SINAR HARAPAN,
31 Juli 2013
|
Banyak anak
jadi yatim atau piatu karena orang tuanya tewas kecelakaan ketika mudik.
Lebaran tak
lengkap tanpa mudik. Begitulah kira-kira anggapan banyak umat Islam Indonesia
setiap kali Lebaran tiba. Untuk mudik, mereka rela menghabiskan tabungan
setahun bekerja, duduk berdesak-desakan dalam bus atau kereta, bermacet-macetan
di jalan raya.
Kendaraan yang mereka tumpangi untuk membawa mereka pun beragam, dari yang bagus sampai yang paling butut. Dari bus ber-AC, sampai bajaj yang dimodifikasi. Sepeda motor pun diperpanjang joknya dengan tambahan papan di bagian belakang agar bisa dipakai mengangkut barang bawaan mudik.
Ternyata, mudik yang telah menjadi tradisi tahunan di Indonesia itu tidak saja dilakukan umat Islam tapi juga oleh umat agama lain. Mudik tak lagi dipandang sebagai peristiwa keagamaan semata, tapi juga peristiwa social. Mayarakat yang selama ini tinggal di kota bertemu dengan sanak famili atau teman sejawatnya yang selama ini tinggal di udik atau kampung. Anak bertemu orang tuanya. Sesama kawan lama bertemu. Silaturahmi terjadi dalam suasana yang penuh persaudaraan dan semua orang bermaaf-maafan.
Dari tahun ke tahun, jumlah pemudik terus meningkat. Meskipun hampir setiap Lebaran kita mendengar keluhan mengenai harga-harga yang naik. Tapi mudik seolah jadi agenda wajib yang tak boleh ditinggalkan. Pada 2013 ini, Kementerian Perhubungan memperkirakan ada 17.393.016 pemudik yang menggunakan angkutan umum saat menjelang dan setelah Lebaran. Angka ini berarti naik 4,5 persen dibanding tahun 2012.
Banyak korban
Sayangnya, tradisi mudik yang baik ini sering kali menimbulkan malapetaka. Niat bertemu orang tua malah jadi bencana. Bersamaan dengan selalu meningkatnya jumlah pemudik, angka kematian saat mudik setiap Lebaran selalu meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan pengalaman tahun 2012, angka kecelakaan selama arus mudik dan balik Lebaran naik hingga 10,3 persen dibandingkan tahun 2011. Angka kecelakaan lalu lintas selama musim mudik Lebaran 2012 mencapai 5.233 kasus. Dari jumlah ini, pengendara sepeda motor yang paling mendominasi, kasusnya mencapai 72 persen. Jumlah korban meninggal tercatat 908 korban atau 16 persen lebih tinggi dari tahun 2011. Korban yang mengalami luka berat sebanyak 1.505 orang dan luka ringan 5.139 orang.
Dalam banyak kasus tersebut, tentu anak-anaklah yang menjadi korban, baik sebagai korban langsung maupun menjadi yatim atau piatu karena orang tuanya cacat atau meninggal akibat kecelakaan. Bayangkan, jika saja sepertiga dari korban meninggal mudik tahun lalu adalah orang tua, berapa banyak anak yang kemudian menjadi yatim atau piatu?
Sayangnya, selama ini kita tak pernah mendata serius bagaimana dampak kecelakaan mudik Lebaran terhadap anak-anak. Bukan cuma itu, bahkan pemerintah pun tak pernah menyampaikan ucapan belasungkawa khusus atas meninggalnya 900 orang sepanjang mudik.
Untuk itu perlu perhatian serius agar mudik tidak berubah jadi bencana. Para pemudik mestinya sejak awal mempersiapkan segala sesuatunya agar mudik bisa dilakukan dengan aman dan nyaman.
Tip Mudik Ramah Anak
Beberapa tip dari kampanye Mudik Ramah Anak yang digagas Gerakan Para Pendongeng untuk Kemanusiaan (Geppuk), didukung Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Fatayat NU, Dompet Dhuafa, PAKTA, dan Lingkar Studi Anak Nusantara (LiSAN) ini bisa dijadikan acuan pemudik sebelum berangkat ke kampung halaman.
Kendaraan yang mereka tumpangi untuk membawa mereka pun beragam, dari yang bagus sampai yang paling butut. Dari bus ber-AC, sampai bajaj yang dimodifikasi. Sepeda motor pun diperpanjang joknya dengan tambahan papan di bagian belakang agar bisa dipakai mengangkut barang bawaan mudik.
Ternyata, mudik yang telah menjadi tradisi tahunan di Indonesia itu tidak saja dilakukan umat Islam tapi juga oleh umat agama lain. Mudik tak lagi dipandang sebagai peristiwa keagamaan semata, tapi juga peristiwa social. Mayarakat yang selama ini tinggal di kota bertemu dengan sanak famili atau teman sejawatnya yang selama ini tinggal di udik atau kampung. Anak bertemu orang tuanya. Sesama kawan lama bertemu. Silaturahmi terjadi dalam suasana yang penuh persaudaraan dan semua orang bermaaf-maafan.
Dari tahun ke tahun, jumlah pemudik terus meningkat. Meskipun hampir setiap Lebaran kita mendengar keluhan mengenai harga-harga yang naik. Tapi mudik seolah jadi agenda wajib yang tak boleh ditinggalkan. Pada 2013 ini, Kementerian Perhubungan memperkirakan ada 17.393.016 pemudik yang menggunakan angkutan umum saat menjelang dan setelah Lebaran. Angka ini berarti naik 4,5 persen dibanding tahun 2012.
Banyak korban
Sayangnya, tradisi mudik yang baik ini sering kali menimbulkan malapetaka. Niat bertemu orang tua malah jadi bencana. Bersamaan dengan selalu meningkatnya jumlah pemudik, angka kematian saat mudik setiap Lebaran selalu meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan pengalaman tahun 2012, angka kecelakaan selama arus mudik dan balik Lebaran naik hingga 10,3 persen dibandingkan tahun 2011. Angka kecelakaan lalu lintas selama musim mudik Lebaran 2012 mencapai 5.233 kasus. Dari jumlah ini, pengendara sepeda motor yang paling mendominasi, kasusnya mencapai 72 persen. Jumlah korban meninggal tercatat 908 korban atau 16 persen lebih tinggi dari tahun 2011. Korban yang mengalami luka berat sebanyak 1.505 orang dan luka ringan 5.139 orang.
Dalam banyak kasus tersebut, tentu anak-anaklah yang menjadi korban, baik sebagai korban langsung maupun menjadi yatim atau piatu karena orang tuanya cacat atau meninggal akibat kecelakaan. Bayangkan, jika saja sepertiga dari korban meninggal mudik tahun lalu adalah orang tua, berapa banyak anak yang kemudian menjadi yatim atau piatu?
Sayangnya, selama ini kita tak pernah mendata serius bagaimana dampak kecelakaan mudik Lebaran terhadap anak-anak. Bukan cuma itu, bahkan pemerintah pun tak pernah menyampaikan ucapan belasungkawa khusus atas meninggalnya 900 orang sepanjang mudik.
Untuk itu perlu perhatian serius agar mudik tidak berubah jadi bencana. Para pemudik mestinya sejak awal mempersiapkan segala sesuatunya agar mudik bisa dilakukan dengan aman dan nyaman.
Tip Mudik Ramah Anak
Beberapa tip dari kampanye Mudik Ramah Anak yang digagas Gerakan Para Pendongeng untuk Kemanusiaan (Geppuk), didukung Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Fatayat NU, Dompet Dhuafa, PAKTA, dan Lingkar Studi Anak Nusantara (LiSAN) ini bisa dijadikan acuan pemudik sebelum berangkat ke kampung halaman.
1. Tidak membawa anak dengan sepeda motor. Mudik dengan
membawa sepeda motor, apalagi untuk perjalanan yang jauh, sangat melelahkan
untuk anak. Anak akan terpapar debu sepanjang jalan dan membahayakan psikisnya.
Jika hendak membawa motor untuk mudik, sebaiknya titipkan motor di tempat
penitipan yang banyak disediakan berbagai lembaga.
2. Bila anak ikut dalam mudik menggunakan angkutan umum,
upayakan agar anak tidak ikut berdesak-desakan. Ingat, anak bukan barang yang
bisa diselipkan di tengah kendaraan yang penuh penumpang. Perhatikan juga
sirkulasi dalam bus, kenyamanan tempat duduk, dan mintalah agar sopir bus tidak
ugal-ugalan sepanjang perjalanan.
3. Siapkan mainan yang disukai anak-anak untuk menemaninya
sepanjang perjalanan. Siapkan juga permainan sederhana yang bisa dimainkan
anak-anak bersama orang tua di sepanjang perjalanan.
4. Siapkan obat-obatan atau vitamin. Obat-obatan antimabuk
perjalanan, minyak angin, flu, gatal-gatal, adalah beberapa yang dibutuhkan
sepanjang perjalanan.
5. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi, pastikan kondisi
mobil Anda prima. Periksa kondisi mesin, oli mesin, serta ban cadangan. Periksa
juga perlengkapan dalam mobil seperti senter, segitiga pengaman, dongkrak, payung,
jas hujan, dan kotak P3K.
6. Sebagai edukasi, jelaskanlah kepada anak ciri khas mengenai
kota-kota yang dilaluinya. Selain bisa menambah pengetahuan anak, bercerita
dengan menarik juga bisa membuang rasa jenuh sepanjang perjalanan.
7. Sering-seringlah beristirahat di tempat yang telah
disediakan. Jangan paksakan mengemudi ketika kondisi badan sudah lelah. Jangan
kebut-kebutan.
Selamat
mudik. Ingat, keluarga menanti senyum Anda di kampung halaman. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar