Senin, 02 Juli 2012

Membisniskan Pemilu

Membisniskan Pemilu
Abdullah Yazid ; Peneliti International Conference of Islamic Scholars
REPUBLIKA, 30 Juni 2012


Pemilihan umum kepala daerah (pemilukada), pemilu legislatif (pileg), hingga pemilu presiden (pilpres) adalah pengejawantahan demokrasi di Indonesia. Awalnya, pemilu dimaksudkan untuk memilih pemimpin dan legislator yang berintegritas, cakap, dan visioner.

Belakangan, pemilu terasa menjadi “ladang bisnis” para kandidat. Pemilu dengan parpol peserta yang beraneka platform, seperti nasionalis, religius, dan mungkin juga sekuler, bertujuan semata-mata mencetak penguasa (pangreh praja), bukan pelayan masyarakat (pamong praja).

Sudah rahasia umum jika kita bertanya, dari mana modal para kandidat yang berkontestasi di ajang pemilu? Sebagai rakyat biasa, rasanya tidak sanggup memikirkan biaya iklan di media yang bisa menjaring jutaan pemirsa, televisi misalnya. Untuk durasi 30 detik saja harus mengeluarkan puluhan juta. Itu dalam sekali tayang. Bagaimana ka lau dalam sehari bisa tayang sampai 10 kali, mungkin lebih, dan di prime time? Belum lagi yang berkampanye lewat span duk, baliho, dan poster. Sampah yang diproduksi juga tidak sedikit.

Faktanya, tidak semua kandidat ber modal besar. Ada juga yang buat ongkos “menjual” dirinya itu hasil pinjaman alias utang. Jika terpilih, sudah tentu logikanya mengembalikan modal dan meraup untung lebih besar. Berarti, ongkos yang digunakan buat membayar utang dari jabatannya adalah uang rakyat. Jika memanfaatkan uang rakyat, ujung-ujungnya adalah korupsi dan menghalalkan segala cara. Inilah konsep dasar pemilu sebagai bisnis menjanjikan.

Dalam berbisnis, semakin besar modal yang dikeluarkan, semakin besar pula ekspektasi profitnya. Sementara, dalam pemilu, meskipun uang (modal) bukan satu-satunya faktor penentu dalam pemenangan pemilu, tetap saja uang faktor utama yang diperlukan dalam menjalankan proses kampanye dan meraih dukungan pemilih (Jacobson, 1980). Karena itu, isu dana politik menjadi amat krusial.

Dominatif

Masa-masa kritis dalam pemilu adalah kampanye. Ada empat faktor dalam kampanye pemilu: kandidat, program kerja dan isu kandidat, organisasi kampanye (mesin politik), dan sumber daya (uang/modal). Dari keempat faktor tersebut, fakta menunjukkan uang sebagai faktor yang amat berpengaruh. Tanpa uang, ketiga faktor lainnya tidak berarti penting.

Karakteristik uang menyuguhkan kemudahan. Uang dapat diubah ke berbagai sumber daya, dan sebaliknya juga, beragam sumber daya dapat diubah ke dalam uang. Uang memperkuat pengaruh politik bagi mereka yang memilikinya atau yang berwenang mendistribusikannya (Nassmacher, 2001). Ini mengandaikan pemilu sebagai bisnis justru dominan sebagai potensi bisnis karena kuatnya pengaruh uang tersebut.

Di prosesi pemilu mana pun, menjadikan hajatan demokrasi ini sebagai upaya peningkatan kesejahteraan adalah kenyataan telanjang yang tak terbantahkan. Hodess (2004) bahkan mengistilahkan lebih vulgar: korupsi politik dan penyelewengan kekuasaan untuk keuntungan pribadi.

Dana Politik

Dalam modul “Memantau Korupsi Pemilu“ yang diterbitkan Tifa Foundation bersama Indonesia Corruption Watch (ICW), istilah dana politik dibedakan dengan melihat sumber dan penggunaan. Menilik sumbernya, dana politik bersumber dari sumbangan simpatisan (donatur) dan sumbangan negara (subsidi). Dari sisi penggunaan, dana politik dibedakan berdasarkan bentuk peruntukan pengeluarannya. Yakni, pengeluaran untuk membiayai aktivitas rutin parpol dan pengeluaran kampanye.

Kecenderungan pengeluaran tersebut sangat dipengaruhi sistem pemilu. Untuk sistem proporsionaz, aktivitas pembiayaan terfokus pada pembiayaan partai.
Untuk majoritarian system, pembiayaan lebih terfokus pada kampanye masingmasing kandidat yang dilakukan oleh kandidat sendiri maupun pihak ketiga yang ditunjuk berkampanye untuk kan didat.

Negara kita, menurut hemat saya, belum memiliki budaya dan sistem pe milu yang terkontrol dengan baik. Budaya politik di Amerika terlihat lebih berorientasi pada kampanye daripada organisasi. Kandidat lebih dominatif daripada partai, yakni ketika uang dibelanjakan lebih untuk proses kampanye dan memengaruhi hasilnya.

Di negara-negara Eropa Barat, dana politik adalah kata lain dari pendanaan partai yang digunakan untuk membiayai aktivitas rutin internal partai selama masa pemilu. Di Eropa, kampanye lebih didominasi partai sedangkan di Amerika, terutama Amerika Utara, didominasi oleh kandidat (Nassmacher, 2001). Dalam pengaturan dana politik di Indonesia, kedua rekening (rekening partai dan rekening kampanye) memang terpisah sejak pemilu 2004.

Namun, kandidat dalam kontestasi pemilu sering mengakali dengan menggunakan rekening lain yang sama sekali tidak terawasi. Artinya, rekening yang terpublikasikan dan rekening riil, sangat jauh berbeda. Biaya pemilu oleh kandi dat, nyatanya jauh lebih besar dari yang diketahui publik.

Bisnis pemilu adalah kenyataan di tengah-tengah kita. Berbisnis pemilu, menjanjikan bagi para kandidat berduit atau kandidat pas-pasan, namun berani gambling dan berutang. Pemilu adalah proyek bisnis maha dahsyat yang secara nyata menyulitkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Lingkaran setan pemi lu, politik, bisnis, parpol, dan korupsi hanya bisa diatasi oleh integritas moral kandidat yang amat tinggi.

Tidak ada makan siang gratis dalam bisnis pemilu (no free lunch in election as business). Donatur kakap pasti akan menyulitkan para pemimpin kita. Sulit untuk meminimalisasi campur tangan mereka. Dari pilihan yang ada, sulit juga mencari yang jernih. Yang paling mendesak dan realistis bagi masyarakat sekarang hanyalah memilih kandidat yang madaratnya lebih kecil bagi bangsa. Lebih dari itu, kita semua tetap tak boleh patah arang mengampanyekan pemilu bersih, jurdil, dan bermartabat.


1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus