Senin, 17 Juni 2013

Presiden Moderat Makmum Khomeini

Presiden Moderat Makmum Khomeini
Ardi Winangun ;   Associate Peneliti di Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial atau LP3ES
JAWA POS, 17 Juni 2013



ARAH kebijakan politik, ekonomi, sosial, dan budaya Iran, baik di dalam negeri maupun luar negeri sepertinya akan berubah. Angin perubahan itu ditunggu karena dalam Pemilu Presiden Iran 2013, ulama moderat dan reformis, Hassan Rowhani, memenangi pemilihan itu dengan sekitar 50 persen suara. Imam Besar Ayatullah Ali Khamenei juga merasa bangga karena pemilu itu diikuti 70 persen pemilih yang ada dalam daftar KPU. 

Rowhani kelahiran Sorkheh, dekat Semnan, Iran Utara, 22 November 1948, tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan politik dan budaya Iran dan syiah. Dirinya adalah bagian dari pendukung Revolusi Islam Iran yang dicetuskan ulama besar Iran Ayatullah Khomeini. 

Lulusan berbagai perguruan tinggi ternama, seperti University of Tehran dan Glasgow Caledonian, serta alumnus pesantren Semnan dan Qom membuat Rowhani piawai dalam berpolitik dan bersyariat sehingga jabatan-jabatan penting diamanatkan kepada dirinya, selepas Revolusi Islam Iran pada 1971 hingga sebelum Pemilu 2013. Rowhani pernah menduduki jabatan di dua lembaga yang sangat strategis, yakni deputi ketua Majelis Konsultatif Islam dan sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi antara 1989-2005. 

Dia disebut reformis bisa jadi karena keberaniannya dalam menyikapi masalah-masalah dalam negeri. Sebagai negara yang cenderung tertutup, tidak gampang bersikap kritis di negeri para mullah itu. Dia pernah mengkritik secara terbuka Presiden Ahmadinejad yang dikatakan orang yang ceroboh, tidak perhitungan, dan tidak teliti. Bukan hanya itu. Pada 2009 ketika sebagian masyarakat Iran tidak puas dengan hasil Pemilu 2009 yang memenangkan Ahmadinejad ditangkapi aparat keamanan, Rowhani menentang karena rakyat punya hak protes damai. 

Kemenangan Rowhani tak lepas dari dominannya anak muda Iran, mencapai 60 persen, yang terdaftar dalam sebagai pemilih. Anak-anak muda Iran yang lahir dari generasi yang sudah jauh dari masa Revolusi Islam tentu tidak begitu paham terhadap revolusi, tidak sekuat pendahulunya. Di tengah dunia yang semakin mengglobal dengan alat komunikasi yang semakin mudah dan cepat, seperti Facebook, Twitter, internet, dan media sosial lainnya, anak-anak muda itu ingin perubahan dan kebebasan. 

Kemenangan Rowhani juga disebabkan capres lain (Barat menyebut kubu konservatif) seperti Mohammad Baqer Qalibaf, Saeed Jalili, Gholamali Haddad-Adel,Mohzen Rezai, dan Mohammad Gharazi, jalan sendiri-sendiri. Hal demikian tentu menguntungkan Rowhani, Apalagi, calon reformis lainnya, Mohammad Reza Aref, mengundurkan diri. 

Bagi ulama-ulama Iran, Rowhani termasuk ulama. Revolusi Islam Iran adalah 'dasar negara'. Jadi, semua kebijakan pembangunan dan aturan hukum harus mengacu pada cita-cita Revolusi Islam Iran. Revolusi Islam Iran adalah sebagai sikap atas perlawanan nilai-nilai yang tak sesuai dengan Islam Masuknya budaya Barat ke Iran dan dekatnya Iran dengan AS di masa Syah Reza Pahlevi, membuat para ulama marah dan ditumbangkan dengan pimpinan Khomeini pada 1979. 

Patut dicatat, hubungan Khomeini dan presiden terpilih Rowhani bukan hubungan yang biasa, melainkan keduanya sangat dekat. Ada sebuah foto Khomeini ketika memimpin salat berjamaah di pengasingan di Paris pada 1978. Rowhani menjadi makmum tepat di belakang Khomeini. Foto itu menunjukkan bahwa Rowhani pendamping setia Khomeini. Meskipun antara Khomeini dan Rowhani ada perbedaan dalam hierarki religius, karena Khomeini diyakini dari keluarga Rasulullah (berturban hitam), sedangkan Rowhani bukan (dia berturban putih). 

Hubungan dengan AS selepas Pahlevi pun semakin memburuk, apalagi adanya penyanderaan diplomat Amerika Serikat di Kedutaan Besar AS di Teheran. AS pun sampai saat ini masih memusuhi dan menganggap Iran sebagai poros setan. Embargo AS atas program nuklir Iran yang membuat rakyat Iran susah melakukan perdagangan internasional membuat ulama dan rakyat Iran semakin benci kepada Paman Sam. 

Dalam posisi yang demikian, tentu Rowhani tidak ingin mengompromikan cita-cita Revolusi Islam Iran kepada AS. Tentu Rowhani tetap meneruskan sikap-sikap antidominasi AS. Bila Rowhani kebablasan dalam sikap "reformis dan moderat"-nya, tentu para imam besar yang menguasai majelis tertinggi tak rela sehingga dirinya bisa digulingkan.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar