Hambalang dan
Reshuffle Kabinet
Paulus Mujiran ; Alumnus
S-2 Universitas Diponegoro,
Ketua Pelaksana Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata
Semarang
|
KORAN
TEMPO, 31 Oktober 2012
SBY harus
berkomitmen pada janjinya agar menteri-menteri yang terlibat kasus korupsi
tahu diri dengan cara mengundurkan diri. Dan kenegarawanan Andi sebagai pakar
politik diuji. Meski belum dijadikan tersangka, Andi semestinya bersikap
kesatria.
Isu reshuffle kabinet makin santer seiring
dengan meningkatnya tensi penyidikan kasus Hambalang oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Bahkan nama Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng yang
sempat "raib" dalam audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan
dipastikan tercantum di sana. Tak pelak nama Menteri Andi ramai disebutkan
agar di-reshuffle dari Kabinet Indonesia Bersatu II. Keterlibatan Andi dalam
kasus Hambalang pun kian santer ketika Deddy Kusdinar, pejabat pembuat
komitmen di Kementerian Olahraga, menyatakan, kok hanya dirinya yang
dikorbankan.
Ungkapan Deddy seperti menegaskan bahwa dia
tidak bermain sendirian. Nyaris tidak mungkin dengan anggaran Rp 2,5 triliun
seorang menteri tidak tahu soal proyek Hambalang. Terpidana kasus Wisma
Atlet, M. Nazaruddin, bersaksi bahwa Andi Mallarangeng dan Anas Urbaningrum
ikut menikmati dana Hambalang. Karena itu, publik pun yakin cepat atau lambat
siapa penanggung jawab proyek Hambalang segera terungkap. Kita berharap
mereka yang saat ini di kursi pesakitan tidak mau dikorbankan dan berani
membuka tabir kebenaran.
Bagi Andi, kasus Hambalang seperti buah
simalakama. Kasus itu bermula dari niatnya mencalonkan diri sebagai Ketua
Umum Partai Demokrat bersama Anas Urbaningrum dan Marzuki Alie. Sebagai
seorang yang melek politik, Andi sebenarnya tahu tindakannya akan
membahayakan dirinya sendiri. Namun rupanya godaan menjadi ketua umum jauh
lebih memikat. Jika tudingan Nazaruddin dan opini yang terbentuk di media
benar, besar kemungkinan dana-dana itu dipergunakan ketika ia maju sebagai
Ketua Umum Partai Demokrat.
Kini, ketika Andi kerap disebut-sebut ikut
menikmati proyek Hambalang, publik pun semakin skeptis dan tidak percaya.
Meski ia belum dijadikan tersangka, apalagi terdakwa, kredibilitasnya terasa
merosot tajam. Pernyataan-pernyataan Andi tak lebih sebagai pembelaan diri
yang kering makna. Karena itu, tak mengherankan bila publik mendorong
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar berani bersikap tegas dengan
me-reshuffle kabinet, terutama kursi Menteri Pemuda dan Olahraga, serta
menggantikannya dengan kader yang kredibel.
Terkait dengan rumor yang menimpa Andi, SBY
tampak gamang. Melalui Juru bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, isu
reshuffle ditepis sebagai hal yang tidak benar. Meski demikian, rumor korupsi
yang menimpa Andi dalam kabinet SBY telah membuat citra SBY kian terpuruk.
Komitmen SBY berdiri di depan dalam pemberantasan korupsi pun layak
dipertanyakan, ketika membiarkan salah satu menteri dan orang terdekatnya
berlepotan dugaan kasus korupsi.
Apalagi rumor reshuffle kabinet, terutama
penggantian Menpora, cenderung berkembang menjadi bola liar politik yang
menarik. Maklum, 18 di antara 35 menteri berasal dari kalangan partai politik
sehingga isu reshuffle cenderung mudah dipolitisasi oleh elite-elite politik
yang berkepentingan dalam kasus hukum. Partai Golkar, misalnya, sudah
menyatakan siap jika kadernya ditunjuk SBY menjadi Menpora. Apalagi DPR pun
sudah menangkap peluang mempolitisasi kasus Hambalang yang tentu saja menjadi
santapan empuk menyudutkan Partai Demokrat.
SBY memang dalam posisi dilematis. Meski
santer disebut-sebut di media massa mengenai dugaan keterlibatan Andi dalam
kasus Hambalang, faktanya Andi belum dijadikan tersangka, apalagi terdakwa
oleh KPK. SBY pun memilih tetap mempertahankan Andi meski sadar bahwa citra
Kabinet Indonesia Bersatu II ikut menjadi sorotan publik. Keberadaan Andi pun
dalam KIB II seperti kerikil dalam sepatu yang lama-kelamaan kian
menyakitkan. Kinerja menteri-menteri yang bagus ikut terpengaruh oleh rumor
kasus Hambalang, karena SBY tidak berani bertindak tegas.
Andi sebagai kader Partai Demokrat adalah
orang kepercayaan SBY semenjak Partai Demokrat didirikan. Andi, selain
menjadi think thank Demokrat, pernah menjadi orang yang sangat dipercaya
sewaktu menjadi juru bicara Presiden SBY. Rasa "berutang budi" SBY
kepada Andi sangat memungkinkan SBY tidak akan berani bertindak tegas. Lagi
pula mengambil tindakan terhadap Andi bisa-bisa mencoreng wajah sendiri di
hadapan publik.
Sebagai orang yang taat asas dan norma, SBY
tampaknya lebih memilih bersikap menunggu sampai Andi ditetapkan oleh KPK sebagai
tersangka dalam kasus Hambalang. Masalahnya, mana lebih cepat, proses politik
di pemerintahan dan pengadilan opini di media massa ataukah penyidikan oleh
KPK yang sampai sekarang jalan di tempat. Lepas dari status hukum terhadap
Andi, sebaiknya SBY berfokus agar pemerintah tidak tersita oleh kasus
Hambalamg.
Reshuffle kabinet harus dilakukan
semata-mata untuk meningkatkan kinerja kementeriannya. Kasus Hambalang yang
didahului oleh Wisma Atlet menyebabkan Kementerian Olahraga kian terpuruk dan
tidak mendapat kepercayaan publik. Persoalan olahraga nasional pun kian
terbengkalai karena fokus menteri hanya pada kasusnya sendiri. Liga
Indonesia, yang kian berlarut-larut, mencerminkan semakin tidak efektifnya
kinerja Kementerian.
Reshuffle kabinet memang hak prerogatif
presiden. Meski demikian, masukan-masukan dari publik hendaknya tetap menjadi
masukan bagi pemerintah. SBY harus berkomitmen pada janjinya agar
menteri-menteri yang terlibat kasus korupsi tahu diri dengan cara
mengundurkan diri. Dan, kenegarawanan Andi sebagai pakar politik diuji. Meski
belum dijadikan tersangka, Andi semestinya bersikap kesatria.
Kini, semua orang berpikir apa yang
dilakukan Menteri Andi sebagai kader Demokrat dalam kasus Hambalang diketahui
dan direstui SBY. Dan ini sangat berbahaya, karena publik mengira semua
tindakan Andi dalam kasus Hambalang dilaporkan kepada SBY. Hal demikian
terjadi karena terlambatnya SBY dalam merespons banyak persoalan sehingga
terkesan lamban dan kurang tegas.
Karena itu, mengganti seorang menteri jauh
lebih baik. Ibarat memotong bagian tubuh yang kanker justru menyembuhkan
bagian yang lain. Pertama, begitu beratnya persoalan kebangsaan yang harus
dihadapi bersama, sehingga dibutuhkan seorang menteri yang mau bekerja untuk
rakyat. Yang utama dan pertama adalah para menteri baru haruslah seorang
pekerja keras. Bukan pejuang-pejuang partai, golongan, atau suku.
Kedua,
buktikan kepada rakyat bahwa pemerintah masih bisa melakukan gerakan yang
nyata untuk mereka. Di tengah persoalan kemiskinan, ketidakpastian hukum,
mahalnya harga pangan, dan maraknya aksi-aksi kekerasan, buktikan bahwa
pemerintah masih ada dan dapat melakukan sesuatu. Solusinya, SBY harus bertindak tegas! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar