Senin, 01 Juni 2015

John Nash sang Genius

John Nash sang Genius

Hotasi Nababan  ;  Alumnus Technology Policy MIT
MEDIA INDONESIA, 30 Mei 2015

Artikel HN ini juga dimuat di KORAN TEMPO 30 Mei 2015


                                                                                                                                                           
                                                
BEBERAPA hari lalu, saya mendapat berita bahwa John Nash dan istrinya meninggal dalam sebuah kecelakaan taksi di New York (24/5). Berita itu langsung menyengat saya mengingat kegeniusannya dalam membantu kita untuk memahami kerumitan dan memutuskan apa pun.

Siapa John Nash? Dalam film A Beautiful Mind, yang memenangi Piala Oscar, Russel Crowe berhasil menghidupkan John muda, seorang matematikawan di Universitas Princeton, dengan begitu polos dan lugas. Pada 1960-an, Nash mencari rumus matematika untuk memprediksi keputusan orang dalam urusan apa pun, dari urusan pacaran, belanja, sampai bekerja. Teori itu dikenal dengan game theory. Sebelumnya, John von Neumann membuat model matematika untuk zero-sum game, yang berarti dalam sebuah ekosistem, jika ada yang rugi, pasti ada yang untung dan dalam pertandingan selalu ada yang menang dan yang kalah.

Namun, Nash mencari jawaban lebih dari itu. Dia membuat model matematika yang lebih rumit untuk membuktikan dalam situasi pelik, jika para pihak yang terlibat mau bekerja sama, hasil yang diperoleh jauh lebih baik daripada memaksimalkan kepentingan masing-masing. Ilustrasi yang paling terkenal ialah prisoner's dilemma. Ada dua orang yang diinterogasi terpisah karena kejahatan mereka. Jika salah satu mengaku dan yang lain diam, yang mengaku akan bebas dan yang diam akan dihukum 10 tahun. Jika keduanya mengaku, mereka akan dihukum lima tahun. Adapun jika keduanya diam, mereka akan dihukum satu tahun. Keduanya mengetahui aturan main itu, tetapi tidak bisa berkomunikasi.

Apakah yang mereka akan putuskan?

Jika mereka berpikir cepat, keduanya akan mengaku karena ingin bebas. Namun, jika mereka berpikir dalam, mereka bisa menebak yang lain akan melakukan yang sama sehingga mereka akan dipenjara lima tahun. Kini, keduanya mulai mengingat-ingat perilaku yang lain dalam bersikap. Jika mereka kompak, lebih baik keduanya diam walaupun ada risiko dikhianati. Nah, Nash membuat rumus matematika yang menunjukkan konvergensi para pihak dalam mengambil keputusan selama keduanya rasional. Rumus matematika yang bisa memprediksi ketidakpastian itu langsung bermanfaat bagi banyak hal.

Game theory dengan cepat menjalar masuk ke berbagai bidang pelik, seperti keputusan dalam pasar keuangan, strategi perusahaan, nego siasi perburuhan, dan konflik antarnegara. Begitu banyak manfaat kejeniusan Nash sehingga dia dianugerahi Nobel Ekonomi pada 1994.

Pada musim gugur 1992, saya beruntung mengikuti kuliah industrial organization (IO) di School of Economics Massachusetts Institute of Technology (MIT) dari Prof Jean Tirole, seorang pakar ekonomi muda Prancis. IO merupakan cabang ilmu game theory tentang interaksi perusahaan dan pasar. Dengan semangat, dia bisa menyederhanakan rumus matematika rumit. Saat itulah saya jatuh hati pada teori itu. Tirole menggunakan IO untuk regulasi pasar dan monopoli.Dia dapat memformulasikan model harga optimum bagi pasar keuangan di AS dan Eropa. Atas kontribusinya yang besar, dia diganjar Nobel Ekonomi pada 2004, atau 20 tahun setelah gurunya, John Nash, menerimanya.

Banyak bencana katastrop dunia yang batal karena para pihak secara intuitif menggunakan game theory, seperti Krisis Kuba saat Kennedy-Krushev dan perang bintang saat Reagan-Andropov. Pada akhirnya, tidak berperang merupakan solusi terbaik. Untuk melindungi kepentingannya, seseorang harus memikirkan orang lain. Itu bertentangan dengan teori klasik Adam Smith pada abad 18 yang mengatakan kehidupan manusia akan menjadi lebih baik jika setiap orang mengejar kepentingannya sendiri karena ekuilibrium alami akan tercapai dari seluruh interaksi manusia yang egois.

Cara berpikir game theory selalu saya gunakan dalam 25 tahun karier saya di dunia korporasi, termasuk menjadi pemimpin berbagai perusahaan selama 12 tahun.Saya sangat terbantu saat menghadapi isu barrier to entry, penentuan harga jual, persaingan tidak sehat, keputusan investasi, dan hubungan dengan karyawan.

Saat bernegosiasi tentang penjualan lokomotif buatan GE Lokindo di Madiun kepada PT Kereta Api, saya mengajak pihak KAI untuk mengeksplorasi konsekuensi dari seluruh opsi. Akhirnya, kami sepakat dengan term yang saling menguntungkan. Saat PLN kesulitan menghidupi mesin pembangkit yang sudah tidak ekonomis, saya berhasil mengajak PLN dan GE mencari solusi baru yang menguntungkan keduanya.

Saat berembuk dengan Asosiasi Pilot Merpati yang menuntut kenaikan gaji di tengah arus pembajakan pilot, saya membuat simulasi bersama dengan semua kemungkinan. Akhirnya, mereka bersedia tidak naik gaji. Selama enam tahun memimpin Merpati di saat sulit, saya tidak menemukan satu pun aksi karyawan yang mengganggu perusahaan. Mereka makin kooperatif jika assymetric information berkurang.

Saya memahami kesulitan yang dihadapi pemerintah dalam keputusan yang dilematis, seperti subsidi BBM, impor beras, ekspor tambang mineral, atau insentif pajak. Para pelaku usaha dan masyarakat yang dihadapi memiliki strategi sendiri dengan perilaku beragam. Mereka akan bertindak reaktif terhadap aksi pemerintah. Semoga aplikasi game theory dapat digunakan dan dipahami seluruh tim pemerintah agar terjadi perilaku yang diharapkan. Niat baik saja tidak cukup karena manusia itu rasional.

John Nash telah membuat banyak pengusaha dan eksekutif perusahaan menjadi kaya raya karena menggunakan teorinya dalam keputusan bisnis. Mungkin mereka tidak sempat berduka atas kepergian Nash karena kesibukan.

Tuhan begitu baik memberi Nash bagi kita semua.

Thank you, John! Rest in peace.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar