Jumat, 05 Oktober 2012

Fenomena Jokowi 2012 = Fenomena Obama 2008


Fenomena Jokowi 2012 = Fenomena Obama 2008
Vishnu Juwono ;  Mahasiswa Program Doktor pada London School of Economics (LSE), Inggris, Dosen FISIP Universitas Indonesia
SINDO, 04 Oktober 2012


Rencananya pada 7 Oktober nanti pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta. Pasangan ini mengalahkan petahana Fauzi Bowo yang berpasangan dengan purnawirawan tentara, Nachrowi Ramli.

Melihat antusiasme dari para pendukung pasangan Jokowi– Ahok pada satu bulan terakhir ini, penulis menjadi teringat empat tahun lalu, saat rakyat AS begitu antusias mendukung senator muda asal negara bagian Illinois bernama Barack Hussein Obama yang berhadapan dengan Senator senior asal Arizona, John McCain, dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2008.

Seperti yang kita ketahui, pada akhirnya Obama, yang berpasangan dengan Joe Biden, terpilih menjadi presiden dan wakil presiden setelah memperoleh suara 365 dan mengalahkan John McCain yang berpasangan dengan Sarah Palin dengan raihan suara sebesar 173.

Antusiasme Para Pendukung Muda 

Pada musim panas hingga pemilihan Presiden AS pada bulan November 2008, begitu banyak pemuda yang umumnya masih mahasiswa menjadi relawan dari kampanye Presiden Obama. Tidak mengherankan jika kampanye terbuka Obama dibanjiri para penonton yang sering mencapai jumlah 50.000, bahkan di Missouri dan Denver lebih dari 100.000 penonton menyaksikan kampanye terbuka Barack Obama.

Terbukti, menurut studi yang dilakukan oleh Pew Research Center for the People and the Press pada November 2008, Barack Obama memperoleh suara dari pemilih usia 18–29 tahun sebesar 66% dibandingkan John Mc Cain yang hanya sebanyak 31%. Selain itu kreativitas dari para pendukung Senator Obama juga menambah energi dari kampanyenya.

Kita tentu masih ingat bagaimana poster kampanye Obama bertemakan Hope (harapan) yang dibuat oleh Shepard Fairey seorang artis desainer grafis terkemuka di AS, menjadi begitu populer dan digunakan untuk pembuatan kaos, gantungan kunci, magnet lemari es, dan berbagai atribut kampanye Obama lain.

Pada kampanye Jokowi–Ahok beberapa bulan lalu kita melihat Jokowi dengan cerdik memopulerkan kemeja kotak-kotaknya menjadi semacam kostum resmi kampanye mereka. Penampilan Jokowi yang sering memadukan kemeja kotak-kotak tersebut dengan celana jins, tentu dengan mudah membangun kedekatan emosional dengan para pemilih dari kalangan pemuda.

Keberhasilannya membangkitkan antusiasme di kalangan muda membuat kampanye Jokowi-Ahok berhasil menghimpun 15.059 relawan. Tidak mengherankan jika dengan dibantu para relawan kampanye-kampanye terbuka Jokowi–Ahok dipenuhi oleh ribuan warga Jakarta yang tidak sedikit berasal dari kalangan muda. Terakhir adalah aksi flash mob yang dihadiri 2.000 pendukung serta Jokowi sendiri pada pagi hari 16 September di bundaran HI.

Teknologi Informasi 

Salah satu kesuksesan dari Senator Obama pada kampanye Presiden 2008 adalah pemanfaat internet dan media sosial dalam kegiatan kampanye baik dalam memobilisasi para pendukung, menggalang dana, dan berkomunikasi dengan para pendukungnya. Dengan merekrut salah satu pendiri Facebook, Chris Hughes, tim kampanye Barack Obama berhasil membangun sistem komunikasi digital berbasis internet yang efektif.

Tidak kurang dari 5 juta alamat e-mail ditambah 3,2 juta yang terdaftar sebagai anggota pendukung akun Facebook kampanye Obama pada waktu itu merupakan database yang berharga dalam kampanye presiden bagi Barack Obama. Tidak ketinggalan situs video Youtube juga digunakan untuk menyampaikan berbagai pidato Obama atau berbagai pesan kampanye baik dalam bentuk video promosi maupun video musik ataupun untuk mengklarifikasi isu-isu besar lainnya.

Sebagai contoh, untuk menangkis isu sensitif terkait ras/suku, Senator Obama memberikan salah satu pidato terbaiknya pada bulan Maret 2008 yang berjudul “A More Perfect Union” yang diakses hampir 4 juta kali pada masa kampanye. Kita juga dapat melihat bagaimana popularitas Jokowi di dunia maya unggul dibandingkan dengan lawannya Fauzi Bowo. Akun Facebook kampanye Jokowi-Ahok mempunyai pendukung lebih dari 89.000 dan account Twitter @Jokowi_do2 mempunyai follower lebih dari 240.000.

Bandingkan dengan akun Facebook kampanye Foke-Nara yang mempunyai pendukung hanya lebih dari 13.000 dan account Twitter @bangfauzibowo dengan jumlah follower tidak lebih dari 37.000. Tidak seluruhnya kesuksesan dari Kampanye Jokowi 2012 dapat disamakan dengan Obama 2008, mengingat kondisi dan skala kedua kampanye politik yang sangat berbeda, yakni Jakarta dan Amerika Serikat.

Misalnya tim kampanye Barack Obama pada tahun 2008 berhasil memanfaatkan platform social media menjadi mesin penggalangan dana kampanye yang fenomenal dari kalangan menengah bawah AS dengan berkontribusi pada hampir setengah dari total dana kampanye Obama diperkirakan mencapai sebesar USD600 juta (lebih dari Rp5,7 triliun) dana terkumpul pada 2008.

Tentu saja hal ini belum dapat diterapkan di Indonesia. Mengingat AS memiliki infrastruktur teknologi informasi serta tingkat pendidikan dan pendapatan penduduknya yang lebih baik secara signifikan dibandingkan penduduk Indonesia.

Harapan Besar 

Kembali pada pengalaman pemilu AS 2008, harapan masyarakat di sana begitu besar di pundak Barack Obama yang dilantik secara resmi menjadi presiden pada Januari 2009. Namun, harapan besar tersebut pada akhirnya sulit dipenuhi mengingat skala persoalan ekonomi AS sangat besar sehingga untuk memulihkannya membutuhkan waktu.

Belum lagi Partai Republik baik di Kongres dan Senat menunjukkan sikap tidak kompromi kepada Presiden Obama seperti digambarkan dalam buku Jonathan Alter, The Promise: President Obama, Year One (2010). Namun, rakyat AS sudah telanjur kecewa karena mereka menganggap pemulihan ekonomi tidak kunjung tiba dan akhirnya ”menghukum” Presiden Obama.

Akibatnya pada pemilihan anggota Senat dan Kongres bulan November 2010 Partai Demokrat kehilangan banyak kursi dan menjadi partai minoritas di Kongres dengan selisih 60 kursi lebih sedikit dibandingkan Partai Republik.

Permasalahan utama dari Kota Jakarta seperti macetnya jalanan, masalah banjir, serta akses pendidikan dan kesehatan bagi penduduk miskin merupakan akumulasi permasalahan dari kebijakan-kebijakan Pemda DKI pimpinan sebelumnya. Ditambah lagi mereka akan berhadapan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI, di mana partai pendukung Jokowi–Ahok (PDIP dan Gerindra) hanya memiliki kursi minoritas.

Namun, sebagai warga yang mendambakan Jakarta baru yang lebih baik, tentu tidak ada salahnya penulis dan warga DKI lain berharap Jokowi tidak akan bernasib seperti Presiden Barack Obama pada 2010. Selamat bekerja keras dan semoga sukses membawa perubahan dengan cepat di Jakarta yang kita cintai bersama ini sesuai janji kampanye.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar