Kamis, 01 Agustus 2013

Tuntutan Pelayanan Prima Perbankan Syariah

Tuntutan Pelayanan Prima Perbankan Syariah
Herman  ;   Anggota Lembaga Pengkajian Perbankan dan Ekonomi Syariah (KPES) FAI-Universitas Muhammadiyah Jakarta
          SUARA KARYA, 31 Juli 2013


Beberapa waktu lalu Bank Indonesia (BI) merilis pertumbuhan aset perbankan syariah pada triwulan I-2013. Aset perbankan syariah per Maret 2013 tembus Rp 214,5 triliun atau naik 37,8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Data ini menunjukkan adanya kepercayaan dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk menggunakan produk yang berbasis syariah. Masyarakat juga menilai jika keberadaan keuangan syariah lebih memberikan keadilan daripada sistem perbankan yang berbasis bunga.

Namun, perbedaan mendasar antara perbankan konvensional dan perbankan syariah yang didasarkan pada bunga dan bagi hasil tidak cukup mempertahankan loyalitas nasabah. Ada banyak faktor yang bisa dijadikan alasan oleh nasabah untuk tetap loyal pada lembaga keuangan. Salah satunya adalah pelayanan prima (service excellence). Pelayanan ini sangat penting untuk mempertahankan dan menarik nasabah lebih banyak.

Pelayanan prima atau service excellence adalah kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan, pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada perusahaan (Lovelock dan Wirtz, 2004). Pelayanan yang baik menjadi penting sebagai alat promosi bagi calon nasabah. Pelayanan prima di bank bisa dikatakan sebagai pelayanan untuk memberikan kepuasan kepada nasabah agar mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan mudah dan mendapatkan lebih dari apa yang mereka inginkan selama ini.

Perbankan syariah harus mampu menerapkan konsep ini agar kepercayaan masyarakat semakin meningkat. Pelayanan priman ini harus menjadi pembeda juga dengan pelayanan yang ada di bank-bank konvensional. Jangan sampai perbedaan hanya terletak pada penerapan sistem bunga ataupun bagi hasil. Jika konsep pelayanan prima merupakan konsep Islam secara umum, sehingga tidak ada alasan lagi bagi perbankan syariah untuk tidak menerapkan konsep ini dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya.

Terkait pentingnya pelayanan prima, Harvard Business Review, US News dan World Report pernah melakukan survei terhadap pelanggan yang pergi. Hasilnya, sebanyak 14 persen mereka pergi karena keluhan yang tidak ditangani, sebanyak 9 persen karena tertarik dengan penawaran pesaing, 9 persen lagi karena pindah ke luar kota dan terakhir sebanyak 68 persen karena sikap pelayanan yang mengecewakan.

Keluhan yang tidak ditangani, ketertarikan terhadap penawaran pesaing dan berpindahnya nasabah ke luar kota menjadi penyebab perginya pelanggan. Tetapi, jika kita lihat hasil survei di atas, alasan mendasar kenapa nasabah pergi adalah karena mereka merasa tidak puas terhadap sikap karyawan, yaitu sebanyak 68 persen. Artinya, perilaku pihak perusahaan terhadap nasabah menjadi parameter utama untuk mengukur loyalitas nasabah.

Menurut Muhammad Idris dalam artkelnya, Menggagas Service Excellence Perbankan Syariah (2012) bahwa salah satu faktor utama para nasabah memilih sebuah bank adalah berdasarkan pada kualitas pelayanan yang diberikan oleh bank tersebut. Semakin baik kualitas yang diberikan, maka akan semakin banyak nasabah yang akan memilih bank tersebut begitu pun juga sebaliknya.

Karenanya, pihak perbankan syariah perlu memperhatikan masalah pelayanan mengingat industri yang berbasiskan syariah ini masih tergolong muda dibandingkan perbankan konvensional. Perbankan syariah harus berbeda tidak hanya dalam hal penerapan bagi hasil, tetapi juga dalam hal pelayanan yang prima terhadap nasabah.

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perbankan syariah terkait dengan pelayanan prima atau service excellence ini. Pertama, perbankan syariah tidak membedakan nasabah dari kelas sosial seperti kaya atau miskin bahkan terhadap nasabah yang berbeda agama sekalipun. Perbankan syariah harus memberikan pelyanan yang baik pada semua nasabah baik muslim maupun non-muslim.

Kedua, penampilan yang sopan. Penampilan juga menjadi faktor penting bagi kepuasan nasabah. Apalagi perbankan syariah merupakan industri keuangan yang didasarkan pada prinsip Islam, maka dalam penampilan juga harus mencerminkan tindakan yang islami. Jangan ada anggapan bahwa perbankan syariah hanya menjual label syariah saja sedangkan perilaku atau penampilan karyawannya tidak sesuai dengan syariah itu sendiri.

Ketiga, perbaiki kulitas sumber daya manusia (SDM). Karyawan perbankan syariah dituntut tidak hanya paham ilmu ekonomi konvensional tetapi tidak kalah pentingnya adalah penguasaan terhadap aspek-aspek syariah. Para karyawan harus mampu menjelaskan produk ataupun akad yang ada kaitannya dengan syariah. Dengan kata lain, pihak bank juga memberikan penjelasan dan edukasi tentang berbagai produk dan akad yang sesuai syariah.

Untuk itu pihak di perbankan syariah harus selektif dalam merekrut karyawan baru dengan patokan bahwa karyawan tersebut harus menguasai dua keilmuan sekaligus, yaitu ilmu konvensional dan ilmu syariah. Selain itu, pihak bank syariah perlu meningkatkan keilmuan para karyawannya melalui berbagai pelatihan terutama dalam aspek syariah mengingat kebanyakan karyawan yang ada di bank syariah saat ini berasal dari konvensional.


Dengan beberapa tawaran di atas ada optimistis, bahwa kepercayaan nasabah akan semakin meningkat untuk mnggunakan produk-produk perbankan syariah. Di samping itu, pelayanan prima nantinya juga akan meningkatkan aset, dana pihak ketiga (DPK) dan market share perbankan syariah. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar