Kamis, 01 Agustus 2013

Monster-Monster Politik

Monster-Monster Politik
Bisma Yadhi Putra  ;  Pemerhati Masalah Sosial
          OKEZONENEWS, 31 Juli 2013


BALA besar tengah melanda sebuah negara. Nyaris semua warganya menjelma menjadi monster pemakan manusia. Domba pun berubah menjadi pemakan domba. Penyebabnya: sebuah virus yang menjadi senjata makan tuan.
  
Negara itu dipimpin oleh seorang presiden bengis. Siang-malam ia menyiksa dan membunuh rakyatnya. Di depan istana negara, pernah ia memenggal sendiri leher seorang pemuda. Siapa saja yang berani menentang, akan diburu lalu dipancung. Menteri-menterinya pun berwatak sama. Mereka korup, gemar prostitusi, dan kejam. 

Anggaran belanja publik pun dipangkas habis-habisan. Subsidi untuk rakyat miskin dihapuskan. Harga kebutuhan-kebutuhan pokok mahal. Rakyat tak berdaya melawan. Militer diperintahkan agar jangan sungkan membedil tengkorak pemberontak. Setiap hari pula, tentara dikerahkan untuk menarik pajak dari pedagang-pedagang miskin.

Negara-negara tetangga yang mengutuk keras kekejian tersebut dianggap musuh oleh sang presiden bengis. Perang urat saraf melanda. Perang senjata enggan dilakukan, sebab kekuatan militer masing-masing negara relatif seimbang. Sang presiden bengis mencari cara lain untuk melumpuhkan musuh-musuhnya. 

Awalnya, ia gencar mencuci otak rakyat negara-negara musuh. Ternyata, propaganda itu gagal. Sasaran tak rentan doktrinasi oleh propagandis asing. Kepercayaan kepada pemimpin mereka cukup tinggi. Segenap fitnah yang ditebarkan agen-agen sang presiden bengis tak membawa dampak.

Suatu ketika, ia mendapat sebuah ide kotor saat menonton film I am Legend (Francis Lawrence, 2007). Dalam segera, ia memerintahkan para ahli kimia menciptakan sebuah virus yang dapat mengubah manusia menjadi makhluk yang akan memangsa sesamanya. Ia sadar tak akan bisa menghancurkan musuh-musuhnya dengan nuklir. Maka cara lain ditempuh: membuat seluruh manusia di negara musuh menjadi bukan manusia.

Presiden dan mayoritas legislator sepakat mengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) yang mengalihkan subsidi energi ke pembiayaan program penciptaan virus tersebut. Namun, program ini tetap jadi rahasia negara, sehingga tak disebutkan dalam naskah APBN-P. Untuk mengelabui rakyat, pemerintah berdalih pengurangan subsidi guna mengurangi defisit anggaran negara atau penyehatan fiskal.

Berbulan-bulan para ahli kimia melakukan eksperimen. Uji coba dilakukan pada kelinci. Hingga suatu ketika, nahas, terjadi sebuah kecelakaan fatal: virus berbahaya tersebut menyentuh kulit seorang pekerja laboratorium. Virus itu menjangkiti tubuhnya. Dalam hitungan detik, sifat-sifat alami manusianya lenyap total. Para ahli kimia lainnya satu per satu dimangsa. Laboratorium berubah menjadi kandang manusia karnivora. Yang terkena gigitan akan berubah menjadi monster pula. Virus itu menyebar dari gigitan ke gigitan. Celakanya, pintu kandang itu tak tertutup.

Dalam dua hari, negara lumpuh. Debat-debat politik di televisi lenyap. Roda ekonomi terhenti. Darah berceceran di sana-sini. Potongan-potongan tubuh berserakan di jalanan. Bau bangkai menyengat. Suasana begitu sepi di siang hari. Kala matahari terbenam, ramai pun tiba. Monster-monster keluar dari persembunyiannya. Mereka mencari mangsa.

Beruntung bagi dua orang tahanan politik. Setiap malam mereka didatangi monster-monster lapar. Namun, karena terlindungi jeruji besi, mereka aman. Meski harus berusaha keras mengendalikan degup jantung kala malam tiba. Jeritan-jeritan para monster membuat mata terus terbelalak. Apalagi ketika tangan-tangan berkuku tajam berusaha meraih-raih tubuh mereka.

Keesokan pagi, keduanya mencari jalan keluar. Membuka jeruji besi tak mungkin. Yang berhasil dilakukan adalah membobol atap penjara. Dari sanalah keduanya merangkak keluar. Tak ada sipir yang mengejar. Sepanjang hari keduanya mencari korban selamat. Jelang gelap, kembali ke penjara. Rasanya tak ada tempat yang lebih nyaman dibanding penjara.

Berhari-hari melakukan hal yang itu-itu saja: keluar penjara di pagi hari, masuk lagi menjelang malam. Tak berbeda jauh dengan kegiatan tahanan yang dikawal sipir. Hingga suatu hari, rasa jenuh memuncak. Pencarian pun selalu tanpa hasil. Mereka pun sepakat menciptakan sebuah serum untuk mengubah monster menjadi manusia. Bahan-bahan yang dibutuhkan diangkut dari laboratorium ke penjara.

Dua orang ini sebenarnya akan dieksekusi mati pada hari nahas tersebut. Yang satu adalah seorang revolusioner muda. Karena memimpin gerakan melengserkan presiden, ia dijatuhkan hukuman mati. Lainnya ialah seorang ahli kimia paling cerdas di negara tersebut. Usianya sudah tua. Ditahan karena tak bersedia memenuhi perintah presiden untuk menyempurnakan virus berbahaya tersebut.

Virusnya memiliki satu kekurangan: makhluk hidup yang terjangkiti tak bisa berkeliaran saat siang. Jika terkena sinar matahari, mereka akan mati. Sebab itulah monster-monster tersebut hanya berkeliaran saat malam. Jika dapat disempurnakan, virus bisa mengubah makhluk hidup menjadi monster yang dapat berkeliaran siang-malam. Satu-satunya orang yang mampu menyempurnakan virus tersebut adalah si ahli kimia tua.

Saat virus menyebar, tahanan yang tersisa hanya mereka. Lainnya sudah meninggal: dieksekusi negara. Beruntungnya, beberapa menit menjelang eksekusi, bukannya bunyi langkah sepatu tentara, yang terdengar justru rintih-rintih kesakitan. Darah melapisi batang-batang besi pintu penjara. Ada hikmahnya juga dikerangkeng.

Serum akhirnya berhasil diselesaikan dalam tiga hari. Mereka menunggu malam tiba. Sebuah perangkap dipasang untuk menangkap sampel uji coba. Tak lama, tepat di depan kerangkeng, tergantung seonggok tubuh manusia bermata merah dan berlumuran darah. Segera disuntikkan serum di bagian lehernya. 

Tiga minggu kemudian, serum itu menampakkan kemujarabannya. Tubuh itu berbicara dengan bahasa manusia. Bukan erangan monster lagi. Ternyata ia seorang perempuan muda. Diceritakan, seluruhnya keluarganya dibantai dengan keji: ibunya diperkosa tentara, ayahnya dibakar hidup-hidup, dan lainnya ditembak.

Ketiganya pun menciptakan serum lebih banyak lagi. Berharap semua bisa kembali normal. Target awal sebanyak seratus orang. Perangkap juga diperbanyak. Sebelum matahari melipat gelap, mereka menyuntikkan serum pada seratus monster yang terkena perangkap. Satu per satu diberi serum.

Tiga minggu kemudian, seratus manusia tergantung dengan kepala ke bawah. Semuanya kembali jadi manusia. Tidak ada lagi yang berlari sambil menggigit usus manusia di mulutnya. Segenap kerusakan diperbaiki. Peradaban kembali dibangun. Negara-negara tetangga mengirim bantuan kemanusiaan. IMF berniat mengucurkan “bantuan” dana.

Celakanya, dari seratus orang tersebut, ternyata sang presiden bengis dan semua menterinya mencakup di dalamnya. Tiada kurang satupun. Sisanya adalah sipir, tentara, dan warga sipil. Sifat bengis presiden ternyata tetap melekat. Watak monster memang telah lenyap, tetapi ia tak berubah menjadi manusia. Baik menjadi monster atau manusia, ia sama-sama tak manusiawi. 

Lantas, dikeluarkan perintah penangkapan dan eksekusi mati kepada ketiga pahlawan tersebut. Menteri-menteri dan tentara dikerahkan. Beruntung ketiganya bisa menyelamatkan diri. Di persembunyian, dengan pikiran jernih dan penuh keyakinan, mereka memutuskan kembali menciptakan dan menyebarkan virus tersebut. Mereka lebih suka sang presiden bengis dan pejabat-pejabat bejat itu kembali menjelma jadi monster. 

Lebih baik seluruh petinggi negara menjadi monster ganas yang hanya memangsa manusia di malam hari, ketimbang seorang presiden dan pejabat-pejabat brutal yang membunuh rakyat siang-malam. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar