Selasa, 13 November 2012

Satgas Khusus Antikorupsi


Satgas Khusus Antikorupsi
Herie Purwanto ;  Dosen Kriminologi Fakultas Hukum
Universitas Pekalongan (Unikal)
SUARA MERDEKA, 12 November 2012



SALAH seorang penyidik KPK yang berasal dari kepolisian, Kompol Hendi Kurniawan mundur dari KPK dan memilih kembali bergabung dengan Mabes Polri. Yang menarik dari pilihan sikap perwira itu, yang bertugas lebih dari 4 tahun di komisi antikorupsi, adalah keinginan untuk tetap menangani kasus korupsi setelah kembali ke korpsnya. Dia beryakinan di tubuh kepolisian masih banyak sosok idealis, yang siap memberantas korupsi tanpa tebang pilih. Hendi berharap suatu saat Polri memiliki badan khusus yang menangani kasus korupsi, dan langkah badan itu sinergis dengan kinerja KPK (SM, 07/11/12).

Pernyataan dan harapan Hendi tentu bukanlah sekadar harapan, terlebih bila dikaitkan dengan belum maksimalnya peran dari lembaga internal Polri yang bertugas khusus menangani kasus korupsi, setingkat direktorat, di bawah Bareskrim Mabes Polri. Realitasnya, lembaga itu belum setara dengan Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri, yang gebrakannya dalam pemberantasan terorisme telah diakui dunia internasional. Mabes Polri seharusnya mengambil langkah strategis untuk merealisasikan gagasan peningkatan status kelembagaan internal dalam pemberantasan korupsi. Mengapa? Data Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data tren korupsi 2012 semester pertama, yang menyebut kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 1,22 triliun. 

Dari kerugian negara sebesar ini, Mabes Polri merilis pihaknya berhasil menyelamatkan uang negara Rp 190 miliar dari kasus yang ditangani sepanjang 2012. Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar, dari tahun 2011 hingga September 2012 Bareskrim Mabes Polri menangani 1.651 kasus korupsi. Adapun pada 2012 hingga September lalu jumlah kasus korupsi yang ditangani Polri 885, 329 di antaranya sudah dinyatakan berberkas lengkap, atau sering disebut P21. Terkait dengan kerugian negara akibat korupsi yang kini ditangani Polri, uang yang bisa diselamatkan ke kas negara sebesar Rp 190.000.424.900. Bila dipersentasekan dengan kuantitas kerugian negara yang bisa dikembalikan, Mabes Polri berperan sekitar 1/10%. Sisanya, ditangani oleh KPK dan kejaksaan.

Dari fakta ini, dan dengan membuat suatu komparasi atau perbandingan bahwa tindak pidana korupsi berada satu kategori sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime), sama halnya dengan tindak pidana terorisme dan narkotika maka sudah seharusnya Mabes Polri mempercepat dan merealisasikan pembentukan Satgas Khusus Antikorupsi ini. Bukankah terhadap kejahatan yang luar biasa, yaitu tindak pidana narkotika, sudah dibentuk lembaga khusus, yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN)?

Butuh Keseriusan

Bisa jadi, peningkatan status kelembagaan internal yang sekarang dalam wadah Bareskrim Mabes Polri terkendala oleh faktor-faktor nonteknis, bukan faktor teknis. Pasalnya dari segi profesionalisme atau kemampuan sumber daya manusia, banyak penyidik Polri yang sudah teruji mampu menangani kasus besar korupsi, yang menyita perhatian publik. 

Lebih-lebih wadah baru ini, mengakomodasi sejumlah penyidik Polri yang pernah bertugas di KPK. Pengetahuan yang diperoleh selama bertugas di komisi antikorupsi tersebut pasti bisa memperkuat barisan Satgas Khusus Antikorupsi. Mungkin publik skeptis terhadap kemungkinan merealisasikan Satgas Antikorupsi di Mabes Polri, hanya mendasarkan pada keterbelengguan beberapa kasus, seperti pengusutan rekening gendut perwira Polri yang sampai sekarang dinilai oleh beberapa pihak masih berjalan di tempat,  bahkan berkesan dipetieskan. Ini menjadi faktor nonteknis yang bisa diperkirakan sebagai penghambat.

Saat ini kendati banyak perwira polisi yang idealis dan berintegritas tinggi, mereka masih berada dalam tataran kepangkatan yang tidak memungkinkan membuat suatu kebijakan yang jelas-jelas bisa memberi warna baru bagi kepolisian. Seandainya pembentukan Satgas Antikorupsi Mabes Polri terealisasi dan kinerja mereka didukung  anggaran yang memadai dan personel  berkualitas, kiprah satgas ini akan sehebat atau setara Densus 88 Anti Teror.

Dukungan dari berbagai pihak sangat diharapkan, karena secara terbuka sebenarnya semangat pemberantasan korupsi di internal kepolisian sudah digelorakan sejak era Kapolri Jenderal Sutanto yang diwariskan ke penggantinya, hingga Kapolri Jenderal Timur Pradopo yang memasukkan pemberantasan korupsi sebagai salah satu kebijakan utama Mabes Polri.

Jadi, harus menunggu apa lagi? Masyarakat membutuhkan keseriusan penegakan hukum dalam memerangi korupsi yang nyata-nyata telah menyengsarakan jutaan rakyat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar