Senin, 16 Juli 2012

Pilkada Jakarta & Pilpres

Pilkada Jakarta & Pilpres
Jeffrie Geovanie ; Politisi Partai NasDem  
SINDO, 16 Juli 2012


Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta yang digelar pada Rabu (11/7/2012),menurut hitung cepat (quick count), dimenangkan oleh pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok).

Hasil ini surprised karena dalam berbagai survei yang sudah dirilis sebelumnya, pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (Foke-Nara) yang diperkirakan akan unggul. Mengapa pasangan Jokowi- Ahok dan Foke-Nara perolehan suaranya berbanding terbalik dengan yang diperkirakan dalam sejumlah survei? Pertanyaan ini menarik untuk dianalisis. Pertama, dalam exit poll yang ditampilkan berbagai media edisi Kamis dan Jumat pascapilkada, pasangan Jokowi- Ahok mendapatkan dukungan dari mayoritas suara mengambang yang dalam sejumlah survei belum menentukan pilihan (undecided voters).

Padahal jumlah undecided voters ini sangat signifikan, melebihi perkiraan suara yang diperoleh pasangan mana pun. Kedua,dari exit poll juga terlihat bahwa para pendukung partai-partai tak sepenuhnya mendukung pasangan yang diusung partainya, kecuali para pendukung Partai Gerindra yang mayoritas mendukung Jokowi- Ahok. Pendukung Partai Golkar yang paling minim mendukung pasangan yang diusung partainya (Alex Noerdin-Nono Sampono).

Artinya, jika PDIP dan Gerindra tidak mengajukan Jokowi-Ahok, prioritas pilihan bukan pada pasangan Alex-Nono, bisa jadi Faisal Basri- Biem Benjamin yang akan mendapatkan limpahan suara karena karakteristik pemilih kedua pasangan (Jokowi-Ahok dan Fisal-Biem) memiliki kecenderungan yang relatif sama, yakni mereka yang menginginkan perubahan. Ketiga, kemenangan (sementara) Jokowi-Ahok membuktikan bahwa dukungan terhadap perubahan sangat besar, jadi faktor utama kekalahan Foke-Nara bisa jadi bukan semata- mata karena Foke dianggap gagal memimpin Jakarta, melainkan karena kejenuhan publik pada situasi politik yang ada sekarang.

Kemarahan publik kepada para koruptor diekspresikan dengan tidak memilih pasangan cagub-cawagub yang diajukan partai yang belakangan teridentifikasi melahirkan banyak koruptor. Keempat, pilihan pada Jokowi- Ahok bisa mencerminkan pilihan pada harapan baru karena Jokowi dianggap sukses memimpin Solo.Tapi Jakarta tentu saja berbeda dari Solo yang segalanya masih “sederhana” jika dibandingkan dengan Ibu Kota.

Kalau referensinya semata-mata kesuksesan di daerah, mungkin Alex Noerdin juga bisa menjadi pilihan.Jokowi, saya kira, tak semata mencerminkan kesuksesan di daerah, tapi lebih karena profilnya yang merefleksikan kesederhanaan, kejujuran (bahkan cenderung naif), dan sikap apa adanya yang bertolak belakang dengan profil politikus pada umumnya yang cenderung hedonistis, kamuflase, dan pencitraan yang cenderung menipu rakyat.

Miniatur Indonesia

Jakarta merupakan miniatur Indonesia. Dari segi sebaran etnis (selain Betawi yang menduduki urutan kedua terbesar setelah Jawa) penduduk Jakarta benar-benar merefleksikan kondisi etnis di Indonesia. Bukan karena di Jakarta ada Taman Mini Indonesia Indah (TMII), melainkan secara faktual,semua entitas dan produk budaya, politik, ekonomi, dan lain-lain yang ada di Indonesia, tercerminkan di Jakarta.

Dengan demikian,hasil Pilkada Jakarta pun bisa kita jadikan sebagai pantulan dari cermin Pemilu 2014. Mungkin benar apa yang diungkapkan budayawan Radhar Panca Dahana, SINDO (13/7) bahwa Gerindra dan Prabowo Subianto tengah melakukan testing the water dengan sangat getol mengajukan pasangan Jokowi-Ahok mengingat PDIP dan Megawati sendiri pada awalnya tak begitu berminat.Keseriusan Gerindra dan kekurangseriusan PDIP tergambar dengan jelas dalam exit poll. Tapi, dengan kemenangan Jokowi-Ahok, apakah Gerindra dan Prabowo benar-benar berhasil?

Menurut saya tidak. Sekali lagi, pilihan pada Jokowi- Ahok lebih karena pilihan pada perubahan dan harapan baru.Partai mana pun yang mengusung pasangan ini, saya kira, hasilnya akan sama. Karena pilihan publik bukan karena apa dan siapa yang mengusungnya, tapi karena siapa yang diusungnya. Karena itu, bagaimanamengajak partai-partai lain di luar pendukung Foke-Nara seyogianya bukan jadi pilihan strategi Jokowi-Ahok untuk memenangkan pemilihan pada tahap kedua Septembernanti.

Cukupdengan konsisten mengusung tema perubahan, tetap tampil apa adanya (tanpa polesan pencitraan yang tak perlu),tetap bersahaja,saya yakin pasangan ini akan menang. Kepada partai-partai, yang penting bagi Jokowi-Ahok adalah tidak menunjukkan kebencian, tetap bersahabat.Walaupun rakyat cenderung membenci, bersahabat dengan partai- partai tetap penting agar pada saat menjalankan roda pemerintahan kelak tidak dibajak oleh DPRD yang notabene merefleksikan kekuatan partai-partai.

Pemilu 2014

Seperti pada Pilkada Jakarta, pada Pemilu 2014 juga rakyat menginginkan perubahan dan tampilnya pemimpin baru yang memberikan harapan. Gambaran ini misalnya tercermin dengan jelas dalam survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 20 hingga 30 Juni 2012 lalu. Menurut survei SMRC,60% dari 1,219 responden belum memilih nama-nama capres yang sudah bermunculan saat ini.

Jadi walaupun sudah banyak tokoh yang diusung partainya dan sudah melakukan sosialisasi (kampanye terselubung) secara masif, mereka tetap bukan pilihan utama di mata rakyat. Rakyat tampaknya mendambakan tampilnya pemimpin yang benar-benar baru, bukan pemimpin baru dalam arti semata- mata belum pernah menjadi Presiden atau Wakil Presiden. Yang sudah bermunculan sekarang ini, meskipun banyak yang belum pernah menjadi Presiden atau Wakil Presiden, pada umumnya sudah pernah menjadi capres atau cawapres pada Pemilu 2004 dan 2009.

Saya kira, ini pelajaran penting bagi partai-partai. Selagi masih ada waktu (kurang lebih dua tahun lagi), ada baiknya untuk segera mencari alternatif capres-cawapres yang benar-benar sesuai kehendak rakyat. Dari capres-cawapres yang sudah bermunculan, meskipun popularitasnya ada yang sudah di atas 90%, elektabilitasnya masih sangat rendah, rata-rata hanya 10% ke bawah. Kita butuh capres-cawapres yang mendapat dukungan signifikan dari rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar