Sabtu, 01 Juni 2013

Rekrutmen Caleg dan Masa Depan Demokrasi

Rekrutmen Caleg dan Masa Depan Demokrasi
Rumanus Ndau Lendong ;  Dosen Universitas Bina Nusantara, Jakarta
MEDIA INDONESIA, 31 Mei 2013


DEMOKRASI, kata Robert A Dahl (1991) merupakan suatu sistem politik yang kompleks dan rumit. Baginya, demokrasi memerlukan kerja nyata, sistem politik yang baik dan konsisten serta ditopang aktor yang memiliki kualitas dan integritas. Pengabaian terhadap nilai-nilai tersebut membuat demokrasi ibarat menyusuri lorong gelap penuh ketidakpastian.

Rekrutmen calon anggota legislatif merupakan momentum penting untuk menumbuhkan demokrasi sehingga prosesnya harus dilandaskan pada sistem yang rasional, terbuka, dan partisipatif. Sayangnya, parpol mengabaikan soal ini seperti terlihat dari dominasi artis, pengusaha, dan kerabat dalam daftar calon wakil rakyat. Wajar jika publik mencemaskan kualitas parlemen periode 2014-2019.

Kenyataan itu menyiratkan bahwa parpol belum sepenuhnya menjadi kekuatan penopang demokrasi. Bukannya bersikap kritis, parpol justru membuka pintu lebar-lebar bagi pemburu kekuasaan dan kemewahan pribadi. Parpol berlomba menawarkan kemudahan berupa nomor urut kecil, dapil strategis, dan sogokan uang hingga miliaran rupiah. Parpol juga gesit merayu dan menebar undangan terbuka bagi figur-figur potensial untuk direkrut jadi wakil rakyat. Persyaratan kompetensi dan komitmen kader tergusur oleh popularitas dan tumpukan uang. Pragmatisme kekuasaan melabrak prinsip rasionalitas, asas kepatutan dan masa depan demokrasi.

Problem kaderisasi

Menurut Pater Beek, SJ (2008:192) kader adalah orang yang bisa menggetar kan dunia karena mampu menawarkan perubahan. Kader terlibat dalam tindakan nyata dan senantiasa berjuang untuk kebaikan bersama. Mereka berani mengambil risiko, tanpa rasa takut, termasuk mengorbankan kepentingan diri.
Rasa takut melemahkan bahkan melumpuhkan, sehingga gagal menuntun seorang kader menjadi pemimpin yang baik.

Parpol modern bertumpu pada kekuatan kader. Kader merupakan tenaga inti dan penggerak parpol karena menjadi sum ber ide, gagasan, dan inovasi.
Kader adalah insan teruji dan terpuji karena kapasitas intelektual, integritas, dan loyalitasnya. Kualitas kader merupakan syarat utama bagi mekarnya harapan publik bahwa partai politik meru pakan bagian dari solusi terhadap berbagai persoalan kebangsaan.

Kader berkualitas hanya tumbuh jika parpol serius menangani kaderisasi. Kaderisasi memainkan peran eksistensial karena agenda ini berperan penting untuk menyiapkan embrio-embrio pemimpin yang mampu mendinamisasi dan memajukan partai. Kaderisasi menggaransi lahirnya calon pemimpin yang memiliki wawasan luas tentang ideologi, semangat kebangsaan, politik, demokrasi, kepemimpinan, pembangunan, otonomi daerah dan sebagainya.

Ironisnya, agenda sepenting ini kurang mendapat perhatian serius dari parpol. Kalaupun kaderisasi diagenda kan, tapi biasanya tidak dilandasi pe rencanaan yang rasional, cenderung asal jadi dan dangkal. Kurikulum pendidikan kaderisasi tidak disusun secara baik sehingga kurang mampu membekali kader dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan. Bahkan banyak parpol yang memandang kaderisasi ibarat mempersiapkan pekerja bengkel, cukup dengan pendidikan dan pelatihan singkat.

Terabaikannya agenda kaderisasi ini membuat parpol miskin kader yang memiliki kualitas, loyalitas, dan militansi. Sulit rasanya parpol mengharapkan munculnya kader dengan kapasitas yang bisa diandalkan jika sejarah, ideologi, dan visi partai tidak mereka pahami. Sama halnya mustahil bagi seorang kader untuk mendorong demokrasi dan pembangunan jika konsep-konsep dan strateginya tidak pernah dipelajari secara benar. Dengan kata lain, pengabaian terhadap agenda kaderisasi merupakan akar persoalan yang membuat parpol gagal melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas dan berintegritas sebagai komponen pokok da lam memajukan demokrasi.

Perketat rekrutmen

Rekrutmen memainkan fungsi sentral dari sistem politik sekaligus menjadi indikator berfungsi tidaknya parpol dalam menyiapkan kader-kader dan menyebarkan pengaruh politik kepada publik. Jason dan Gable dalam Political Development and Social Change (1996) menyatakan bahwa rekrutmen politik merupakan jalan untuk mewujudkan perubahan sosial.

Rekrutmen politik berfungsi untuk mendorong transformasi seseorang dari status nonpolitik menjadi aktor politik. Aktor politik hanya bisa berperan optimal jika terbebas dari beban kepentingan pribadi. Mereka harus dijauhkan dari potensi-potensi conflict of interest.

Rekrutmen politik juga bermakna sebagai mekanisme seleksi dan penugasan kader untuk memainkan peran spesifik di bidang politik. Itu berarti, kader menjadi duta parpol di arena publik. Kader harus mampu menerjemahkan ideologi dan visi parpol dalam tindakan konkret dengan senantiasa menjunjung tinggi profesionalisme dan etika publik. Kegagalan kader dalam mengemban peran dan tanggungjawabnya akan berdampak pada merosotnya legitimasi parpol di mata publik.


Jika demikian, rekrutmen politik menyongsong Pemilu 2014 semestinya dilakukan secara ketat dengan membuka ruang bagi partisipasi publik.
Parpol harus mampu membangun sistem rekrutmen yang lebih berorientasi kualitatif dengan menempatkan kapasitas intelektual, kompetensi keahlian, dan totalitas pengabdian sebagai persyaratan pokok. Tradisi rekrutmen yang lebih menonjolkan aspek senioritas, koneksi, dan popularitas sudah saatnya ditinggalkan. Langkah ini efektif untuk mendongkrak legitimasi parpol di mata publik sekaligus membuat demokrasi semakin realistis diharapkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar