Kamis, 01 Agustus 2013

E-Keadilan untuk Rakyat

E-Keadilan untuk Rakyat
Jaya Suprana  ;   Rakyat Indonesia Pendamba Keadilan
          KOMPAS, 31 Juli 2013


Tanggal 19 Juli 2013, portal ”E-Keadilan untuk Rakyat” diresmikan Menteri Riset dan Teknologi Prof Dr Gusti M Hatta bersama Ketua Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Prof Dr Mahfud MD.
Peristiwa di auditorium Kementerian Riset dan Teknologi itu menjadi halaman awal sejarah dukungan resmi teknologi informasi untuk penegakan hukum dan keadilan di persada Nusantara.
Saya kagum dan berterima kasih atas kesigapan segenap laskar Kemenristek/ BPPT, yang atas provokasi Dr Ir Idwan Suhardi bukan cuma secara verbal menanggapi idaman saya tentang kehadiran e-keadilan di Indonesia, melainkan secara nyata dan bijak─ sesuai peribahasa perjalanan sejuta kilometer diawali sebuah langkah─ mengayunkan langkah perdana perjalanan panjang e-keadilan.
Situs jejaring ”E-Keadilan untuk Rakyat” adalah ayunan langkah perdana menuju perjalanan panjang e-keadilan.
Saya pribadi memang merindukan kehadiran e-keadilan sebagai upaya teknologis mendukung penegakan pilar-pilar hukum dan keadilan setelah menyaksikan betapa karut-marut bahkan porak-poranda suasana hukum di Tanah Air tercinta.
Tentu saya tidak perlu nyinyir berkisah tentang begitu berlimpahnya ratapan amanat penderitaan rakyat tertindas ketidakadilan hukum dan peradilan yang benar-benar mengingkari dua asas Pancasila: kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Alasanologis
Secara alasanologis bisa dikatakan ada aneka ketidakadilan hukum dan keadilan bukan hanya di Indonesia, melainkan juga di dunia.
Ketidakadilan memang sebenarnya mustahil dihadirkan oleh manusia yang berdaya pikir tidak sempurna. Makna keadilan memang menjadi nisbi akibat melekat pada dimensi siapa, bagaimana, kapan, dan di mana yang memustahilkan upaya mengonsepkan apalagi menyeragamkan makna obyektif keadilan.
Maka keputusan hakim yang paling adil pun sering ditafsirkan sebagai adil atau tidak adil oleh pihak penerima vonis ataupun pendakwanya. Mutu keadilan atau ketidakadilan vonis hakim memang nisbi terkait pada selera pihak penafsir. Misalnya hukuman penjara seumur hidup yang dijatuhkan oleh seorang hakim yang merasa adil bisa saja dianggap tidak adil oleh terdakwa yang menganggap terlalu berat ataupun oleh pendakwa yang menganggap terlalu ringan.
Seorang wartawan pasca-peresmian bertanya, apakah e-keadilan tidak mengganggu hakim. Pertanyaan tersebut tangkas dijawab oleh Mahfud MD, bahwa kita tidak perlu mengkhawatirkan e-keadilan karena apabila ditata-laksana secara tepat oleh manusia sebagai pengguna teknologi.
E-keadilan yang an sich sekadar merupakan teknologi alias alat belaka tentu potensial berdaya guna positif dan konstruktif. Sama halnya sebilah pisau apabila digunakan secara tepat dan benar potensial berdaya guna positif dan konstruktif.
Sehebat-hebatnya e-keadilan tetap ciptaan manusia, sementara seburuk-buruknya manusia tetap ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan sendirinya ciptaan manusia wajib diabdikan bagi kepentingan ciptaan Yang Maha Esa, bukan sebaliknya.
Maka e-keadilan sebenarnya hanya sekadar mendukung para hakim menunaikan tugas-bakti menegakkan hukum dan keadilan bagi rakyat.
Pertanyaan apakah e-keadilan akan mempersulit hakim sebenarnya cukup relevan dalam konteks bahwa e-keadilan memang potensial mempersulit hakim yang nakal.
Dengan kehadiran rambu-rambu data yang diawasi, dijaga, bahkan sampai batas tertentu dikendalikan oleh sistem e-keadilan dengan materi program mendukung penegakan hukum dan keadilan sekomprehensif mungkin, memang hakim nakal akan lebih sulit mengumbar kenakalannya.
Di sisi lain, sebenarnya e-keadilan potensial berperan sebagai bukan saja mendukung, tetapi juga menjadi pelindung hakim (yang tidak nakal) dalam mengambil keputusan.
Tanpa pandang bulu
Secara alegoris e-keadilan ideal berfungsi sebagai penutup mata dewi keadilan agar tidak pandang bulu dalam upaya menegakkan pilar-pilar keadilan. Suatu sistem e-keadilan yang sudah susah payah disiapkan karena memang tidak mudah membuat program yang lengkap dengan segenap parameter hukum sekaligus keadilan. Suatu sistem yang mempersempit peluang para penegak hukum berperan nakal ”pandang bulu”.
Seorang hakim (yang tidak nakal) bisa memperoleh perlindungan dari e-keadilan (yang tidak pandang bulu) dari tudingan dan tuduhan mengambil keputusan hukum secara tidak adil. Kehadiran e-keadilan yang bebas perangai pandang bulu membuat tidak mudah untuk menuduh suatu keputusan lembaga peradilan sebagai tidak adil.
Perjalanan menuju penghadiran e-keadilan bebas perangai pandang bulu tentu saja masih panjang dan sarat kemelut. Namun, bukan berarti kita tidak bisa. Selamat berjuang, para pejuang hukum dan keadilan Indonesia!

Merdeka!  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar