
yang disebut Financial Services Authority (FSA) paling tidak memiliki empat
fungsi. Pertama, FSA wajib memelihara, mengembangkan, dan memompa kepercayaan
pasar. Hal ini mengingat sektor jasa keuangan itu sarat unsur kepercayaan. Kedua, FSA wajib
meningkatkan pengertian dan kesadaran publik akan sistem keuangan melalui
sosialisasi dan edukasi tentang produk dan jasa sektor jasa keuangan.
Tujuannya, untuk meningkatkan literasi keuangan konsumen agar tak mudah
teperdaya hoaks. Selama ini banyak konsumen terjebak investasi abal-abal. Ketiga, FSA wajib melindungi
kepentingan konsumen (consumer protection) karena konsumen darah bagi sektor
jasa keuangan yang harus terus dijaga. Keempat, FSA harus mampu menekan
tindak kriminal finansial. Untuk itu, perlu mitigasi risiko guna mencegah
berbagai kecurangan (fraud). Upaya itu sepatutnya lebih bersifat preventif
(ex-ante) daripada kuratif (ex-post). Dengan mencermati empat
fungsi FSA ini, sudah barang tentu OJK juga wajib memiliki minimal empat
fungsi tadi. Sesuai UU No 21/2011 tentang OJK, tujuan pembentukan OJK adalah
agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan bisa terselenggara secara
teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan
yang tumbuh berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat. Tugas utama OJK mengatur
dan mengawasi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal,
asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lain,
yakni pegadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor, perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan
dana masyarakat yang bersifat wajib. Sebelumnya OJK sudah
menerbitkan POJK No 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen yang
diundangkan pada 6 Agustus 2013 dan berlaku 6 Agustus 2014. Sayangnya dalam
melindungi konsumen, OJK ”hanya” fokus menjadi intermediasi antarpihak yang
bersengketa, yakni pelaku usaha jasa keuangan dan konsumen. Penyelesaian sengketa
hanya dilakukan dengan ganti kerugian finansial paling banyak Rp 500 juta
bagi perbankan, pasar modal, dana pensiun, asuransi jiwa, pembiayaan,
perusahaan gadai, atau penjaminan. Untuk asuransi umum, maksimal Rp 750 juta.
Dengan demikian, sesungguhnya OJK terlambat melakukan revisi aturan setelah
delapan tahun berlalu. Padahal, kasus demi kasus sudah sering bermunculan di
permukaan, mengakibatkan kerugian finansial konsumen hingga hari ini. Contohnya, kasus AJB
Bumiputera (gagal bayar), Antaboga Delta Sekuritas (penjualan reksa dana
fiktif), PT Tiga Pilar Sejahtera Food (AISA) (manipulasi laporan keuangan),
PT Minna Padi Asset Management (MPAM) (penjualan reksa dana dengan janji
imbal hasil tetap), PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP) (dugaan tindak pidana
pasar modal), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) (rencana reverse stock
tetapi dinilai janggal), dan PT Bank Mega Tbk (MEGA) (hilangnya deposito
nasabah) (ibid). Plus kasus PT Asuransi Jiwasraya yang belum tuntas hingga
detik ini. Saran
Bank Dunia Pada Desember 2014, Bank
Dunia menerbitkan kertas kerja ”Indonesia Diagnostic Review of Consumer
Protection and Financial Literacy”. Ada beberapa saran sebagai good
practices, yakni aturan perlindungan konsumen seharusnya menyediakan atau
paling tidak memberikan peran kepada sektor swasta, termasuk lembaga
konsumen. Unit pengawasan kehati-hatian
(prudential supervision) dan perlindungan konsumen tentang produk dan jasa
perbankan seharusnya juga terpisah. Menurut Bank Dunia, staf OJK saat ini
melakukan baik fungsi pengawasan kehati-hatian maupun perilaku pasar (market
conduct). Padahal, masing-masing fungsi itu memiliki tipe, keterampilan, dan
pendekatan yang berbeda. Terkait produk dan jasa
perbankan, Bank Dunia menekankan semua jasa finansial yang ditawarkan ke
konsumen harus sudah memperoleh izin regulator. Ini untuk menjamin keamanan
dan kenyamanan. Dalam memberikan
rekomendasi mengenai produk dan jasa ke konsumen, bank wajib menyampaikan
bahwa produk dan jasa itu sesuai dengan kebutuhan (needs) konsumen dan bukan
atas dasar keinginan (wants) konsumen. Demikian pula dalam menawarkan kredit
baru yang menambah jumlah utang konsumen, bank wajib melakukan analisis
sebagaimana mestinya. Untuk menghindari kesalahpahaman, pegawai bank yang
berkaitan langsung dengan konsumen atau memasarkan produk atau jasa perbankan
harus sudah menguasai aturan dan panduan kode etik. OJK perlu menjalin kerja
sama minimal dengan OJK negara-negara ASEAN, seperti Malaysia, Singapura,
Thailand, Filipina, dan Vietnam, dalam membangun dan mengembangkan aneka
upaya dalam melindungi konsumen. Sektor jasa keuangan juga harus mampu
menghadapi perubahan perilaku konsumen dalam melakukan transaksi keuangan
akibat disrupsi teknologi dan Covid-19. Beberapa bank mulai
melahirkan neo bank yang menyediakan layanan perbankan secara daring tanpa
jaringan fisik karena konsumen kini lebih suka melakukan transaksi finansial
berbasis teknologi. Bank perlu menciptakan
model bisnis baru layanan finansial berciri cepat, daring, mudah, tanpa
jaminan, tanpa tatap muka, dan minimal dokumen. Pada saat yang sama, mereka
juga harus mampu mengantisipasi potensi risiko teknologi berupa kegagalan
sistem, kerusakan perangkat keras dan lunak, virus komputer atau salah kirim. Terakhir, OJK wajib
meningkatkan kompetensi SDM lewat berbagai pelatihan. OJK menjadi tumpuan
harapan bagi jutaan konsumen untuk lebih mampu melindungi konsumen selain
sektor jasa keuangan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar