|
Opini
Pararasional Audit Hambalang
Gunawan Witjaksana ; Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi
(Stikom) Semarang
|
SUARA
MERDEKA, 12 November 2012
|
BADAN Pemeriksa Keuangan (BPK)
telah menyelesaikan audit investigasi tahap pertama terkait kasus dugaan
korupsi pada pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga
Nasional di Bukit Hambalang Sentul Kabupaten Bogor Jawa Barat. Hasil
pemeriksaan itu antara lain menunjukkan ada risiko kerugian negara Rp 243,6
miliar. Jumlah tersebut sangat besar dan berlawanan arah dengan kondisi
masyarakat akar rumput yang kian hari kian sulit.
Kabar yang ditunggu-tunggu itu pun akhirnya ter-blow up oleh berbagai media, dan makin menghangatkan atmosfer politik Tanah Air yang baru saja gaduh, antara lain oleh ’’sengatan’’ (meminta istilah MetroTV) Dahlan Iskan soal dugaan pemerasan BUMN oleh anggota DPR, termasuk hiruk-pikuk konflik horizontal, dan kembali aktifnya beberapa kelompok teroris dengan modus serta kadar yang makin mengkhawatirkan. Selain itu, janji Ketua KPK Abraham Samad yang ter-blow up berbagai media, beberapa saat setelah dilantik bahwa dia akan secepatnya menyelesaikan kasus-kasus besar korupsi yang menyita perhatian publik, tentu membuat ekspektasi masyarakat terus meningkat. Dari sisi public relations, janji Abraham tentu segera harus dibuktikan ketika dia secara khusus, dan KPK, tidak mau kehilangan kredibilitas. Bagaimanapun janji yang sudah terapresiasi, harus dipenuhi melalui tindakan konkret sesuai yang pernah diucapkan. Bila tidak, selain akan menurunkan kredibilitas, juga membuat masyarakat frustrasi. Pertanyaannya, akankah hasil audit BPK terkait kasus Hambalang yang telah ter-blow up media dan meningkatkan harapan masyarakat untuk segera dituntaskan KPK dapat segera diwujudkan? Upaya apa yang sebaiknya dilakukan komisi antikorupsi itu untuk menuntaskan masalah tersebut, dan persoalan besar lainnya? Opini Pararasional Sesuatu yang luar biasa, termasuk hasil audit BPK terkait kasus Hambalang tentu menarik perhatian media, terkait fungsi mediasi yang diembannya. Masyarakat sebagai pengakses media tentu akan menanggapi, dan terjadilah opini publik, yang arahnya tentu akan dipengaruhi oleh pemberitaan media dan opini para cerdik pandai yang ter-blow up media pula. Bila dikaitkan dengan kemampuan media sebagai ajang interaksi dan komunikasi pararasional, bisa saja opini yang terbentuk juga opini pararasional. Terkait hal itulah kecepatan dan ketepatan KPK menangani kasus tersebut, termasuk kasus-kasus besar lain, sembari terus menginformasikan secara jujur, informatif, dan komprehensif melalui media, perlu terus dilakukan, dengan harapan masalah itu terselesaikan secara tuntas. Bila itu terjadi maka opini mayoritas yang positif terkait KPK akan terbentuk. Demikian pula bila sebaliknya yang terjadi. KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi yang paling dipercaya sekaligus tumpuan harapan masyarakat, senantiasa perlu terus meningkatkan kinerja dan menyisihkan berbagai gangguan yang kurang penting. Dengan melakukan penajaman maka seluruh tenaga dan pikiran bisa dipakai untuk menyelesaikan masalah-masalah yang besar dan mendesak. Komisi antikorupsi itu harus terus bekerja sama dengan berbagai media dan para pegiat antikorupsi, agar apa yang telah dikerjakan dan diselesaikan selalu terkomunikasikan lewat media, dan terapresiasi oleh pegiat antikorupsi, sehingga dukungan masyarakat pun makin meluas. KPK pun tentu harus menindaklanjuti berbagai temuan yang mereka miliki terkait Hambalang, dan melengkapi dengan temuan BPK, sehingga diharapkan kasus itu makin jelas siapa yang diduga terlibat dan selanjutnya menyelesaikan sesuai dengan tugas dan kewenangan yang dimiliki. KPK perlu mengurangi penyampaian pernyataan kepada masyarakat melalui media, karena justru bisa berubah menjadi gangguan kontraproduktif bila pernyataan tersebut dianggap merugikan pihak lain. Pepatah lama melakukan tapa bisu dan mengutamakan rame ing gawe, akan jauh lebih baik dan produktif. Mengurangi apa yang oleh sejumlah kalangan disebut sebagai obral pernyataan yang kadang justru berdampak disfungsional. Akan lebih baik bila mengganti dengan penginformasian kinerja yang sedang atau telah diselesaikan, yang jauh lebih bermanfaat sekaligus fungsional. Harapannya, audit BPK terkait kasus Hambalang bisa menjadi pintu masuk penguatan kembali kredibilitas KPK, sekaligus penyemangat untuk menyelesaikan kasus-kasus besar lain, yang selama ini ditunggu penyelesaiannya oleh masyarakat, dengan cara terus mencari informasi melalui berbagai media. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar