Kamis, 01 Agustus 2013

Mesir Minus Solusi

Mesir Minus Solusi
Ibnu Burdah  ;   Pemerhati Masalah Timur Tengah dan Dunia Islam,
Dosen Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
          SUARA MERDEKA, 31 Juli 2013


PENJATUHAN Mohammed Mursi yang diklaim pihak militer dan beberapa kelompok oposisi sebagai solusi atas krisis politik di Mesir beberapa waktu lalu ternyata justru menjadi gelombang bencana baru yang benar-benar memorakporandakan Mesir. Ikhwan benar-benar tak menerima pemimpin mereka yang dipilih secara demokratis itu dilengserkan. Mereka terus mengonsolidasikan kekuatan di dalam negeri, bahkan di ìluar nege­rinya.

Kelompok yang memiliki akar sangat kuat di pedesaan dan kesetiaan tinggi dari para pengikutnya tersebut all out menuntut dikembalikannya Mursi ke kursi kepresidenan dengan risiko apa pun. Memperhatikan beberapa laporan televisi, penulis berkeyakinan protes pendukung Mursi diikuti massa yang jauh lebih besar ketimbang jumlah massa yang menjatuhkan Mursi sebelumnya. Protes terjadi hampir merata, tak hanya di kota besar seperti di Kairo dan Alexandria tapi juga di kota-kota kecil seperti Tanta, al-Fayyum, al-Minya dan lain-lain.

Merasa legitimasinya ’’terganggu’’, Abdel Fattah al-Sisi menyerukan demontrasi tandingan yang besar pada hari Jumat lalu. Massa demonstran itu sangat besar, tetapi seperti biasa hanya berpusat di Tahrir. Namun, kelompok yang menjatuhkan Mursi itu tidak lagi utuh. Ada tanda-tanda kelompok liberal mulai terpecah, terutama kalangan gerakan pemuda.

Sebagian mereka kecewa dengan perlakukan rezim baru terhadap Ikhwan yang sangat represif dan menguatnya kembali peran militer dalam pemerintahan. Beberapa kelompok pemuda, seperti Gerakan 6 April, dan beberapa partai politik menolak mengikuti aksi di Tahrir. Bahkan kini sebagian dari mereka mendukung massa pro-Mursi menghadapi militer.

Mengerahkan Total

Dari pihak Ikhwan, selain mengerahkan total kekuatan di dalam negeri, solidaritas Islamis-Ikhwani di beberapa negara lain tak bisa diremehkan. Protes dalam skala masif di Turki, Tunisia, Malaysia, dan protes lain dalam skala lebih kecil terhadap kudeta militer Mesir pun tak bisa diremehkan. Tekanan itu makin kuat ditambah tekanan pemimpin negara yang berlatar belakang Islamis-ikhwani terhadap pemerintahan baru Mesir di bawah Sisi dan Adly Mansour.

Kecaman dari berbagai kekuatan internasional atas tragedi Rab’ah beberapa waktu lalu makin menyudutkan pemerintahan hasil kudeta plus itu.

Erdogan di Turki sepertinya sedang merepresentasikan pemimpin jaringan Islamis Ikhwani yang terus berupaya mengucilkan pemerintahan baru Mesir yang dibentuk oleh militer. Ia tak hanya menyeru kepada kekuatan-kekuatan besar dunia untuk mengecam penjatuhan pemerintahan yang sah, tetapi juga mendorong isolasi terhadap pemerintahan baru Mesir yang ia sebut sebagai ’’pemerintahan kudeta’’.

Belum lama ini Erdogan ”menampar” muka pemerintahan baru Mesir dengan menolak telepon dari El-Baradei, Wakil PM Bidang Internasional dan peraih Nobel Perdamaian, dengan alasan dia bukanlah pemimpin yang sah. Sementara para elite kelompok liberal dan militer terus menjalankan agenda politiknya, seolah-olah tak terpengaruh sedikit pun dengan tuntutan pendukung Mursi dan realitas di lapangan yang sangat mencemaskan.

Para pemimpin Ikhwan terus ditangkapi dan dilarang keluar dari Mesir. Tentara dan polisi juga sangat represif terhadap aksi massa yang diberitakan sebagian media massa di Barat sebagai damai, teratur, dan santun ini. Dari hari ke hari, korban terus berjatuhan.

Saluran Rahasia

Kini, kesatuan masyarakat yang dikenal sangat kohesif sejak masa yang purba itu benar-benar dalam ancaman. Mesir di ambang perang saudara. Polarisasi antara pendukung Mursi dan pendukung militer memecah hampir seluruh lapisan masyarakat, dari para harist (penjaga rumah/pekerjaan yang dipandang paling rendah) dan petani hingga guru besar al-Azhar.

Celakanya, di tengah-tengah situasi di lapangan yang sangat mengkhawatirkan itu, tak tampak ada upaya serius dan signifikan dari para elite kedua pihak yang berseteru untuk mencari terobosan-terobosan solusi. Ini tentu gejala yang sangat aneh. Yang muncul justru sikap saling ancam antara pimpinan militer dan Ikhwan.

Yang muncul dalam pemberitaan media massa hanyalah upaya mediasi Uni Eropa yang gagal untuk membebaskan Mursi beberapa waktu lalu. Kabar lain adalah dibukanya negosiasi antara pimpinan Ikhwan dan pihak militer sebagaimana dinyatakan al-Iryan, salah satu pimpinan Ikhwan. Kabar itu pun dibantah oleh pihak militer.

Kabar paling akhir adalah, sejumlah ilmuwan Mesir menawarkan sebuah solusi jalan tengah untuk mengakhiri krisis yang telah melumpuhkan negeri itu hampir satu bulan ini. Hingga Senin (29/7/13) belum ada jawaban dari kedua pihak yang bertikai terhadap proposal itu.

Akan tetapi, channel terbuka untuk negosiasi antara kedua pihak seperti sekarang ini memang tidak akan mudah. Pasalnya, massa kedua pihak menginginkan seluruh keinginan mereka tercapaim apalagi korban sudah berjatuhan. Mereka sepertinya tidak siap sebagian aspirasi dinegosiasikan.


Negosiasi serius yang disorot kamera jelas belum terjadi. Namun, kita berharap ada saluran rahasia untuk mengatasi situasi yang terus memburuk di Mesir. Saluran rahasia biasanya menjadi jalur yang lebih efektif ketika negosiasi ’’di depan kamera’’ mengalami kebuntuan atau situasi di lapangan tidak kondusif untuk dilakukan negosiasi. Itulah harapan agar negara yang sangat berpengaruh di Dunia Arab dan Islam tidak masuk ke jurang kehancuran. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar