Proyek
Mematisurikan Koperasi
Sri Palupi ; Ketua Institute for Ecosoc Rights;
|
KOMPAS,
02 November 2012
Perserikatan Bangsa-Bangsa
menetapkan tahun 2012 sebagai tahun koperasi internasional. Deklarasi PBB
tentang Pembangunan Berkelanjutan di Rio de Janeiro, Brasil, pada Juni lalu
juga mengakui koperasi sebagai kunci pembangunan berkelanjutan. Pengakuan ini
didasari oleh kenyataan, koperasi telah berperan dalam mengurangi kemiskinan,
menciptakan pekerjaan, mendorong integrasi sosial, dan mewujudkan globalisasi
yang adil.
PBB
memperkirakan, setengah jumlah penduduk dunia terjamin hidupnya oleh
perusahaan-perusahaan koperasi. Koperasi terbukti mampu menciptakan pekerjaan
20 persen lebih banyak dari yang diciptakan korporasi internasional.
Ketika
dunia mengakui pentingnya koperasi bagi pembangunan berkelanjutan, Indonesia
justru menggalakkan proyek mematisurikan koperasi.
Pada
Agustus lalu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengeluarkan Surat
Edaran Nomor 90/M.KUKM/ VIII/2012 tertanggal 16 Agustus 2012 tentang Revitalisasi
Badan Usaha Koperasi dengan Pembentukan Usaha PT/CV. Dengan kebijakan ini
pemerintah hendak mengorporasikan koperasi. Padahal, koperasi berprestasi
global justru koperasi yang tak pernah meninggalkan jati dirinya. Upaya
mengorporasikan koperasi kian nyata dengan disahkannya UU Perkoperasian oleh
DPR, 18 Oktober lalu. UU yang ditujukan untuk mewujudkan demokrasi ekonomi
substansinya justru antidemokrasi. Pemerintah dan DPR mengkhianati gerakan
koperasi yang diamanatkan konstitusi.
UU
perkoperasian dibuat dalam rangka revitalisasi peran koperasi dalam
perekonomian nasional. Celakanya, substansi revitalisasi tak lain adalah
korporatisasi yang memperdaya koperasi. Indikasinya, pertama, definisi
koperasi mengingkari prinsip koperasi sejati. Koperasi didefinisikan
pertama-tama sebagai badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau
badan hukum koperasi. Padahal, koperasi sejati adalah perkumpulan otonom dari
orang-orang yang secara sukarela bekerja sama. Dikedepankannya badan hukum
hanya berpotensi menambah jumlah koperasi tanpa jaminan kualitas.
Kedua,
UU membuka peluang koperasi diurus oleh yang bukan anggota tanpa ada
pembatasan proporsi jumlah dan perannya. Artinya, UU membuka peluang koperasi
dikelola sepenuhnya oleh yang bukan anggota. Ini jelas bertentangan dengan
prinsip koperasi. Memang dimungkinkan ada pengurus dari luar anggota. Hanya
saja proporsi dibatasi dan perannya terbatas hanya untuk mendinamisasi
koperasi. Tanpa ada pembatasan proporsi dan peran, terbuka peluang koperasi
jadi lahan korupsi alias ”kuperasi”.
Ketiga,
pengawas diberi peran sangat besar, termasuk mengusulkan dan memberhentikan
pengurus. Peran anggota dalam mengendalikan koperasi dibatasi. Anggota
kehilangan hak untuk mengusulkan pengurus karena rapat anggota hanya memilih
dan mengangkat pengurus yang diusulkan pengawas. Terbuka peluang pengurus dan
pengawas ber-KKN.
Keempat,
UU membuka peluang intervensi pihak luar, termasuk pemerintah dan pihak
asing, melalui permodalan. Modal koperasi ditetapkan berasal dari setoran
pokok dan sertifikat modal koperasi, hibah, termasuk dari pihak asing, modal
penyertaan, modal pinjaman, dan sumber lain. Tak ada pembatasan proporsi dana
dari pihak luar dan ketentuan yang menjamin otonomi koperasi. Revitalisasi semacam
ini tak sesuai prinsip koperasi sebagai perkumpulan orang-orang yang menolong
diri sendiri dengan usaha bersama yang dikendalikan anggotanya.
Kelima,
mempertahankan Dewan Koperasi Indonesia sebagai wadah tunggal gerakan
koperasi. Salah satu tugas Dewan Koperasi Indonesia adalah mewakili dan
bertindak sebagai juru bicara gerakan koperasi. Logika pemberdayaan koperasi
melalui wadah tunggal sungguh sebuah pembohongan dan antidemokrasi. Bagaimana
koperasi bisa berdaya kalau hak bersuaranya diambil alih dan hak
berorganisasinya dikebiri? Koperasi juga dipaksa membeli kucing dalam karung.
UU menetapkan bahwa tujuan, keanggotaan, susunan organisasi, dan tata kerja
Dewan Koperasi Indonesia diatur dalam anggaran dasar dan anggaran dasar
disahkan pemerintah. Tak ada ketentuan yang menjamin koperasi sejati
dilibatkan dalam penyusunan anggaran dasar. Tak terjamin pula hak koperasi
sejati untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Koperasi Indonesia.
Dewan
Koperasi Indonesia sebagai wadah tunggal gerakan koperasi berpotensi menjadi
alat mengendalikan koperasi dan menciptakan proyek dengan dalih pemberdayaan
koperasi. Sebab, kegiatan dewan koperasi dibiayai dari APBN/APBD, iuran wajib
anggota, sumbangan, dan bantuan tak mengikat, hibah, dan perolehan lain. Juga
ditetapkan adanya pembentukan dana pembangunan untuk mendorong pengembangan
Dewan Koperasi Indonesia.
Sulit
untuk tak menuduh, dengan UU ini koperasi hendak dijauhkan dari jati dirinya
dan dipakai sebagai alat kekuasaan. Jangan lupa, dewan koperasi pada masa
Orde Baru kepengurusannya didominasi koperasi tentara. Lagi pula pengembangan
koperasi dengan sistem wadah tunggal sudah terbukti gagal. Berdasarkan data
Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia, lebih dari 70 persen
koperasi di Indonesia tinggal papan nama, 23 persen mati suri, dan sisanya
koperasi mandiri yang justru tak banyak mendapatkan sentuhan kebijakan dan
fasilitas pemerintah. Daftar 300 koperasi berprestasi global yang dirilis
International Co-operative Alliance 2011 juga menunjukkan, Indonesia tak
masuk daftar penyumbang koperasi berprestasi. Indonesia kalah jauh dari
Malaysia dan Singapura yang mampu menyumbang terhadap 300 koperasi terbaik
dunia. Padahal, Indonesia punya kementerian dan dewan koperasi.
Koperasi
di Indonesia masih dipandang sebelah mata. Padahal, di Amerika, 25 persen
warganya anggota koperasi, Jepang (sepertiga jumlah warga), Kanada (40
persen), Malaysia (27 persen), Singapura (50 persen). Koperasi kian jadi
tumpuan masyarakat internasional dalam mengatasi ketidakadilan pasar. Sekadar
contoh, di Amerika korporasi listrik hanya mau melayani masyarakat kota,
sementara koperasi listrik melayani masyarakat desa dan kota di 47 negara
bagian dan 18,5 juta perusahaan.
Di
Jepang dan China, koperasi pertanian dengan jaringan bisnisnya jadi andalan
memperkuat perekonomian. Bank koperasi pertanian masuk dalam deretan lima
besar bank di Jepang. Bank terbaik negara maju, seperti Perancis, Inggris,
Kanada, adalah bank koperasi. Bank koperasi Credit Agricole di Perancis,
Akhir
kata, berkat koperasi, petani di sejumlah negara kian sejahtera. Sementara
petani Indonesia belum jelas nasibnya. Apa yang dikatakan Bung Hatta
mendapatkan konteksnya, ”Makmur koperasinya makmurlah bangsanya; rusak
koperasinya rusaklah bangsanya”. Koperasi di Indonesia sudah direduksi
sekadar sebagai badan usaha (kecil) di bawah urusan Kementerian Koperasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar