|
PEMENUHAN kebutuhan pangan nasional
menjadi sebuah teka teki yang masih sulit dipecahkan di negeri yang sempat
terkenal dengan sebutan negara agraris di era 1980-an, Indonesia. Permasalahan
pemenuhan kebutuhan pangan nasional bagaikan benang kusut yang sulit diurai. Analogi
yang digunakan tersebut memang cukup relevan untuk menggambarkan kondisi
pemenuhan kebutuhan pangan nasional di Indonesia. Pada dasarnya ada dua dilema
yang sering kali menghambat pemenuhan kebutuhan pangan nasional di negeri ini,
antara lain kebijakan perdagangan yang cenderung proteksionis dan politisasi
kebijakan pangan.
Dilema pertama berkaitan dengan kebijakan perdagangan yang
cenderung proteksionis. Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian
Pertanian (Kementan) melalui Peraturan Menteri (Permen) No 60 Tahun 2012 sangat
gencar sekali untuk melarang impor beberapa bahan pangan dari luar Indonesia
mulai awal 2013. Dampak pengimplementasian permen di dua kementerian tersebut
menimbulkan reaksi yang beragam di dalam negeri.
Beberapa pihak, khususnya asosiasi/perkumpulan petani atau
kalangan produsen, cenderung mendukung kebijakan yang diambil pemerintah dengan
harapan hasil panen mereka dapat menguasai pasar domestik dengan harga yang
tinggi. Namun, pihak lainnya, khususnya yang berasal dari kalangan konsumen,
cenderung menolak kebijakan tersebut karena ditakutkan akan mengurangi pilihan
konsumen terhadap bahan pangan dengan harga yang kompetitif. Alhasil, kebijakan
tersebut telah menimbulkan guncangan yang cukup luar biasa di semester pertama
2013.
Beberapa komoditas, seperti bawang putih, cabai merah, dan
buah-buahan sempat mengalami kelangkaan di pasar domestik, bahkan harga per
kilogramnya sempat meroket. Selain itu, dengan penerapan permen tersebut,
Indonesia juga mendapat kecaman dari beberapa mitra dagang serta lembaga
internasional, seperti WTO (World Trade
Organization).
Kebijakan yang menimbulkan sejumlah kontroversi serta
kecaman di dalam maupun luar negeri tersebut, tampaknya secara perlahan sudah
mulai memudar terkait dibukanya arus impor bahan pangan, khususnya dalam rangka
menjaga stabilitas harga pangan nasional saat Ramadan. Pemerintah akhirnya
sedikit demi sedikit menudagang serta lembaga internasional, seperti WTO (World Trade Organization).
Kebijakan yang menimbulkan sejumlah kontroversi serta kecaman
di dalam maupun luar negeri tersebut, tampaknya secara perlahan sudah mulai memudar
terkait dibukanya arus impor bahan pangan, khususnya dalam rangka menjaga
stabilitas harga pangan nasional saat Ramadan. Pemerintah akhirnya sedikit demi
sedikit menu runkan tingkat proteksi terhadap impor bahan pangan. Ramadan yang
merupakan bulan saat sering terjadi peningkatan harga yang cukup signifikan,
dijadikan momentum bagi pemerintah untuk membuka arus impor dari luar negeri,
khususnya bahan pangan pokok yang permintaannya cenderung melonjak tajam
seperti daging sapi. Selain untuk menghilangkan kesan yang telah muncul sejak
awal 2013 terhadap pemerintah Indonesia dengan proteksionismenya.
Kebijakan impor bahan pangan memang pada dasarnya merupakan
instrumen yang sangat strategis bagi pemerintah guna menjaga stabilitas harga
pangan, khususnya ketika Ramadan, saat tingkat inflasi tidak pernah absen dari
peningkatan yang cukup signifikan akibat naiknya beberapa bahan pangan pokok. Secara
tidak langsung, kebijakan impor bahan pangan yang dilakukan Kemendag dan
berkoordinasi dengan kementerian lain merupakan sebuah langkah yang baik demi
terciptanya stabilitas harga pangan nasional.
Tidak berdiri sendiri
Selama
ini impor dianggap sebagai suatu tindakan yang merugikan bahkan dianggap sebagai
evil yang memiliki dampak buruk bagi perekonomian suatu negara. Dalam teori
ekonomi makro dijelaskan bahwa trade can make everyone better off yang
artinya perdagangan memiliki dampak positif bagi setiap negara.
Perdagangan luar negeri berperan penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
global karena pada intinya dalam era globalisasi saat ini, pertukaran barang,
jasa, tenaga kerja, dan modal merupakan suatu hal yang lumrah, khususnya untuk
saling mengisi kekurangan dan menyalurkan kelebihan produksi di suatu negara.
Dalam kaitannya dengan bahan pangan, kebijakan ekonomi
memang tidak bisa berdiri sendiri, karena pada kenyataannya di lapangan
perdagangan bahan pangan merupakan suatu kegiatan yang sangat sensitif bagi
beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia. Muatan politis dalam
pengaplikasian kebijakan bahan pangan bukanlah suatu yang baru. Sebab pada
dasarnya bahan pangan merupakan sarana yang sangat strategis untuk
mempromosikan pihak tertentu. Sehingga terkadang tak lepas dari permainan impor
komoditas tertentu, seperti yang terjadi dalam kasus mafia daging sapi, dan
juga alat kampanye yang sangat populer bagi pihak-pihak tertentu.
Dilema yang kedua berkaitan dengan politisasi kebijakan pangan.
Kebijakan pangan di In donesia tidak memi liki konsep dan sebuah grand design
yang berkesinambungan. Hal ini dapat terlihat dengan tidak adanya koordinasi
yang baik antara beberapa kementerian dan lembaga negara yang berkaitan secara
langsung maupun tidak langsung dengan kebijakan pangan. Seperti contoh, tidak
jelasnya kelangsungan hidup sebuah kebijakan di bidang pertanian, yaitu
revitalisasi pertanian. Diluncurkan pada 2005, revitalisasi pertanian pada
awalnya memberikan sebuah angin segar bagi sektor pertanian di Indonesia, namun
setelah hampir kurang lebih tujuh tahun, hasil nyata dari penerapan kebijakan
tersebut tidak begitu kentara. Bahkan masih saja terjadi kekurangan produksi
atau pasokan pangan untuk kebutuhan pangan dalam negeri.
Tidak
Berkoordinasi
Contoh
lainnya ialah kebijakan Kementan yang menargetkan swasembada pada
beberapa
bahan pangan, seperti beras, kacang kedelai, jagung, daging sapi, dan gula di
2014. Penentuan ke lima komoditi tersebut juga terkesan politis dan dipaksakan
karena memang setiap Kementerian memiliki targetnya masing-masing dan terkadang
tidak ada koordinasi yang baik dalam rangka pencapaian target tersebut.
Jika memang pemerintah ingin menarget kan swasembada terhadap lima
komoditi yang telah disebutkan di atas, seharusnya ke lima komoditi tersebut
diketahui kementerian lain yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung
seperti Kemendag, BKPM, dan lembaga negara lainnya. Fakta di lapangan, setiap
kementerian terkesan berjalan sendirisendiri tanpa ada kerja sama yang baik.
Frances M Lappe dan rekannya pada 1998 menerbitkan sebuah buku berjudul
World Hunger: 12 Myths yang isinya menjelaskan 12 mitos penyebab bencana
kelaparan atau kurangnya pasokan pangan di dunia. Dua mitos yang sangat
berhubungan dengan penjelasan sebelumnya adalah free trade is the answer dan free
market can end hunger. Mitos yang menyebutkan bahwa perdagangan bebas
merupakan jawaban untuk mengurangi jumlah kelaparan atau memenuhi kebutuhan
pangan. Mitos ini memang perlu dipahami secara baik karena pada umumnya
kegiatan ekspor dan impor dilakukan para produsen dan konsumen berskala besar
yang berusaha untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Maka dari itu,
kegiatan perdagangan luar negeri guna memenuhi kebutuhan pangan nasional perlu
diawasi secara ketat dan perlu mengikutsertakan seluruh unsur, mulai dari
pemerintah hingga petani berskala kecil.
Kemudian, mitos yang menggarisbawahi peran pasar bebas yang
mampu mengurangi jumlah kelaparan atau memenuhi kebutuhan pangan perlu ditelaah
lebih jauh. Sebab hal itu terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Peran
pemerintah, khususnya Indonesia, juga sama pentingnya karena memiliki tanggung
jawab untuk mengalokasikan dan mendistribusikan bahan pangan ke seluruh pelosok
negeri.
Dalam hal ini, koordinasi antara kementerian dan lembaga
negara yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pangan nasional perlu
ditingkatkan. Selain itu perlu ada upaya untuk meminimalkan politisasi
kebijakan yang pada akhirnya hanya menguntungkan beberapa pihak tertentu saja.
Usaha dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional memang sangatlah kompleks.
Namun, pengurangan tingkat proteksionisme perdagangan dan politisasi kebijakan
pangan dapat menjadi kunci awalnya kesuksesan pemenuhan kebutuhan pangan di Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar