Senin, 23 Juli 2012

“Tersesat” di Jalan yang Benar


“Tersesat” di Jalan yang Benar
Anggito Abimanyu ; Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama
JAWA POS, 23 Juli 2012

SAYA bukan ahli ilmu keagamaan. Saya juga bukan orang yang ahli dalam bidang pengelolaan haji dan umrah. Selama ini saya lebih banyak belajar ilmu keuangan. Mulai S-1 hingga S-3, ilmu yang saya dalami juga terkait dengan keuangan.

Karena latar belakang keilmuan itulah, saya sesungguhnya sempat berkeinginan bisa terpilih sebagai salah seorang anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebuah lembaga yang punya wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap perbankan. Namun, dalam tahap seleksi, saya terpental karena suatu hal di semifinal.

Tapi, inilah rahasia Allah. Saya, dan mungkin juga kita semua, tidak pernah tahu dan tidak pernah bisa membayangkan apa yang sesungguhnya telah digariskan. Kita maunya A, tapi dapatnya justru B. Saya maunya menjadi (anggota Dewan Komisioner) OJK, tapi dapatnya malah Dirjen haji dan umrah.

Namun, alhamdulillah, Allah itu selalu memberikan yang lebih baik daripada yang kita minta. Saya "tersesat". Tapi, insya Allah tersesat di jalan yang benar.

Mandat mengurusi masalah haji dan umrah, yang sekitar 80 persennya sebenarnya juga urusan manajemen, khususnya keuangan, bukan sebuah amanah yang ringan. Beda, misalnya, ketika masih menjabat kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Saat itu tidak ada perasaan was-was meski harus mengelola uang tidak kurang dari Rp 1.200 triliun. Bahkan, justru waktu itu semakin besar uang yang harus dikelola semakin senang. Sebab, dengan uang yang semakin besar, semakin besar pula ruang untuk bisa membantu masyarakat lewat berbagai program.

Tapi, uang yang terhimpun dari dana haji ini beda. Latar belakangnya jelas berbeda dengan uang yang harus dikelola saat di Kemenkeu. Uang haji dikumpulkan dengan jerih payah masyarakat. Mereka harus menabung sekian tahun dan berjuang sedemikian rupa agar bisa mengumpulkan biaya untuk naik haji. Termasuk, anak-anak muda seperti kita rata-rata memiliki pikiran, jika nanti memiliki tabungan, yang pertama adalah untuk menaikkan haji orang tua. Berapa pun biayanya.

Sebagai orang yang belajar keuangan, secara teknis, sebenarnya tidak sulit mengelolanya. Misalnya, alhamdulillah, dalam dua kali saja pertemuan dengan DPR, saya sudah bisa meyakinkan kalangan parlemen terkait angka biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) 2012. Tapi, terus terang, saya masih merasa kesulitan untuk menjelaskan kepada ribuan jamaah tentang uang mereka yang sudah dikumpulkan sekian tahun. Uang dari berbagai perjuangan demi bisa naik haji.

Setelah resmi dilantik sebagai Dirjen haji dan umrah akhir Juni lalu, Ramadan tahun ini praktis menjadi hari-hari awal merealisasikan tekad membenahi urusan penyelenggaraan haji dan umrah. Bidang yang dianggap sejumlah pihak memang memiliki banyak persoalan pelik.

Kepercayaan jamaah di sini menjadi kuncinya. Tantangan keberhasilan menjelaskan bahwa uang yang mereka keluarkan telah dipastikan sepenuhnya akan kembali ke jamaah hanya bisa diraih dengan trust. Insya Allah, saya sudah punya sejumlah formulanya.

Bagaimana cara saya supaya bisa dipercaya? Apalagi mengingat nama saya kan hanya Anggito Abimanyu. Tidak ada kata Muhammad atau Ahmad yang bisa membawa orang lebih percaya bahwa saya bisa amanah.

Untuk saat ini, saya mulai saja dari hal-hal sederhana. Yaitu, kita raih dulu kepercayaan seluruh pihak yang terlibat dalam urusan haji dan umrah. Misalnya, saya bilang ke teman-teman di Kemenag, "Bapak-bapak sekalian, kalau salat atau beribadah, saya makmum ya. Tapi, untuk penyelenggaraan haji dan umrah, saya imamnya."

Selanjutnya, sebagai imam, saya hapus hak-hak istimewa saya sebagai Dirjen. Tidak ada itu hak istimewa. Kalau kunjungan ke daerah, kami sama-sama naik ekonomi. Tidurnya juga di asrama haji, tidak boleh tidur di hotel.

Selain itu, telah saya tegaskan di depan teman-teman di Kemenag, ke depan tidak boleh ada lagi titipan setoran awal haji. Dari siapa pun harus ditolak alias semua harus ikut urutan. Saya tidak mau menyenangkan satu dua orang, tapi kemudian dihujat ribuan orang,

Mudah-mudahan dengan komitmen ini, setidaknya dimulai dari teman-teman di Kemenag, masyarakat sudah akan percaya bahwa keberadaan saya di sini memang hanya ikhlas beramal. Sampai sekarang saya juga masih tidak tahu digaji berapa atau dapat honor berapa ketika menerima amanah sebagai Dirjen haji.

Intinya, di Ramadan kali ini, tekad saya ketika menerima amanah ini telah semakin kuat. Yaitu, saya hanya ingin memberikan hidup saya sekarang ini untuk jamaah haji. Demi pelayanan haji yang lebih baik ke depannya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar