Kamis, 18 April 2013

Mencegah Kekacauan UN


Mencegah Kekacauan UN
Zainal Asikin   Ketua Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Mataram 
REPUBLIKA, 17 April 2013


Tahun ini terjadi kekacauan yang menyebabkan tertundanya pelaksanaan ujian nasional (UN) di 11 provinsi.

Kekacauan itu bila ditelisik lebih lanjut diakibatkan oleh kesalahan dari percetakan yang mencetak naskah soal UN. Percetakan naskah soal UN untuk wilayah timur ini dimenangkan oleh sebuah perusahaan percetakan di Jawa Barat (dengan tender terbuka). Dapat dibayangkan jika sebuah perusahaan nun di Jawa Barat harus bekerja mencetak soal, melakukan pengepakan, kemudian harus mendistribusikannya ke wilayah-wilayah yang jauh di pelosok Indonesia timur.

Kekacauan pelaksanaan UN sebenarnya sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Jadi, inti persoalan yang terjadi pada kekacauan pelaksanaan UN adalah pada penggandaan/pencetakan serta pada pendistribusian soal oleh sebuah perusahaan yang memenangi tender yang letaknya sangat jauh dari lokasl ujian.

Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa pencetakan naskah soal ujian UN harus dilakukan oleh perusahaan yang jauh dari lokasi ujian? Jawabnya, karena penentuan perusahaan yang akan mencetak naskah UN dilakukan dengan cara pelelangan umum sebagaimana diatur perpres. Dengan dasar hukum normatif, maka tidak mustahil percetakan yang memenangkan tender adalah perusahaan yang amat jauh dari lokasi pelaksanaan ujian sehingga akan mengakibatkan terhambatnya distribusi soal ke pelosok-pelosok Tanah Air.
Perpres memberikan ruang bagi pejabat pembuat komitmen atau panitia pengadaan barang dan jasa untuk melakukan penunjukan langsung terhadap perusahaan yang akan melakukan pencetakan naskah ujian dengan mengacu pada Pasal 38 Perpres No 70 Tahun 2012, yaitu sepanjang menyangkut keamanan negara, rahasia negara, dan kepentingan umum. Akan tetapi, tidak satu pun penyelenggara negara berani melakukan penafsiran yang lebih luas terhadap terminologi "keamanan negara, rahasia negara, dan kepentingan umum" karena naskah ujian negara tidak terang-terangan dimasukkan sebagai rahasia negara yang dimaksud. 

Pembaruan Hukum

Sebagaimana diketahui selama ini KPK, kejaksaan, dan hakim Tipikor di Indonesia memiliki pandangan yang sangat normatif (positivis), sehingga siapa saja yang melakukan penyimpangan dari perpres dalam pengadaan barang dan jasa harus dianggap sebagai tindakan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang. Tidak peduli apakah penyimpangan itu dilakukan demi kepentingan umum atau tidak, apakah dalam keadaan darurat atau tidak. 

Ada seorang pejabat di NTB yang saya tahu benar sangat jujur, hidup dengan serba kekurangan, bahkan sampai mati-hidup di rumah kontrakan, tetapi harus masuk penjara dan meninggal dalam tahanan akibat keliru menafsirkan makna kepentingan umum sehingga melakukan penunjukan langsung terhadap proyek pembangunan rumah para transmigran yang dianggap mendesak.
Hukum oleh para penegak hukum saat ini dipandang sebagai norma yang kaku yang tidak boleh 
ditafsirkan lain. Padahal, di saat bersamaan (saat ini) para pemangku kepentingan, para menteri, para pelaksana di lapangan diharapkan untuk bertindak cepat dalam mengatasi masalah yang rumit, seperti UN.

Penegak Hukum sepertinya lupa akan suatu mazhab terkenal dari Jeremy Bentham, yaitu utilitarianisme (utilitarianism), bahwa tujuan hukum adalah untuk kemanfaatan. Kriteria untuk menentukan baik-buruknya suatu perbuatan adalah the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang terbesar. Perbuatan yang sempat mengakibatkan paling banyak orang merasa senang dan puas adalah perbuatan yang terbaik. Utilitarianisme sebagai bagian konsep dasar etika teraplikasi dalam dasar-dasar pemikiran ekonomi.

Menurut Weiss terdapat tiga konsep dasar mengenai utilitarianisme. Pertama, suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu membuat hal terbaik untuk banyak orang yang dipengaruhi oleh tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan.

Kedua, suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika terdapat manfaat terbaik atas biaya-biaya yang dikeluarkan dibandingkan manfaat dari semua kemungkinan yang pilihan yang dipertimbangkan.

Ketiga, suatu tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan yang secara moral adalah benar jika tindakan atau perbuatan atau pengambilan keputusan itu secara tepat mampu memberi manfaat, baik langsung ataupun tidak langsung, untuk masa depan setiap orang dan jika manfaat tersebut lebih besar daripada biaya dan manfaat alternatif yang ada.

Berdasarkan ajaran di atas, jelaslah bahwa apabila dengan pelelangan umum menimbulkan kekacauan, mengapa tidak diakukan penunjukan langsung perusahaan penggandaan soal UN untuk mencegah terjadinya malapetaka seperti sekarang ini? Hal ini bisa dilakukan dengan cara DPR mengajak KPK, menteri pendidikan, jaksa agung, kapolri, dan Mahkamah Agung untuk duduk satu meja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar