Jumat, 13 Juli 2012

Selaraskan Ibadah Ritual dan Amal Sosial

Selaraskan Ibadah Ritual dan Amal Sosial
Biyanto ; Dosen IAIN Sunan Ampel,
Ketua Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim
SINDO, 13 Juli 2012


Selalu muncul pertanyaan dari sebagian orang mengenai keterkaitan ibadah ritual dan amal sosial.Pertanyaan ini menarik direnungkan karena dalam agama apa pun pasti ditemukan ajaran yang menyatakan bahwa tujuan dari orang melakukan ibadah ritual adalah untuk memperbaiki akhlak, bukan hanya kepada Tuhan,melainkan juga dengan sesama manusia dan alam sekitar. 

Itu berarti jika ada orang yang rajin menjalankan ibadah ritual, seharusnya baik pula amal sosialnya. Ajaran Islam jelas sangat menekankan keterkaitan ibadah ritual dan amal sosial. Salah satu contoh ibadah ritual yang dapat dimaknai mengajarkan hal itu adalah salat. Seperti diketahui,ibadah salat merupakan peristiwa menghadap Allah. Karena itu, ibadah salat dapat dianalogikan sebagai mi’raj seorang mukmin.

Dalam salat diajarkan bahwa seorang mukmin hanya diperbolehkan untuk menjalin hubungan dengan Allah. Itulah yang disimbolkan dari ajaran takbiratul ihram tatkala seseorang memulai salat dengan mengangkat tangan seraya membaca; Allah Akbar (Allah Maha Besar). Meski dimulai dengan takbiratul ihram, salat selalu diakhiri dengan salam. Ajaran salam merupakan simbol bahwa kita harus berbuat baik kepada sesama.

Dalam perspektif agama bacaan salam berarti doa keselamatan yang ditujukan pada umat manusia. Jika dicermati dari seluruh bacaan dan gerakan yang dilakukan dalam salat, sesungguhnya ada banyak pelajaran yang dapat dipetik. Substansi pesan yang diajarkan adalah agar kita menjalin hubungan baik dengan Allah (hablun minallah) dan sesama umat manusia (hablun minannas).

Perbincangan mengenai keselarasan ibadah ritual dan amal sosial penting karena ada kecenderungan pada sebagian orang yang memahami ajaran agama secara parsial. Dikiranya beragama hanya berkaitan dengan ibadah ritual. Padahal jika dipahami secara mendalam, semua ajaran agama memiliki dimensi kemanusiaan yang sangat jelas. Marilah kita perhatikan, ibadah haji selalu diakhiri dengan perintah untuk berkurban.

Demikian juga ibadah puasa diakhiri dengan perintah untuk membayar zakat fitrah. Ibadah salat pun diakhiri dengan perintah untuk mengucapkan salam. Perintah berkurban, mengeluarkan zakat fitrah, dan mengucapkan salam, jelas menunjukkan bahwa tujuan akhir dari ibadah ritual adalah memerintahkan pelakunya untuk beramal sosial yang baik. Karena itu, jika ada orang yang rajin melakukan ibadah ritual sementara amal sosialnya jelek, berarti orang tersebut tidak memahami substansi ajaran agama secara utuh.

Ini penting ditekankan karena ada kalanya orang itu salatnya rajin, tetapi juga rajin berbuat maksiat.O rang seperti ini barangkali dapat dikategorikan sebagai muslim salat terus maksiat jalan (STMJ). Begitu juga kalau ada orang yang rajin menunaikan ibadah haji dan umrah, tetapi anehnya setiap pulang dari Tanah Suci selalu berbuat korup. Orang seperti ini pasti tidak memahami makna dari amaliah yang dilakukan.

Yang lebih mengherankan, ada juga orang yang berhaji dan umrah dengan menggunakan uang hasil korupsi dan suap. Harapannya adalah agar dengan berhaji dan umrah itu dosa dan kesalahannya diampuni. Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad memang menjanjikan bahwa orang yang berhaji dan umrah itu akan diampuni dosanya. Saat pulang ke Tanah Air, para tamu Allah itu bahkan digambarkan bersih dari dosa seperti bayi yang baru dilahirkan (HR Bukhari, Muslim, dan Nasa’i).

Tetapi, janji ini jelas tidak berlaku bagi jamaah haji dan umrah yang menggunakan uang haram sebab tidak mungkin kita dapat mencuci baju dengan air najis. Dalam sudut pandang psikologi, orang yang melaksanakan amalan baik dan jelek secara bersamaan dapat dikatakan mengalami kepribadian terbelah (split of personality). Orang seperti ini sejatinya sedang sakit mental (mental illness) sebab agama apa pun pasti tidak mungkin mengajarkan agar pemeluknya berkepribadian ganda.

Ajaran agama pasti memerintahkan agar pemeluknya menjadi orang yang terbaik dalam pandangan Tuhan dan sesama. Dalam kaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan, agama bahkan mengajarkan bahwa sebaikbaiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain. Adanya kecenderungan orang membedakan kesalehan ritual dan sosial setidaknya dapat dibaca dalam penelitian Global Advisor berjudul Views Globalization and Faith (2011).

Di antara negara yang diteliti adalah Indonesia. Pertanyaan penelitian yang diajukan seputar pentingnya menjalankan ajaran agama. Umumnya responden penelitian memandang penting untuk menjalankan ibadah dalam kehidupan sehari-hari. Hampir tidak ada responden yang menyatakan bahwa ajaran agama itu tidak penting. Jawaban tersebut sejalan dengan meningkatnya gairah orang untuk beribadah. Itu dapat diamati melalui jumlah jamaah salat di masjid dan musala yang selalu penuh sesak.

Apalagi saat Ramadan datang, gairah spiritual umat dipastikan mengalami peningkatan yang luar biasa. Pengajian-pengajian agama juga dijubeli jamaah. Demikian juga dengan jumlah antrean ibadah haji di beberapa wilayah yang kini telah mengular hingga puluhan, bahkan belasan tahun. Itu semua menunjukkan betapa telah terjadi peningkatan religiusitas di kalangan umat. Pertanyaannya, jika ibadah dianggap penting, mengapa kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik di negeri ini terus mengalami peningkatan.

Bukankah mereka sejatinya umat beragama yang semestinya juga memandang penting ajaran agamanya? Jawabannya, sangat mungkin ajaran agama itu dipahami secara parsial. Mereka berpandangan bahwa beragama itu urusan privat sehingga tidak ada kaitannya dengan kehidupan sosial. Pemahaman ini jelas salah karena dimensi ajaran agama sangat menekankan nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam Alquran, Allah pun mengutuk orang yang salat, tetapi lalai. Mereka yang dikatakan lalai itu adalah yang tidak tulus (riya’) dan tidak mau menolong orang lain (QS Al-Ma’un: 5-7). Peringatan ini layak direnungkan agar kita tidak termasuk orang yang dianggap mendustakan agama. Para pendusta agama itu adalah mereka yang tidak mampu menerjemahkan ajaran ibadah ritual dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar