Rabu, 04 Juli 2012

Makna Aksi Sawer untuk KPK

Makna Aksi Sawer untuk KPK
Benny Susetyo ; Pemerhati Sosial
MEDIA INDONESIA, 04 Juli 2012
 

PENGUMPULAN dana yang dilakukan rakyat untuk pembangunan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki banyak arti. Terlepas dari aksi ‘sawer’ yang belakangan ini menuai kontroversi, gerakan seperti itu memiliki arti sangat penting. Maknanya ialah betapa rakyat sudah sangat muak dengan korupsi dan akan mendukung apa pun bentuk tindakan untuk melawan tindakan korup.

Penolakan, penundaan, atau apa pun namanya yang dilakukan parlemen terkait dengan pembangunan gedung dewan memungkinkan diduga sebagai tindakan politik. Itu dikatakan karena terdapat rekam jejak yang kurang baik selama ini antara parlemen dan KPK. Itulah mengapa diskusi tentang legal tidaknya aksi itu, atau tuduhan bahwa KPK mencari sensasi belaka, seolah justru tidak mengakui makna peran penting partisipasi rakyat memberantas korupsi.

Dalam pemberantasan korupsi di negeri ini, KPK bukan saja sekadar institusi pemberantas korupsi. KPK bukan saja komisi, melainkan lebih dari itu adalah sebuah entitas yang akan terus menanamkan jiwa dan perilaku antikorupsi di negeri ini. KPK merupakan cermin dari semangat untuk memberantas korupsi hingga akar-akarnya.

Aksi ‘sawer’ untuk pembangunan gedung KPK memiliki makna penting sebagai partisipasi masyarakat dalam melawan korupsi di negeri ini. Jelas bahwa korupsi merupakan musuh nomor satu yang harus terus diperangi untuk cita-cita menjaga Indonesia sebagai negara gagal, negeri bangkrut yang hanya akan menjadi kisah masa lalu.

Masyarakat memiliki harapan tinggi, bahkan terkadang terlampau tinggi, untuk institusiinstitusi bersih yang dikelola orang-orang yang dapat dipercaya dan diandalkan. KPK ialah salah satu lembaga yang sejauh ini mendapatkan apresiasi dari masyarakat, terlepas dari beberapa kelemahan yang terdapat di dalamnya.

Karena itulah, bila ada sinyalemen kelompok-kelompok tertentu berniat mengganggu eksistensi pemberantasan korupsi tersebut, rakyat akan berdiri paling depan dan mendukung sepenuhnya mengadakan gerakan perlawanan. Rakyat sudah hampir habis kesabaran menyaksikan berbagai atraksi para koruptor merampok uang negara untuk keperluan diri dan kelompok mereka.

Benteng Moral Keadilan

Ketidakadilan sudah merebak di mana-mana. Korupsi dengan berbagai modus justru semakin gencar dilakukan di tengah sebuah bangsa yang sangat muak terhadap korupsi. Berbagai kasus ketidakadilan di negeri itu dari hari ke hari semakin meningkat. Karena itu, dukungan yang diberikan kepada KPK dinilai bisa membantu lembaga tersebut lebih lurus dan maksimal dalam menjalankan tugas-tugas mereka menjaga negeri ini dari korupsi.

Amat pantas kita semua merasa khawatir membayangkan korupsi negeri ini, bahkan sudah merasuk sampai ke dunia pendidikan dan agama. Masih begitu banyak kasus besar yang belum tuntas dan masih menimbulkan tanda tanya publik.

Karena itulah, sudah semestinya publik mendorong KPK agar terus berani bergerak efektif menuntaskan kasus-kasus yang merugikan bangsa. KPK perlu mendapatkan semangat baru agar tidak takut dengan intervensi kekuasaan atau partai-politik atau orang-orang kuat lainnya yang bermaksud melemahkan KPK. Publik mengharapkan KPK mampu mengungkap persekongkolan penguasa, pengusaha, serta aparatus negara yang membuat rakyat terusir dari tanah mereka sendiri.

Berbagai kasus hukum yang menimpa rakyat kecil di negeri kita akhir-akhir ini merupakan fenomena paling buruk bagi kita dalam menegakkan keadilan hukum. Hukum yang gamang dengan roh keadilan yang semakin menjauh dari rakyat kecil.

Rasa keadilan di negeri ini benar-benar sedang diuji. Berbagai contoh nyata hadir ke hadapan kita memberikan petunjuk bahwa keadilan sedang berada di titik nadir. Apakah berbagai fakta ketidakadilan itu bisa dibaca dengan hati nurani oleh para elite negeri ini?

Pencurian dan perampokan harta kekayaan negara semakin membabi-buta, mengerikan, dan dilakukan dengan beragam cara. Juga yang terang-terangan terjadi di mata publik melukai hati nurani karena mengoyak-ngoyak hukum, menyogok, dan mempermainkannya. Para penegak hukum justru ragu menegakkan keadilan seolah tidak memiliki kepekaan yang mendalam atas apa yang terjadi. Kini rakyat betul-betul merasa dipermainkan dengan situasi yang kalut seperti ini.

Rakyat kecil dipermainkan dengan berbagai kebohongan para elite. Sudah lama di negeri ini kita susah membedakan antara kebohongan dan kebenaran. Yang bohong sering dianggap sebagai kebenaran dan yang benar sering merupakan kebohongan.

Sudah begitu lama keadilan menjadi barang yang mudah dipermainkan kekuasaan dan uang. Juga sudah begitu banyak orang tahu keadilan susah diwujudkan di negeri ini. Keadilan tidak untuk semua, melainkan untuk sebagian (yang bisa ‘membeli’-nya). Keadilan yang milik penguasa dan si empunya uang.

Hukum dan keadilan bukan saja bagaikan saudara tiri yang jauh, melainkan sering seperti musuh. Mereka jarang bisa bertemu karena begitu seringnya kekuatan lain (kuasa, otot, dan uang) yang menceraikannya.

Keadilan di negeri ini amat langka diperoleh karena keadilan tak pernah menjadi bagian dari cara berpikir, berperilaku, dan berelasi para penguasa dan penegak hukum kita. Perilaku mereka lebih mengutamakan kekuasaan dan popularitas. Rakyat beroleh pendidikan utama tentang keadilan di negeri ini: itu merupakan sebuah b bayang-bayang kamuflase. Para penguasa dan penegak hukum kita tidak memiliki gugus insting yang melahirkan cakrawala kekuasaan yang mengedepankan rasa keadilan bagi semua.

Hukum seringkali hanya pajangan dan retorika pasal-pasal di depan cengkeraman kekuasaan dan `orang kuat' hukum tak lagi memiliki taring. Hukum mandul karena hanya mampu menginjak ke bawah dan mengangkat yang atas. Hukum belah bambu telah mengiris-iris rasa keadilan di negeri ini.

Tragedi itu bisa jadi akan makin mempertebal awan mendung dalam sistem hukum bangsa kita. Apa yang kita perdengarkan tentang Indonesia sebagai `negara hukum' sering kali hanya sebagai pemanis mulut. Apa yang kita ajarkan kepada anak cucu kita tentang `kedaulatan hukum' adalah deretan kepalsuan demi kepalsuan. Keadilan tidak manifes dalam kenyataan. Das sein yang manifes di bumi kita ini ialah kekuatan, otot, kekuasaan, uang dan segala hal yang berkomprador dengannya.

Seruan Keprihatinan

Rakyat prihatin terhadap situasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Keprihatinan saat ini bahkan jauh lebih mendalam dan mendasar. Gurita korupsi dari hulu ke hilir melibatkan pejabat kementerian, anggota parlemen, para penegak hukum, kepala daerah, partai politik, pengusaha, dan sebagainya. Akibatnya terlihat semakin jelas. Sebagian besar rakyat Indonesia mengalami semakin berat membayar biaya pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok sehari-hari.

Itu semua merupakan cerminan dari perilaku anak bangsa yang bekerja sekadar mencari kesenangan perut mereka semata. Itu semua membuat mereka terasing dari realitas masyarakat yang sesungguhnya. Bumi dan kekayaan alam pun dihabiskan demi kepentingan nafsu kekuasan politik.

Begitu berbahaya ketika kita hidup di sebuah negeri tanpa pengharapan. Selama ini pemerintahan ini cenderung menyia-nyiakan kesempatan untuk memulihkan bangsa ini menjadi negeri sejahtera. Itu semua akibat politik disandera kepentingan modal dan sikap buruk berkuasa, di kala mana tindakan korupsi didewakan sebagai tindakan untuk mengeruk kekayaan. Aksi ‘sawer’, dengan begitu, perlu kita maknai kembali sebagai dukungan moral rakyat untuk memberantas korupsi hingga akar-akarnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar