Jumat, 12 Oktober 2012

Rakernas Momentum Kebangkitan PDIP


Rakernas Momentum Kebangkitan PDIP
Muhammad Asfar ;  Dosen FISIP Unair dan Direktur PuSDeHAM
JAWA POS, 12 Oktober 2012


PDI Perjuangan menghelat rapat kerja nasional 12-14 Oktober 2012 di Surabaya. Rakernas kali ini memiliki nilai strategis karena beberapa alasan. Pertama, secara eksternal, PDI Perjuangan bisa memperoleh berkah karena kondisi kompetitor utamanya, Partai Demokrat, mengalami penurunan suara secara signifikan, termasuk di Jawa Timur. Kedua, secara internal, semangat kader dan simpatisan PDI Perjuangan berada di "puncak asmara" karena kemenangan Jokowi di DKI Jakarta sehingga di hampir semua, wilayah para kader bertekad untuk menjadikan Jokowi kedua di daerahnya. 

Dengan kondisi libido politik kader yang sangat tinggi dan pemilu yang tinggal sekitar satu setengah tahun, rakernas kali ini seharusnya bukan hanya menjadi tonggak bagi pematangan strategi pemenangan PDI Perjuangan. Lebih dari itu, rakernas harus dijadikan sebagai momentum kebangkitan PDI Perjuangan: meraih kemenangan dan kejayaan seperti Pemilu 1999. Para kader harus dibaiat untuk bekerja keras, tulus, dan ikhlas hanya demi kemenangan partai dan kemaslahatan rakyat.

Peluang Pileg 

Pemilu 2014 akan menjadi pertarungan terbuka bagi semua partai dan kandidat presiden. Sebagai partai pemenang Pemilu 2009, PD mengalami kemerosotan suara luar biasa di hampir semua wilayah. Di Jawa Timur, misalnya, berdasar data survei yang dilakukan PuSDeHAM Oktober 2012, kalau pemilu dilakukan hari ini, perolehan suara PD hanya separo dari suara PDI Perjuangan. Memang, di beberapa wilayah seperti di Kalimantan Timur dan beberapa provinsi di luar Jawa, suara PD masih bertahan. Namun, karena jumlah penduduknya kecil, sumbangan suaranya secara nasional tidak terlalu signifikan. Survei nasional PuSDeHAM pada Agustus, suara PD menurun hampir separonya.

Penurunan suara PD ini tentu menjadi peluang bagi PDI Perjuangan sebagai partai oposisi. Hanya saja, merujuk data survei nasional PuSDeHAM, penurunan suara PD, agaknya, tidak berbanding lurus dengan kenaikan suara PDI Perjuangan. PD memang hanya mampu mempertahankan sepertiga pemilihnya, jauh di bawah PDI Perjuangan yang mampu mempertahankan hampir dua pertiga pemilih loyalnya. Namun, lebih dari 60 persen pemilih PD masih wait and see, masuk dalam kategori undecided voters.

Secara teoretis, kelompok undecided voters ini akan bergeser ke partai oposisi atau partai yang berhasil mengusung simbol dan idiom sebagai third party. Hanya saja, probabilitas itu terjadi sangat tergantung pada banyak kondisi. Untuk menggiring pemilih yang belum menentukan pilihan ke partai oposisi misalnya, setidaknya dibutuhkan 5 sampai 7 kondisi utama, di antaranya seberapa kuat partai oposisi itu mampu mendistribusikan posisi sikap dan isu politik partai sampai ke konstituen yang paling bawah. Tentu bukan sekadar message-nya yang sampai, tetapi juga sekaligus dengan reasoning dari posisi sikap partai tersebut.

Kata kuncinya adalah sepresisi apa PDI Perjuangan mampu memetakan kelompok swing voters, khususnya dari pemilih PD, untuk dijadikan sebagai target market. Berdasar survei nasional PuSDeHAM, dari 60 persen pemilih PD yang masih wait and see, lebih dari 40 persen terkategori swing voters. Kelompok inilah, termasuk kelompok swing voters dari partai lain, yang harus digarap serius oleh PDI Perjuangan secara dini. Kalau tidak, mereka bukan masuk ke kandang partai oposisi, tetapi lari ke third party. Seorang ilmuwan politik menggambarkan kelompok ini sebagai orang sakit: "...as on the sickbed, people toss from one side to the another, thinking they will be more comfortable...".

Ujian Pilpres 

Berbeda dengan pileg, Pilpres 2014 akan menjadi tantangan serius bagi PDI Perjuangan. Di satu sisi, petahana (incumbent, Red) Presiden SBY tidak akan maju lagi sebagai kandidat. Dalam dua kali pertarungan pilpres, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri selalu menjadi rivalitas SBY dan berada di urutan kedua. Logika politiknya, kalau Presiden SBY tidak maju lagi, Megawati akan mudah terpilih menjadi presiden. Apalagi data tracking survei yang dirilis oleh berbagai lembaga survei kredibel, elektabilitas Megawati selalu di urutan teratas.

Di sisi lain, PDI Perjuangan menghadapi dilema yang tidak sederhana. Sebagai partai besar, untuk kepentingan jangka panjang, PDI Perjuangan dituntut untuk melakukan proses regenerasi dengan memperhitungkan ruang dan waktu. Dengan begitu, proses regenerasi yang dilakukan PDI Perjuangan bukan saja harus berjalan secara alamiah, tetapi juga dilakukan pada waktu yang tepat. Variabel ruang dan waktu selalu menghitung bukan hanya kekuatan internal, tetapi juga kekuatan eksternal, termasuk implikasi jangka panjang dari pilihan yang diambil.

Dari berbagai survei yang ada, sementara ini terdapat dua kekuatan capres yang elektabilitasnya hampir seimbang: Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto. Kalau saja PDI Perjuangan bisa mengulang kembali pasangan Megawati-Prabowo pada pemilu 2014, hampir pasti pasangan ini akan keluar sebagai pemenang. Namun, jika keduanya berpisah dan maju sendiri, pertarungan pilpres akan menjadi sangat ketat. Merujuk data survei nasional PuSDeHAM, di luar variabel identifikasi partai, segmentasi pemilih Megawati dan Prabowo hampir selalu ber-irisan, khususnya di Pulau Jawa. Karena itu, jika dua tokoh ini berpisah dan maju sendiri, akan muncul kekuatan capres ketiga dari segmen yang berbeda, dan jika dikelola dengan baik bisa menjadi kuda hitam.

Di sinilah ujian berat bagi PDIP. Apa pun pilihannya, untuk kepentingan pilpres, PDI Perjuangan, agaknya, perlu menggarap potensial market di luar captive-nya. Hanya saja, sejauh pengamatan penulis, dalam tataran strategis dan taktis, langkah-langkah PDI Perjuangan masih mengandaikan bertempur menghadapi pemilihnya sendiri. Padahal, dari berbagai data yang ada, variabel identifikasi partai sangat kuat di kalangan pemilih PDI Perjuangan. Karena itu, tidak bisa ditunda lagi untuk menggeser strategi, pendekatan, dan taktik dari wilayah dan segmen captive ke potensial market. 

Tantangan Pilkada 

Hampir semua partai menyadari bahwa pilkada adalah pijakan pertama sebagai strategi pemenangan pileg dan pilpres. Pengalaman Pemilu 2004, misalnya, ketika PDI Perjuangan mengalami kemerosotan suara luar biasa di hampir semua wilayah, di beberapa daerah yang kepala daerahnya berasal dari kader PDI Perjuangan rata-rata penurunan suaranya tidak begitu besar. Data ini mengonfirmasi betapa kepala daerah memiliki peran strategis bagi pemenangan partai. Paling tidak, pilkada bisa dijadikan ajang pemanasan mesin partai untuk menghadapi pileg dan pilpres.

Rakernas PDI Perjuangan kali ini, tampaknya, bisa dijadikan momentum kebangkitan untuk memenangkan pilkada yang tersisa sebelum pemilu 2014. Harus diakui, sejak kemenangan Jokowi di DKI Jakarta, ada kepercayaan diri yang luar biasa di kalangan kader PDI Perjuangan di daerah. Sebelumnya, banyak kader yang tidak percaya diri untuk mengusung pasangan dari kader sendiri baik sebagai kepala daerah atau wakil, terutama jika melawan incumbent. Keberhasilan Jokowi mengalahkan incumbent yang awalnya begitu kukuh telah menginspirasi kader PDI Perjuangan di daerah lain.

Hanya saja, PDI Perjuangan harus berjuang keras untuk membuktikan bahwa apa yang terjadi di Jakarta bukanlah esepsi, tetapi bisa terjadi di daerah lain. Untuk itu dibutuhkan kerja yang terprogram, sistematis, dan jangka panjang. Dalam penentuan calon misalnya, pengalaman Jakarta agaknya tidak bisa berlaku di daerah lain. Di luar DKI Jakarta, akses masyarakat terhadap media masih sangat rendah. 

Pengalaman Pilgub Jatim 2008 membuktikan, kalau saja Ir Soetjipto ditetapkan oleh partai lebih awal, ceritanya bisa lain. Akibat proses berkepanjangan dalam penentuan calon, sebagian besar pemilih PDI Perjuangan meyakini Soekarwo akan direkom oleh partai sehingga para pemilih menjatuhkan pilihan kepadanya. Namun, ketika partai memutuskan Ir Soetjipto, ternyata dibutuhkan waktu yang tidak sedikit untuk menggeser pilihan dari Soekarwo ke Soetjipto. Harus diakui, variabel "waktu" selalu menjadi kunci kemenangan pilkada, di samping "uang" tentunya.
● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar