Sabtu, 03 Agustus 2013

Menemukan Laitul Qadar

Menemukan Laitul Qadar
Susi Wulandari ;  Ketua Kajian Islamic Studies Center IAIN Walisongo Semarang
 SUARA KARYA, 02 Agustus 2013

         
Banyak umat Islam membayangkan lailatul qadar sebagai malam penuh keajaiban. Bahkan, banyak yang memistikkannya sebagai 'malam keramat.' Di antara umat Islam ada pula yang terlalu mendramatisir malam lailatul qadar sebagai inti Ramadhan. Mereka terpaku perhatiannya hanya di sekitar waktu penantian lailatul qadar. Sebelum dan sesudah lailatul qadar diyakini turun semangat amaliah Ramadhan mereka berkurang.

Tidak sedikit para penceramah juga mendramatisir lailatul qadar sebagai malam penuh kenangan. Apa saja diminta pasti dikabulkan Tuhan. Sehingga, ada jamaah yang membuat daftar (list) panjang untuk dipanjatkan sebagai do'a pada malam yang dinilai akan datang lailatul qadar. Mereka membayangkan malam itu akan segera mengubah nasibnya secara sim salabim.

Terlepas dari hal itu semua, yang paling penting bukanlah 'mensakralkan' lailatul qadar, namun umat Islam harus meyakini, mengamalkan, dan meningkatkan ketakwaannya, bukan justru hanya di momen tersebut. Malam itu memang menjadi 'misteri', bahkan tidak seorang yang bisa mendeteksi secara detail. Karena itu, sejak dini diperlukan 'pencerahan' tentang lailatul qadar, baik dari segi kapan jatuhnya, makna, dan apa hikmahnya.

Keutamaan

Malam lailatul qadar adalah malam mulia yang nilainya lebih baik daripada 1.000 bulan (30.000 kali malam biasa). "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam kemuliaan. Dan, tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." [QS Al Qadar: 1 - 5].

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Rasulullah SAW pernah menyebut-nyebut seorang Bani Israil yang berjuang fisabilillah menggunakan senjatanya selama seribu bulan terus menerus. Kaum muslimin mengagumi perjuangan orang tersebut. Maka, Allah menurunkan ayat ini (QS Al Qadr: 1-3) yang menegaskan bahwa satu malam lailatul qadar lebih baik daripada perjuangan Bani Israil selama seribu bulan itu, (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Al Wahidi, yang bersumber dari Mujahid).

Lailatul qadar adalah malam yang terbaik dalam setahun dan penuh dengan taufik. Orang yang berbahagia adalah orang yang dimudahkan oleh Allah SAW dan bersungguh-sungguh dalam beramal saleh di malam itu. Hal itu dikarenakan semua amalan pada malam tersebut, pahala dan nilainya tidak sama seperti amalan yang dikerjakan di malam-malam lainnya.

Dalam sejarahnya, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menerangkan malam lailatul qadar itu secara jelas dan detail, karena lailatul qadar merupakan peristiwa mistis, yang di situ setiap orang mengalami pembedaan jelas antara yang benar dan salah, sehingga dia akan mengalami transfromasi spiritual. Selain itu, supaya ibadah seseorang tidak hanya "dikultuskan" pada satu waktu saja. Malam lailatul qadar terjadi pada 1 malam ganjil pada 10 malam terakhir di bulan Ramadhan (malam ke 21, 23, 25, 27, atau 29).

Pendapat yang paling kuat, terjadinya malam lailatul qadar itu pada 10 malam terakhir bulan Ramadan. Aisyah RA berkata, "Rasulullah ber'itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, dan beliau bersabda, 'Carilah malam qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan,'" (HR Bukhari dan HR Muslim).

Nurcholish Madjid dalam bukunya, Dialog Ramadhan bersama Cak Nur (2000) mengatakan bahwa momen lailatul qadar seharusnya bukan sekadar ditemukan dan dirayakan. Kenapa demikian? karena banyak budaya ritual lailatul qadar yang "kosong" dari esensi lantaran hanya menjadi ritual tahunan saja seperti maulid nabi, isra' mi'raj, dan sebagainya. Maka, sudah saatnya umat Islam mendapat suntikan pencerahan tentang makna dan esensi lailatul qadar.

Ada beberapa dalil agama yang dapat digunakan untuk menalar datangnya lailatul qadar. Pertama, lailatul qadar terdapat pada 10 hari terakhir Ramadhan, khususnya pada malam-malam ganjil. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori, dan Muslim dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda, "Carilah di sepuluh hari terakhir, jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya."
Kedua, ketika datang lailatul qadar, malaikat turun memenuhi bumi sehingga suasana damai menyelimuti bumi. Selain itu pada malam hari tidak ada angin bertiup, dan tidak ada daun bergoyang. Ciri-ciri ini dikemukakan oleh beberapa ahli tafsir modern dari surah Al-Qadr ayat 5. "Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar."


Ketiga, yang paling dekat mendapatkan lailatul qadar adalah muslimin yang menghidupkan 10 malam terakhir Ramadhan, dengan pergi ke masjid untuk beri'tikaf. Melakukan perenungan atau introspeksi pada diri sendiri. Kalau kita berhasil introspeksi, kita mendapat momentum yang akan mengubah hidup kita. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori, dan Muslim dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, "Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.” ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar