|
Kemenangan
Obama, Peluang Indonesia
Kentos Artoko ; Wartawan Suara Karya
|
SUARA
KARYA, 09 November 2012
|
Hasil
pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) menunjukkan Barack Obama dari Partai
Demokrat yang juga petahana, mampu mengungguli seterunya Mitt Romney yang
diusung oleh Partai Republik dengan perbedaan suara yang sangat tipis. Lalu,
peluang apa yang bisa diambil oleh Indonesia dengan kemenangan Obama itu?
Secara
statistik, AS di bawah Obama telah berhasil menunjukkan kemajuan dalam bidang
ekonomi. Data dari Dana Moneter Internasional (IMF) menunjukkan, di bawah
kepemimpinan Obama, jumlah pengangguran menurun dari 9 persen (2011), 8,1
persen (2012) dan prediksi 7,9 persen pada 2013 mendatang. Pertumbuhan
ekonomi pun mengalami peningkatan dari 2,1 persen (2012) dan pada 2013
mendatang bisa 2,4 persen.
Melalui
data tersebut, harus diakui bahwa Obama masih harus terus berjuang untuk
mengembalikan posisi perekonomian AS pada tingkatan atau level yang jauh
lebih baik. Krisis moneter yang melanda Eropa juga memberikan imbas buruk
terhadap ekspor AS ke kawasan ini yang secara langsung memberikan efek
negatif perolehan negara.
Dari
sisi utang luar negeri, tingginya beban utang yang harus ditanggung
Pemerintah AS dibandingkan dengan perolehan negara, turut memengaruhi
berbagai kebijakan dalam sektor moneter yang berbuntut tidak stabilnya nilai
tukar greenback (dolar)
Kekuatan
ekonomi domestik tentu saja sangat berpengaruh terhadap penerapan sistem
politik luar negeri yang akan ditempuh oleh AS untuk mengamankan sejumlah
kepentingannya di berbagai kawasan. Melalui sejumlah rencana yang dilontarkan
Obama, tersirat bahwa AS akan jauh lebih realistis dalam melaksanakan
kebijakan politik luar negerinya.
Di
Timur Tengah, dominasi pengaruh AS terhadap seluruh negara di jazirah ini
hanya tinggal menunggu waktu saja. Iran dan Suriah yang hingga kini masih
belum bisa "ditaklukan", lambat tapi pasti bakal bisa dikuasai.
Berbagai
tekanan dalam bidang ekonomi dan politik telah dilancarkan AS beserta
sekutu-sekutunya. Embargo ekonomi pun sudah dicanangkan terhadap kedua negara
itu.
Tumbangnya
beberapa rezim, seperti Libia, Yaman dan Mesir yang selama ini menjadi 'duri
dalam daging' telah memudahkan negeri Paman Sam untuk jauh lebih dalam lagi
menancapkan kuku dan pengaruhnya. Politik hegemoni dan superioritas yang
dianut oleh AS selama ini memang masih terus dijalankan oleh Obama, namun
dilakukan dengan sangat hati-hati dan tidak mencolok. Kekuatan oleh militer
di tiap regional terus dipertahankan dan ditambah.
Untuk
kawasan Asia, kendala utama AS untuk menguasai wilayah ini terletak pada
superioritas China. Sebagai satu entitas negara, China kini berubah menjadi
satu kekuatan industri, militer dan ekonomi yang paling mapan di dunia.
Pertumbuhan
ekonominya yang mencapai 8 persen mampu membuat negeri Tirai Bambu ini
sebagai penguasa dunia dalam bidang ekonomi. Betapa tidak, hampir 80 persen
surat utang yang dilempar oleh AS ke pasar keuangan dunia, diborong habis
oleh China.
Oleh
karena itu, secara tidak langsung, AS kini berada di bawah pengaruh yang
sangat luar biasa dari China, apabila tidak ingin kembali pada jurang krisis
moneter yang jauh lebih dalam lagi.
Kekuatan
militer China yang juga terus berkembang, mengakibatkan politik hegemoni dan
dominasi geopolitik China makin melebar di kawasan Asia Tenggara.
Perseteruan
antara Filipina-Kamboja soal Teluk Beting yang mengakibatkan ketidakmampuan
Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) menghasilkan komunike bersama,
Juli lalu telah menimbulkan sedikit faksi dalam tubuh organisasi ini.
Kamboja
yang didukung China, serta Filipina yang didukung AS terus berseteru dengan
tajam. Buntutnya, China melarang ekspor pisang Filipina ke negeri Tirai Bambu
itu yang mengakibatkan kerugian besar dalam perolehan devisa Filipina, karena
pisang merupakan andalan ekspor dan China adalah satu-satunya tujuan ekspor
Filipina.
Perseteruan
lain yang hingga kini masih terjadi adalah antara China dan Jepang soal
kepulauan Diaoyu (sebutan China) atau Senkaku (sebutan Jepang). China
menganggap wilayah itu merupakan bagian dari kedaulatannya, demikian pula
sebaliknya.
Akibatnya,
China melarang Jepang untuk memasok rare earth (bahan baku otomotif dan
elektronika) ke wilayahnya, termasuk Hong Kong dan Taiwan. Pelarangan ini,
menyebabkan Jepang meradang, mengingat rare earth adalah ekspor komoditas
terpenting Jepang selain manufaktur, elektronika dan otomotif.
Usulan
zero draft (draf nol) yang dibawa oleh Menlu Marty Natalegawa untuk menyelesaikan
sengketa wilayah di Laut China Selatan bisa dijadikan bargaining power bagi
Indonesia agar lebih diperhatikan oleh AS. Apabila negara-negara anggota
ASEAN setuju terhadap zero draft itu, maka Indonesia punya kartu truf
tambahan untuk menjalankan diplomasi ekonomi dan politik terhadap negeri
Paman Sam.
Indonesia memiliki
peluang untuk menekan AS dan sekutu-sekutunya agar lebih gencar lagi
melakukan investasi di Indonesia. Investasi yang dilakukan, bisa secara
langsung maupun tidak langsung, harus memberikan dampak langsung terhadap
penambahkan dan perolehan devisa negara Di samping itu, Indonesia pun bisa
meminta bantuan tambahan dalam bidang teknlogi teranyar serta militer,
mengingat sejumlah persenjataan yang dimiliki negara telah usang dan tidak kompeten
lagi untuk menjaga kedaulatan bangsa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar