SUARA KARYA, 31
Juli 2013
|
Beberapa
waktu lalu Bank Indonesia (BI) merilis pertumbuhan aset perbankan syariah pada
triwulan I-2013. Aset perbankan syariah per Maret 2013 tembus Rp 214,5 triliun
atau naik 37,8 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Data ini
menunjukkan adanya kepercayaan dan kesadaran masyarakat Indonesia untuk
menggunakan produk yang berbasis syariah. Masyarakat juga menilai jika
keberadaan keuangan syariah lebih memberikan keadilan daripada sistem perbankan
yang berbasis bunga.
Namun,
perbedaan mendasar antara perbankan konvensional dan perbankan syariah yang
didasarkan pada bunga dan bagi hasil tidak cukup mempertahankan loyalitas
nasabah. Ada banyak faktor yang bisa dijadikan alasan oleh nasabah untuk tetap
loyal pada lembaga keuangan. Salah satunya adalah pelayanan prima (service excellence). Pelayanan ini
sangat penting untuk mempertahankan dan menarik nasabah lebih banyak.
Pelayanan
prima atau service excellence adalah
kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk
memfasilitasi kemudahan, pemenuhan kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya, agar
mereka selalu loyal kepada perusahaan (Lovelock
dan Wirtz, 2004). Pelayanan yang baik menjadi penting sebagai alat promosi
bagi calon nasabah. Pelayanan prima di bank bisa dikatakan sebagai pelayanan
untuk memberikan kepuasan kepada nasabah agar mereka mendapatkan apa yang
mereka inginkan dengan mudah dan mendapatkan lebih dari apa yang mereka
inginkan selama ini.
Perbankan
syariah harus mampu menerapkan konsep ini agar kepercayaan masyarakat semakin
meningkat. Pelayanan priman ini harus menjadi pembeda juga dengan pelayanan
yang ada di bank-bank konvensional. Jangan sampai perbedaan hanya terletak pada
penerapan sistem bunga ataupun bagi hasil. Jika konsep pelayanan prima
merupakan konsep Islam secara umum, sehingga tidak ada alasan lagi bagi
perbankan syariah untuk tidak menerapkan konsep ini dalam memberikan pelayanan
kepada nasabahnya.
Terkait
pentingnya pelayanan prima, Harvard
Business Review, US News dan World
Report pernah melakukan survei terhadap pelanggan yang pergi. Hasilnya,
sebanyak 14 persen mereka pergi karena keluhan yang tidak ditangani, sebanyak 9
persen karena tertarik dengan penawaran pesaing, 9 persen lagi karena pindah ke
luar kota dan terakhir sebanyak 68 persen karena sikap pelayanan yang
mengecewakan.
Keluhan
yang tidak ditangani, ketertarikan terhadap penawaran pesaing dan berpindahnya
nasabah ke luar kota menjadi penyebab perginya pelanggan. Tetapi, jika kita
lihat hasil survei di atas, alasan mendasar kenapa nasabah pergi adalah karena
mereka merasa tidak puas terhadap sikap karyawan, yaitu sebanyak 68 persen.
Artinya, perilaku pihak perusahaan terhadap nasabah menjadi parameter utama
untuk mengukur loyalitas nasabah.
Menurut
Muhammad Idris dalam artkelnya, Menggagas
Service Excellence Perbankan Syariah (2012) bahwa salah satu faktor utama
para nasabah memilih sebuah bank adalah berdasarkan pada kualitas pelayanan
yang diberikan oleh bank tersebut. Semakin baik kualitas yang diberikan, maka
akan semakin banyak nasabah yang akan memilih bank tersebut begitu pun juga
sebaliknya.
Karenanya,
pihak perbankan syariah perlu memperhatikan masalah pelayanan mengingat
industri yang berbasiskan syariah ini masih tergolong muda dibandingkan
perbankan konvensional. Perbankan syariah harus berbeda tidak hanya dalam hal
penerapan bagi hasil, tetapi juga dalam hal pelayanan yang prima terhadap
nasabah.
Setidaknya
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh perbankan syariah terkait dengan
pelayanan prima atau service excellence
ini. Pertama, perbankan syariah tidak membedakan nasabah dari kelas sosial
seperti kaya atau miskin bahkan terhadap nasabah yang berbeda agama sekalipun.
Perbankan syariah harus memberikan pelyanan yang baik pada semua nasabah baik
muslim maupun non-muslim.
Kedua,
penampilan yang sopan. Penampilan juga menjadi faktor penting bagi kepuasan
nasabah. Apalagi perbankan syariah merupakan industri keuangan yang didasarkan
pada prinsip Islam, maka dalam penampilan juga harus mencerminkan tindakan yang
islami. Jangan ada anggapan bahwa perbankan syariah hanya menjual label syariah
saja sedangkan perilaku atau penampilan karyawannya tidak sesuai dengan syariah
itu sendiri.
Ketiga,
perbaiki kulitas sumber daya manusia (SDM). Karyawan perbankan syariah dituntut
tidak hanya paham ilmu ekonomi konvensional tetapi tidak kalah pentingnya
adalah penguasaan terhadap aspek-aspek syariah. Para karyawan harus mampu
menjelaskan produk ataupun akad yang ada kaitannya dengan syariah. Dengan kata
lain, pihak bank juga memberikan penjelasan dan edukasi tentang berbagai produk
dan akad yang sesuai syariah.
Untuk
itu pihak di perbankan syariah harus selektif dalam merekrut karyawan baru
dengan patokan bahwa karyawan tersebut harus menguasai dua keilmuan sekaligus,
yaitu ilmu konvensional dan ilmu syariah. Selain itu, pihak bank syariah perlu
meningkatkan keilmuan para karyawannya melalui berbagai pelatihan terutama
dalam aspek syariah mengingat kebanyakan karyawan yang ada di bank syariah saat
ini berasal dari konvensional.
Dengan
beberapa tawaran di atas ada optimistis, bahwa kepercayaan nasabah akan semakin
meningkat untuk mnggunakan produk-produk perbankan syariah. Di samping itu,
pelayanan prima nantinya juga akan meningkatkan aset, dana pihak ketiga (DPK)
dan market share perbankan syariah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar