Kamis, 22 November 2012

Koperasi Soko Guru Layanan Kesehatan


Koperasi Soko Guru Layanan Kesehatan
Zaenal Abidin ;  Ketua Umum Terpilih Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia 
SINDO, 22 November 2012


Peranan koperasi dalam suatu sistem ekonomi Indonesia sangat penting dan memiliki dasar konsitusional yang sangat kuat. 

Pasal 33 UUD 1945, khususnya ayat 1, yang berbunyi, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.Penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa bangunan usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi. Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta,acap mengemukakan bahwa koperasi itu bukanlah sebuah lembaga yang antipasar atau nonpasar dalam masyarakat tradisional.Koperasi bagi Bung Hatta adalah sebuah lembaga self-help lapisan masyarakat tidak mampu, lemah atau rakyat kecil untuk bisa mengendalikan pasar.

Karena itu koperasi harus bekerja dalam sistem pasar, dengan cara menerapkan prinsip efisiensi. Koperasi juga bukan sebuah kelompok eksklusif, tetapi ia terbuka untuk melayani yang bukan anggota, dengan maksud untuk menarik mereka menjadi anggota koperasi. Harapannya, setelah merasakan manfaat berhubungan dengan koperasi ia akan bergabung menjadi anggota.

Dengan cara itulah sistem koperasi akan mentransformasikan sistem ekonomi kapitalis yang tidak ramah atau bahkan kejam kepada pelaku ekonomi kecil melalui persaingan bebas, menjadi sistem yang lebih ramah, bersandar pada kerja kolektif dan kolaboratif berjejaring atau koperasi,tanpa menghancurkan pasar yang kompetitif itu sendiri. Tujuan koperasi bukanlah mencari laba yang sebesarbesarnya, melainkan melayani kebutuhan bersama dan wadah partisipasi pelaku ekonomi skala kecil.

Namun,bukan berarti bahwa koperasi itu identik dengan usaha skala kecil, sebagaimana pemahaman kita selama ini karena terpengaruh oleh nama Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Karena itu tujuan koperasi berbeda dengan tujuan kapitalisme. Bagi kapitalisme, produksi adalah melayani tujuan kapital, yaitu keuntungan sebesar- besarnya.Sedangkan,seperti kita ketahui, para kapitalis punya kekuasaan penuh untuk memutuskan penggunaan kapital mereka agar melahirkan keuntungan.

Pada level kekuasaan negara, karena negara menganut logika kapital, kekuasaan paling dominan dalam kebijakan ekonomi adalah para kapitalis. Bila kita kembali tengok konstitusi kita, dalam UUD 1945, khususnya Pasal 33 UUD 1945, prinsip pengelolaan ekonomi kita mestinya menganut “demokrasi ekonomi”. Tampak sekali bahwa sistem ekonomi kapitalisme tidak seiring sejalan dengan konstitusi kita. Pada hampir bersamaan, Bung Hatta juga mengulas soal demokrasi ekonomi ini.

Demokrasi ekonomi menurut Bung Hatta adalah “kerakyatan-ekonomi” atau “kesamarasaan ekonomi dan kesamarataan ekonomi”. Bagi Bung Hatta, sistem ekonomi laissez-faire, dengan semangat free enterprise-nya, tidak cocok dengan cita-cita masyarakat adil dan makmur.Pasalnya, di mata Bung Hatta, sistem ini akan menyebabkan si kaya bertambah kaya dan si miskin bertambah melarat. Bung Karno dan Bung Hatta tidak setuju jika kapitalisme merajalela. Rumusan dua tokoh utama pendiri Republik Indonesia ini, juga tokoh-tokoh pendiri bangsa lain, terjabarkan dengan baik dalam Pasal 33 UUD 1945.

Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 sangat gamblang mengurai prinsip demokrasi ekonomi itu: “Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya.”

Karena itu, jika kita menelusuri kembali sejarah pendirian negara kita, konsep kepemilikan sosial sangat diakui. Dalam konstitusi kita, khususnya Pasal 33 UUD 1945, terdapat pengakuan terhadap model kepemilikan sosial itu. Karena itu jika bangsa Indonesia konsisten berpegang pada Pasal 33 UUD 1945, privatisasi tidak punya tempat di Indonesia.

Selain itu, keserakahan dan ketamakan, yang merupakan ciri mendasar sistem yang mengejar keuntungan, juga tidak perlu muncul di bumi Nusantara ini. Pasal 33 UUD 1945 ayat (2) yang berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Di sini, negara hanya bertindak sebagai fasilitator yang bertugas mengatur pendistribusian kekayaan sosial itu. Kepemilikan sosial juga diberlakukan terhadap kekayaan alam.

“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” tertulis pada Pasal 33 UUD 1945 ayat 3. Dengan demikian, konsep ekonomi Pasal 33 UUD 1945 adalah konsep ekonomi yang membatasi keleluasaan kapital. Memang, dalam derajat tertentu, kepemilikan pribadi dan swasta diakui. Akan tetapi, yang boleh dikuasai swasta hanya pada sektor yang tidak menguasai hajat hidup rakyat. Karena itu kepemilikan swasta itu tidak boleh mendatangkan eksploitasi atau pengisapan. Bung Hatta sendiri pernah membuat tulisan berjudul “Kolektivisme Tua dan Baru”.

Bung Hatta menerangkan bahwa bangsa Indonesia sudah sejak lama mengenal sistem kepemilikan bersama. Lebih jelasnya, dalam soal tanah, misalnya dikenal istilah kepemilikan komunal atau kepemilikan desa. Dalam proses berproduksi pun, kata Bung Hatta, bangsa Indonesia mengenal kolektivisme yang disebut “tolong-menolong” atau “gotong-royong”. Menurut Bung Hatta, model tolong-menolong itu dapat diteruskan hingga zaman modern, antara lain, dengan mengadakan koperasi-produksi. 

Koperasi Dokter Indonesia 

Kini pelaku usaha fasilitas kesehatan di Indonesia dimiliki oleh pemerintah, TNI/Polri, BUMN,dan swasta. Harapan ke depan, fasilitas layanan primer berupa klinik-klinik (swasta) dapat digerakkan berdasarkan semangat koperasi. Perwujudan keadilan sosial kesehatan akan semakin menemukan jati dirinya jika ditopang oleh gerakan nasional koperasi yang memiliki prinsip gotong-royang dan kepemilikan bersama.

Gerakan yang berasaskan kekeluargaan ini diharapkan menjadi lokomotif dan “soko guru” dalam pembinaan dan pengembangan jejaring fasilitas kesehatan di Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 33 (1) UUD 1945. Integrasi kesetiakawanan sosial dalam Jaminan Sosial Kesehatan Nasional serta sistem kekeluargaan dalam Gerakan Koperasi Dokter Indonesia merupakan persenyawaan ideal untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan sosial kesehatan. 

Karena itu gerakan koperasi dokter Indonesia adalah salah satu kunci yang paling baik untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dokter dalam membangun pelayanan kesehatan di Indonesia. Karena itu pula harus dibangun semangat bersama para dokter dan seluruh profesional kesehatan Indonesia untuk menjadi pemilik dan bekerja di jejaring fasilitas kesehatan miliknya sendiri. 

Pelayanan kesehatan yang merata dan berkeadilan sosial serta mengutamakan gotongroyong dan kekeluargaan dapat menjamin terciptanya “rakyat sehat walfiat dan dokter hidup bermartabat.” Karena itu tidaklah salah jika kemudian dikatakan gerakan koperasi sebagai soko guru dalam pembangunan fasilitas layanan kesehatan di Indonesia. Yakin usaha sampai. Salam sehat Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar