Jumat, 13 Juli 2012

Orang-Orang Penebar Harapan


Orang-Orang Penebar Harapan
Djoko Pitono ; Jurnalis dan Editor Buku
JAWA POS, 13 Juli 2012


BAGAIMANA Anda melihat Indonesia di masa depan? Jawaban yang sering terdengar adalah negeri ini akan segera hancur. Lihatlah judul-judul berita halaman utama di media massa.

Sebagian besar laporan adalah laporan-laporan dengan judul negatif, seperti tidak ada yang beres di negeri ini. Seolah-olah tidak ada orang jujur dan idealis. Seolah-olah semua orang berengsek. Apalagi dalam beberapa waktu terakhir ini. Korupsi di mana-mana, melibatkan beragam profesi dan jabatan: jaksa, hakim, polisi, pengacara, bupati, gubernur, menteri, anggota DPRD, hingga DPR. Tidak sedikit pula perempuan sosialita yang ditahan KPK karena kasus korupsi. 

Opini-opini negatif yang menyebarkan pesimisme pun mengikutinya.

Para penulis "ahli korupsi" bermunculan di mana-mana. Seorang rekan mengeluh, dirinya mbleneg membaca tulisan-tulisan tersebut. Terlalu banyak, terlalu melimpah. 

Padahal, sebenarnya masyarakat lebih membutuhkan masukan-masukan yang menumbuhkan harapan dan optimisme dalam menghadapi tantangan hidupnya. Jutaan rakyat negeri ini memang hidup miskin, sebagian sangat miskin dan amat berat hidupnya. Ibarat hidup di lorong gelap, mereka butuh cahaya lilin daripada sumpah serapah terhadap kegelapan. Seperti Anna Eleanor Roosevelt, Ibu Negara Amerika 1933-1945, yang mencerahkan dan membesarkan hati rakyatnya di masa Depresi Besar. Kata-katanya yang tersohor, antara lain, "Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada keindahan impian-impiannya." The future belongs to those who believes to the beauty of their dreams.

Anna Eleanor Roosevelt (1884-1962) memang bukan perempuan biasa. Menyusul hancurnya harga-harga saham pada 1929, Amerika Serikat jatuh ke jurang Depresi Besar hingga menjelang Perang Dunia II. Saat Franklin Delano Roosevelt dilantik menjadi presiden AS menggantikan Presiden Hoover pada 1933, sekitar 15 juta pekerja menganggur. Roosevelt melakukan reformasi federal dengan menciptakan kebijakan The New Deal, dengan memberlakukan UU Keamanan Sosial yang memberikan bantuan keuangan kepada para penganggur. Selain itu, juga ada UU Perburuhan yang mengatur lebih adil gaji minimum, jam kerja 40 jam per minggu, serta peluang kerja sejajar antara laki-laki dan perempuan, termasuk orang-orang dari kelompok minoritas.

Sejarah memang mencatat peran Eleanor sebagai ibu negara dengan tinta emas. Di saat kaum laki-laki terpuruk dalam keputusasaan karena tidak mampu menafkahi keluarganya, Eleanor Roosevelt mengatakan, "Terserah pada kaum perempuan, mau apa". Kaum perempuan pun berbondong-bondong memenuhi seruan ibu negara itu, dengan bekerja apa saja, termasuk menjadi pekerja kantor atau pabrik-pabrik tekstil.

Pengaruh seruan Eleanor tersebut sungguh besar selama Depresi Besar. Jutaan orang tidak sampai kelaparan meskipun tidak semakmur sebelum zaman malaise alias "zaman meleset" tersebut. Meskipun hidup memang tidak mudah, masa depresi itu membuat kaum perempuan Amerika keluar dari peran tradisionalnya sebagai istri dan ibu untuk masuk dunia kerja. Hal ini meningkatkan keyakinan atas kemampuan mereka dan meningkatkan statusnya dalam masyarakat. Setelah kematian suaminya pada 1945, Eleanor melanjutkan aktivitas politik dan sosialnya. 

Orang-Orang Teguh 

Eleanor Roosevelt memang tokoh hebat dalam menebar harapan dan optimisme rakyatnya. Tetapi, negeri ini pun memiliki tokoh-tokoh penebar harapan yang luar biasa. Mereka yang-pinjam istilah Menteri BUMN Dahlan Iskan- lebih suka "to manufacturing hope". 

Anies Baswedan, rektor Universitas Paramadina, misalnya, adalah salah satunya. Tokoh keturunan Arab tersebut selalu tampil dengan pesan-pesannya yang penuh optimisme dan membesarkan hati masyarakat. Program Indonesia Mengajar yang digagasnya mendapat sambutan luar biasa dari anak-anak muda sarjana yang idealistis. Anak-anak muda pintar itu berebut untuk menjadi pengajar di sekolah-sekolah terpencil di berbagai pelosok Tanah Air dan menebarkan harapan pada anak-anak miskin.

Andy F. Noya adalah contoh lain yang tak kalah hebat. Lewat program Kick Andy di MetroTV yang sangat populer, dia menampilkan wawancara dengan orang-orang yang hebat, idealistis, dan penuh pengabdian pada masyarakat. Orang-orang yang menumbuhkan inspirasi. Entah sudah berapa ratus orang hebat yang ditampilkannya.

Mengikuti kisah-kisah dari program Indonesia Mengajar dan Kick Andy selalu mengasyikkan dan memberikan harapan pada masa depan negeri ini yang lebih baik. Saya pun teringat kisah tentang Kim Young-son (60), penyiar radio Korea Selatan yang jatuh cinta pada Indonesia. 

Penyiar radio itu tidak punya hubungan darah apa pun dengan orang Indonesia. Tetapi, cintanya kepada negeri ini sungguh luar biasa. Dia selalu memberikan bantuan kepada orang-orang Indonesia yang tinggal atau berkunjung ke Korea Selatan. 

Satu saat Kim Young-son diwawancarai wartawan. Kim ditanya pandangannya tentang keadaan Indonesia yang sering diberitakan secara negatif di media massa. Jawaban Kim? 

Kim mengatakan, dirinya tahu Indonesia punya banyak masalah dan hambatan. Tetapi, hambatan-hambatan itu bisa dituntaskan pada suatu hari. Indonesia adalah negara yang akan hidup selamanya. Waktu yang dijalani Indonesia sejak merdeka, kalau diukur dengan kehidupan sebuah negara, masih sekejap mata. Waktu itu sangat pendek dan tidak ada artinya karena Indonesia masih akan hidup sampai 500 tahun, 5.000 tahun, bahkan 50.000 tahun lagi. 

"Jika dalam waktu selama merdeka itu muncul hal-hal negatif dalam masyarakat Indonesia, itu tidak menjadi masalah. Jangan terlalu cepat putus asa karena Indonesia tidak akan tutup pintu esok hari," kata Kim. 

Apakah hasil putaran pertama pilgub DKI mencerminkan optimisme masa depan warga di tengah keruwetan ibu kota? Sehingga perlu menjajal pemimpin dari "desa" yang fresh di tengah berjuta masalah itu? Semoga begitu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar