Jumat, 11 Juni 2021

 

Gelagat Pilpres 2024

J Kristiadi ;  Peneliti Senior CSIS

KOMPAS, 10 Juni 2021

 

 

                                                           

Bahan bakar ambisi kekuasaan menyulut pernyataan keras kader kepercayaan Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani, Bambang Wuryanto, yang menuduh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo terlalu berambisi mencalonkan diri untuk Pemilihan Presiden 2024 tanpa restu Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

 

Polemik kedua tokoh PDI-P tersebut menandai mulai panasnya mesin politik partai politik sejalan dengan kian dekatnya pergelaran politik Pemilu 2024. Konon, ketegangan itu merupakan percikan pergesekan berkepanjangan dan pelik di lingkaran terdalam ketua umum PDI-P karena setiap aktornya membangun struktur kekuatan di dalam partai.

 

Beruntung hal itu segera dapat diredam sehingga PDI-P tidak terjebak dalam turbulensi konflik internal yang berlarut-larut. Megawati yang kenyang berbagai pengalaman dan momen-momen nggetih, perjuangan berat yang harus dibayar dengan cucuran air mata, bahkan tetesan darah sebagaimana tragedi ”Kuda Tuli” 27 Juli 1996, menjadikan ia piawai mengelola konflik internalnya sehingga tidak eksesif.

 

Momentum politik tersebut dipergunakan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto untuk menegaskan strategi koalisi menjelang Pilpres 2024. Substansinya, PDI-P hanya akan berkoalisi dengan parpol yang mempunyai ideologi kebangsaan dan karena itu tidak akan berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

 

Sikap yang sama ditujukan kepada Partai Demokrat karena ia pun dianggap bukan partai ideologi, melainkan partai elektoral. Sementara PDI-P berideologi dan berbasis massa (Suara.com, 28/5/2021).

 

Pernyataan Sekjen PDI-P gayung bersambut dengan Sekjen Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno. Ia memastikan PAN tidak akan bergabung dengan parpol yang menamakan diri poros Islam, tetapi lebih memilih berkoalisi dengan parpol berprinsip kemajemukan. Poros Islam dinilai memberi dampak negatif karena memunculkan politik identitas dan sudah dirasakan pada Pilpres 2019 (Republika.co.id, 28/5/2021).

 

Melegakan

 

Pernyataan ideologis kedua tokoh tersebut sangat melegakan. Sekiranya kiprah kedua parpol tersebut dapat menghadirkan roh kebangsaan dalam Pilpres 2024. Makna semangat kebangsaan, menurut Bung Hatta, adalah hasrat saling merasakan sesama anak bangsa dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.

 

Mengobarkan spirit kebangsaan berarti para pemimpin negara, pemimpin pemerintahan, serta wakil rakyat wajib mempunyai kompetensi merasakan dan menghayati aspirasi serta pahit getir kehidupan rakyat yang telah memberikan mandat kekuasaan, kehormatan, dan martabat kepada mereka.

 

Para kandidat harus mendorong perdebatan publik agar mengembangkan ide-ide mulia yang lebih mengukuhkan rasa kebersamaan; bukan isu-isu yang berdasarkan doktrin dan semangat primordialistik. Dengan demikian, pemilu dapat menjadi instrumen membangun bangsa.

 

Gelagat lain adalah gagasan amendemen UUD 1945. Ide tersebut nuansanya sangat pragmatis, oportunistik, serta aroma hasrat kepentingan kekuasaannya sangat menyengat. Tujuan utamanya agar Presiden Joko Widodo diberi kesempatan maju sebagai capres ketiga kalinya. Naluri politik Jokowi merambat cepat.

 

Usulan yang seolah ingin meneguhkan keberhasilannya selama lebih kurang tujuh tahun terakhir sejatinya racun yang akan mengikis kedaulatan rakyat dan menggiring terwujudnya tatanan kekuasaan elektoral otoritarian, mirip rezim Orde Baru. Secara tegas dan kategoris, ia menolak akal-akalan tersebut. Melalui akun Twitter-nya, @jokowi, Senin (2/12/2019), ia menyeletuk, ”Usulan itu menjerumuskan saya.”

 

Hasil survei

 

Berdasarkan hasil survei beberapa lembaga yang kredibel, dapat dilakukan ekstrapolasi sejumlah pasangan bakal kandidat presiden dan wakilnya. Namun, yang menonjol akhir-akhir ini adalah gerak-gerik Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.

 

Peresmian patung Bung Karno di halaman Kementerian Pertahanan, Minggu (6/6/2021), dan rencana Universitas Pertahanan, yang secara fungsional dibina Kementerian Pertahanan, memberikan gelar Guru Besar Kehormatan pada 11 Juni 2021 kepada Megawati menandai relasi kedua ketua umum partai tersebut semakin intim.

 

Saling adu siasat yang dikemas secara simbolik memperkuat spekulasi publik bahwa kedua parpol tersebut akan membangun koalisi dalam Pemilu 2024, dengan jumlah dukungan parlemen di kisaran 35,8 persen (206 kursi dari 575 kursi DPR 2019-2024).

 

Sementara itu, parpol lain masih saling menjajaki dan mengatur kompromi kepentingan. Wacana publik menawarkan kemungkinan koalisi Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat; dukungan kursi di parlemen sekitar 28,3 persen (163 kursi), kandidatnya adalah Anies Baswedan dan Agus Harimurti Yudhoyono.

 

Tawaran lain, koalisi Partai Golkar, PKB, dan PAN, dukungan parlemen juga sekitar 32,5 persen (187 kursi), kandidatnya Ganjar Pranowo dan Yaqut Cholil Qoumas (Gus Yaqut). Koalisi terakhir ini tampaknya menjanjikan karena representasi kekuatan nasionalis dan religius yang menggambarkan kemajemukan rakyat Indonesia.

 

Pilpres 2024 adalah pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung yang kelima. Berbekal pengalaman empat kali pilpres, diharapkan rakyat Indonesia semakin cermat memilih, mengingat agenda ke depan masih dibayang-bayangi berbagai macam tantangan berat, antara lain memacu pertumbuhan ekonomi, mengatasi pandemi Covid-19, serta menata organisasi kekuasaan negara yang sangat rumit.

 

Rakyat tidak boleh menyerah dengan kandidat yang disodorkan parpol saja. Perlu berpartisipasi aktif sehingga Pilpres 2024 menghasilkan pimpinan nasional yang mempunyai kompetensi merasakan dan menjiwai keprihatinan rakyat; serta bersedia tekun melanjutkan karya-karya pendahulunya, disertai penyempurnaan apabila diperlukan.

 

Beberapa gelagat menjelang Pilpres 2024 cukup menjanjikan asalkan rakyat peduli dan aktif ikut serta menjadi bagian dari proses seleksi kepemimpinan nasional. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar