|
Setiap menjelang Rama dhan, pemerintah yang diwakili oleh
Kementerian Agama selalu menggelar sidang itsbat. Bahkan, sidang itsbat telah
menjadi magnet besar yang mampu menyedot perhatian kaum Muslim Indonesia
sehingga semua mata dan telinga diarahkan ke berbagai media informasi yang
mereka miliki untuk mengikuti agenda acara yang berlangsung pada sidang ini.
Alangkah indahnya kalau sidang ini dihadiri oleh segenap ormas Islam Indonesia dengan kesadaran yang tinggi dan keinginan yang murni dalam mementingkan nasib Islam dan Muslimin serta mengutamakan kepentingan bersama, bukan kepentingan individu atau kelompok masing-masing. Ajang ini jadi sangat penting artinya karena di dalamnya akan ditentukan hari ibadah umat Islam terkait puasa Ramadhan dan shalat Id. Karenanya, acara ini sangat dinantikan dan diharapkan keberlangsungannya.
Berpuluh media masa lokal dan nasional berfokus pada acara ini, kru mereka tidak kurang dari seratusan orang memadati ruangan dengan sigap dan hiperaktif untuk langsung menyiarkan acara ini saat itu juga, bahkan mereka tidak mau terlambat.
Sayang sekali kalau acara yang sangat strategis ini tidak diberi perhatian besar dan ditata dengan elegan sehingga mampu mempersatukan Muslimin di Indonesia dan menarik perhatian Muslimin di berbagai penjuru dunia, bahkan tidak mustahil kalau suatu saat acara ini menjadi pusat perhatian Muslimin sedunia.
Sidang itsbat yang diadakan secara terbuka dan siap
mendengar suara para ulama dan ormas Islam adalah forum yang tergolong langka
di tingkat internasional sekalipun. Karena, belum tentu bisa didapati di negara
Islam lainnya ada sidang itsbat yang terbuka seperti di negeri ini.
Kekecewaan kita pada saat ini mengembang manakala sidang yang sangat terhormat ini menjadi medan laga kepentingan politik yang bersifat sesaat.
Sementara, di negara-negara Islam lainnya, keputusan menentukan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah sepenuhnya dipegang oleh pemerintah di negara tersebut.
Di antara hal yang juga sangat disayangkan dan amat mengecewakan adalah setiap orang di negeri ini punya hak untuk memutuskan dan mengumumkan ketetapan hari-hari yang krusial ini. Bahkan, dari jauh hari sebelumnya dengan tanpa harus memikirkan akibatnya.
Kalau kita menarik sejarah, didapati bahwa para ulama dan pendiri ormas Islam pun melakukan hisab seperti saat ini. Namun, mereka dengan penuh adab dan mengedepankan persatuan dan kesatuan sehingga menunda pengumuman mereka untuk tidak menimbulkan fitnah dan perpecahan di kalangan Muslimin.
Pada saat ini, sebetulnya kalau kita mau, tentu bisa dan mampu untuk saling menghormati dan menghargai serta membuang sikap yang mendiskreditkan sesama Muslimin. Namun, yang terjadi justru kita terjebak dalam kepentingan politik sesaat. Sayang sekali jika potensi besar umat Islam tidak terakomodasi dan dikelola dengan sistem manajemen yang bagus.
Padahal, permasalahan dan hambatan yang sesungguhnya sangatlah sederhana dan mudah untuk diselesaikan jika kita semua memiliki jiwa yang besar, siap menang dan siap kalah, siap dibenarkan dan siap disalahkan, serta mengutamakan tujuan besar berupa kepentingan umat Islam yang semua pihak sama-sama sedang memperjuangkannya.
Setidaknya ada beberapa permasalahan dan hambatan yang seharusnya bisa dipecahkan dan dijawab bersama sama. Di antaranya adalah manakah yang lebih akurat, metode hisab atau rukyah. Mana yang jadi standar keputusan, wujudul-hi-lal atau imkanur ru'yah. Melihat harus dengan kasat mata atau boleh juga menggunakan peralatan canggih. Berapa derajat minimal ketinggian hilal untuk bisa dilihat. Apakah ada perbedaan matholi'.
Selain itu, mana yang paling akurat di antara beberapa mazhab hisab yang digunakan para ahli hisab di Indonesia. Sejauh mana pengaruh ilmu astronomi modern terhadap hisab dan rukyah konvensional. Siapakah yang berhak memutuskan dan menetapkan hasil hisab dan rukyah. Kapan saat yang tepat untuk mengumumkan hasilnya.
Sesungguhnya permasalahan dan hambatan ini bisa diselesaikan dengan menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan dibidang hisab dan rukyah yang benar-benar mendalam, disiapkan dengan cermat dan komprehensif, untuk segera melahirkan para pakar yang mumpuni sebanyak-banyaknya. Tentunya, mereka harus menguasai dengan luas dan mendalam ilmu hisab dan rukyah, baik secara modern maupun konvensional, beserta keterampilan dalam mempraktikannya sehingga bisa mengombinasikannya dengan ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan.
Sementara, para pakar yang ada terus berkurang dan jarang sekali yang mengua sai semua disiplin ilmu hisab dan rukyah modern dan konvensional secara terpadu. Akibatnya, mereka saling melecehkan antara satu pakar dan pakar lainnya, padahal setiap disiplin ilmu memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Harapan ke depan ialah agar acara sidang itsbat dipenuhi oleh para pakar hisab dan rukyah yang benar-benar mumpuni dan mampu memadukan antara kelebihan yang dimiliki oleh model konvensional dan kelebihan lainnya yang dimiliki oleh model mutakhir. Hal itu agar benar-benar mampu menyajikan hasil yang sangat ilmiah dan mampu menyatukan Muslimin di Indonesia, bahkan tidak mustahil sedunia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar