Selasa, 10 Juli 2012

Ustad, Kiai, Pesantren, dan Korupsi Alquran


Ustad, Kiai, Pesantren, dan Korupsi Alquran
Samsudin Adlawi ; Wartawan Jawa Pos
JAWA POS, 09 Juli 2012


GERONIMO. Tahun kemarin, nama satu kata itu sangat populer di seantero dunia. Ya, Geronimo dicatut oleh pasukan khusus antiteror AS, SEAL Team Six (ST6), sebagai kata sandi dalam menggerebek pemimpin Al Qaeda, Osama bin Laden. Geronimo ternyata "bertuah". Penggerebekan pada 1 Mei 2011, pukul 01.00 dini hari waktu Pakistan, itu sukses besar. Osama tewas dalam persembunyiannya di sebuah gedung di Kota Abbottabad, Pakistan. 

Siapa sebenarnya Geronimo? Dia dikenal sebagai hero keturunan Amerika-Indian. Geronimo adalah pemimpin suku Indian, Chiricahua Apache, yang berperang melawan Meksiko dan AS pada 1851-1900. Tak ayal, penyebutan pemimpin masa lalu itu untuk menyebut Osama bin Laden sempat menyulut protes. Terutama, dari kalangan Indian. Sebanyak 500 ribu Indian Amerika yang diwakili Keith Harper (anggota organisasi Cherokee Nation) melakukanclass action. Mereka menggugat pemerintah AS senilai USD 3,4 miliar.

Masih banyak lagi sandi yang dipakai dalam misi-misi khusus peperangan. Tidak hanya oleh AS, tapi oleh hampir semua negara. Sesuai namanya, sandi adalah kata atau pesan rahasia. Biasanya, itu hanya bisa dipahami tim yang terlibat dalam sebuah operasi. Di luar anggota tim, tidak ada yang (boleh) tahu. Sekali bocor, operasi yang akan dilancarkan bisa gagal total. 

Biasanya, nama sandi disesuaikan dengan target. Penggunaan sandi Geronimo misalnya. Nama pejuang yang pernah memerangi AS itu dianggap selevel dengan Osama bin Laden. Kesamaannya, setidaknya, pada kadar fobia yang ditebarkannya terhadap warga Paman Sam. Dua nama besar tersebut sama-sama telah sukses menjadi ''hantu'' bagi bangsa AS. Keduanya berhasil membuat rakyat Amerika dan pemerintahannya menjadi bangsa yang paranoid. 

Begitu pun penggunaan sandi yang dilakukan aparat TNI maupun Polri dalam melakukan operasi khusus. Mulai operasi memberantas pengacau keamanan hingga operasi penyergapan jaringan narkoba.

Dalam perkembangannya, penggunaan kata sandi kini tidak lagi dimonopoli militer dan polisi. Para koruptor juga mulai menggunakan kata sandi untuk mengamankan pencuriannya. Untuk mengamuflasekan operasi korupsi, para koruptor memakai sandi-sandi tertentu dalam berkomunikasi. Sama dengan di militer, pemilihan kata sandi dalam korupsi juga disesuaikan dengan sasaran. Selain agar tidak diketahui oleh orang kebanyakan, penggunaan kata sandi dalam korupsi dimaksudkan untuk menghilangkan jejak tindak pidana korupsi. 

Tentu publik masih ingat dengan kata ''apel washington'' dan ''apel malang''. Ya, dua jenis apel itu mengemuka dalam kasus suap wisma atlet. Tepatnya, dalam pembicaraan antara Mindo Rosalina Manulang dan Angelina Sondakh. Menurut Rosa, saat bersaksi untuk terdakwa kasus dugaan suap wisma atlet, Muhammad Nazaruddin, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta (16/1/2012), istilah ''apel malang'' berarti ''rupiah''. Sedangkan, ''apel washington'' berarti ''dolar AS''. Dua sandi lainnya, yakni ''pelumas'' berarti ''uang'' dan ''semangka'' menunjukkan ''permintaan dana''.

Sebelum ada penjelasan dari Rosa, masyarakat dan terutama media dibuat sibuk memecahkan arti empat kata sandi tersebut. Canggih nian istilah yang dipakai. Lebih canggih lagi, tentunya, oknum yang menggunakannya.

Belum hilang benar ingatan akan geger ''apel malang'' dan ''apel washington'', kepala kita kembali diguncang oleh kata dan sandi dalam kasus dugaan suap. Bahkan, kali ini lebih berani. Lebih gila. Sandinya tidak main-main. Memakai kata yang selama ini disakralkan, khususnya oleh umat Islam. Yakni, ''kiai'', ''ustad'', dan ''pesantren''. Tiga kata itu sangat dihormati karena menjadi episentrum pengajaran ilmu-ilmu Islam. Ketiganya termasuk pilar tegaknya bangunan Islam. 

''Kiai'' adalah sebutan lain bagi alim atau ulama. Tapi, dalam Islam, dia dikenal tidak semata sebagai orang yang mumpuni dalam ilmu agama, melainkan juga kebanyakan memangku pondok pesantren. 

Sedangkan, ''ustad'' merupakan bahasa Arab yang berarti guru. Umumnya, kata itu dipakai untuk memanggil guru dalam sekolah-sekolah Islam. Selain di pesantren, kata ''ustad'' digunakan dalam dunia pendidikan Islam, mulai MI (madrasah ibtidaiyah) hingga perguruan tinggi. Status sosial ustad di bawah kiai. Di pesantren, ustad sering menjadi kepanjangan tangan/orang kepercayaan kiai, khususnya dalam mengajarkan sejumlah kitab. 

Adapun ''pesantren'' adalah tempat menimba ilmu bagi para santri kepada seorang/beberapa kiai yang mengasuhnya.

Sandi ''kiai'', ''ustad'', dan ''pesantren'' muncul dalam kasus dugaan suap penggandaan kitab suci Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama. Seperti diketahui, KPK telah menetapkan politikus Golkar Zurkarnaen Djabar bersama anaknya, Dendy Prasetya. 

Dalam komunikasi Dendy dengan sahabatnya yang terekam penyidik komisi antirasuah KPK, terungkap sandi ''kiai'', ''ustad'', dan ''pesantren'' untuk menyebut para penerima dana hasil permainan proyek penggandaan Alquran. 

Belakangan diketahui, ''kiai'' menunjuk pada politikus di Senayan, ''ustad'' dipakai untuk menyebut pejabat Kementerian Agama, dan ''pesantren'' untuk partai politik. 

Benar atau tidaknya penggunaan tiga sandi itu dan peruntukannya masih menunggu perkembangan hasil pemeriksaan KPK terhadap para tersangka dan saksi. Jika benar adanya penggunaan sandi ''kiai'', ''ustad'', dan ''pesantren'', kita akan kesulitan mencari istilah yang tepat untuk menghujat para pelakunya. Sebab, ketika mendengar mereka mengorupsi proyek penggandaan Alquran, dada kita serasa akan pecah menahan emosi. Ternyata, sandi permalingan mereka juga merendahkan keluhuran kiai, ustad, dan pesantren.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar