Senin, 17 Juni 2013

Perjamuan Terakhir sang Ketua Kelas

Perjamuan Terakhir sang Ketua Kelas
Ahmad Farhan Hamid MS ;   Wakil Ketua MPR RI
MEDIA INDONESIA, 15 Juni 2013


“TAK ada gunanya berbicara tentang UUD apabila melupakan Pancasila. Karena Pancasila itulah yang menjiwai UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila itu pula yang memberi makna bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila juga memberi warna bagi kebinekatunggalikaan.“      (Taufiq Kiemas)

Tastafvian Kiemas, nama asli M Taufiq Kiemas, memungkasi perjalanannya secara istimewa dengan menggelar peringatan Hari Pidato Bung Karno secara istimewa pula, di Ende, Nusa Tenggara Timur, di tempat pembuangan Soekarno, di tempat Soekarno beroleh ilham rumusan Pancasila, 1 Juni lalu. Ini sekaligus untuk pertama kalinya peringatan itu digelar di luar Gedung MPR semenjak `Pak Ketua' Taufiq Kiemas menjabat Ketua MPR RI (2009-2014), sekaligus pula untuk terakhir kalinya menantu Bung Karno, suami Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, itu menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Taufiq Kiemas memang ceria dan tampak semringah bersemangat hadir bersama Wakil Presiden RI Boediono dalam peringatan Hari Pidato Bung Karno sekaligus peresmian situs Bung Karno. Peresmian situs menandai penghormatan atas jasa Bung Karno, yang dalam masa pembuangannya di Ende 1934-1938, telah merumuskan butir-butir Pancasila. Maka, Ende dipilih karena menjadi cikal bakal yang melatari dan mengilhami lahirnya sila-sila Pancasila, yang kemudian dipidatokan Soekarno di depan BPUPKI pada 1 Juni 1945.

Namun, semangat Ketua MPR RI menyambut tokoh idola, anutan, dan mertuanya: Bung Karno, itu tak ber-sarimbit dengan kekuatan tubuh sebagai penyangga kesehatannya. Taufiq Kiemas, lahir pada 31 Desember 1942, yang didampingi para Wakil Ketua MPR RI, tampak kelelahan, terlihat dari tak melanjutkan kunjungan ke Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Kampung Ambugaga, Ende.

Yang terdengar kemudian sekembalinya seusai `hajatan akhir' ialah kesehatan Tastafvian Kiemas, putra kenamaan dari pasangan Tjik Agus Kiemas­Hamzathoen Roesjda, diterbangkan ke Singapore Generale Hospital. Dan apa dikata, takdir telah menentukan bahwa `perjamuan agung' di Ende itu memungkasi pengabdian Ketua MPR RI Taufiq Kiemas.

Taufiq Kiemas, yang di jajaran pimpinan majelis dikenal sebagai ketua kelas, memang amat dikenal atas semangatnya menjaga dan memelihara sekuat-kuatnya konstitusi negara Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika yang kini populer dengan sebutan empat pilar berbangsa dan bernegara.
Adalah Taufiq Kiemas yang memiliki gagasan genuine untuk menyosialisasikan empat pilar, dan dengan berhasil kini telah merambah menjadi bukan hanya perbincangan di seantero negeri, melainkan juga menjadi kebutuhan seluruh anak negeri. Terbukti, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memasukkan Pancasila dalam kurikulum pendidikan untuk kemudian diajarkan kepada siswa sedari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Itulah yang mengantarkan pula Taufiq Kiemas memperoleh gelar doktor honoris causa dari Universitas Trisakti.

Sosok Taufiq Kiemas memang banyak dikata berubah menjadi total terhitung sejak mendapat kepercayaan sebagai Ketua MPR RI. Dari seorang yang berlatar dan berpaham nasionalis yang `soekarnois' menjadi seorang nasionalis yang mengusung pluralisme dan toleransi dengan segala kematangannya di kancah pergerakan politik nasional kontemporer. Yakni nasionalisme modern yang berkeadaban yang termanifestasikan dalam civic nationalism modern state, yang mengonsensuskan nilai-nilai religius dan sekuler serta menampung segenap nilai-nilai positif bagi pembangunan negara bangsa.

Taufiq memandang NKRI, misalnya, memiliki ciri dengan wataknya yang khas, yaitu kebinekaan suku, budaya, dan juga agama yang senyatanya `menjadi penghuni' dan pula tersebar luas di belasan ribu pulau Nusantara. Kebinekaan, kemajemukan, dan keragaman memang sudah sejak awal menjadi kekuatan tak ternilai bangsa Indonesia. Sebab itu, jika keragaman itu tak dikelola semestinya, akan bisa membahayakan persatuan dan kesatuan yang berujung dengan menyodok eksistensi negara. Maka itu, diperlukan empat pilar sebagai perekat Indonesia, yakni Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pun mestilah dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka, dengan membuka wacana dan dialog terbuka di kancah masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan sesuai dengan visi Indonesia di masa depan.

Tak berlebihan, oleh sebab itu, dalam perjuangannya kemudian Taufiq membawa partainya, PDIP, ke tengah. Gerak ke tengah memang seperti menjadi tren di masa reformasi. Seperti dikemukakan Meitzner, sistem kompetisi partai masa kini bergerak sentripetal, berbeda dengan kompetisi antarpartai di era 1950-an yang cenderung bergerak sentrifugal. (Menjaga Rumah Kebangsaan. Jejak langkah Politik Taufiq Kiemas, Imran Hasibuan dan Muhammad Yamin (Ed), 2009). Maka, tak berlebihan sebagai tokoh pergerakan, Taufiq juga menjadi ke tengah.

Jika semula menempakan dan turut menggagas pada oposisi, kemudian bergerak menuju ke pusaran ke tengah, dengan lebih berfungsi sebagai penyeimbang, keleluasaan gerakannya pun lebih meluas. Ia memompakan semangat dengan slogan basis kekuatan nasionalismenya menjadi rumah kebangsaan. Seperti kemudian diwujudkannya dengan Baitul Muslimin.

Taufiq Kiemas kemudian dikenal sebagai `tokoh liminal' atau `jembatan' yang bisa melintasi batas-batas pengelompokan karena pertautannya dengan beragam aliran. Juga menjadi perajut yang memperlancar lalu lintas berbagai sumber daya perpolitikan nasional. Tak berlebihan jika kemudian ia menjadi pengusung pluralisme dan toleransi seperti menyemai kematangannya sebagai politikus di ranah negeri.

Hal itu sebagaimana terekam dalam berbagai aktivitasnya sebagai Ketua MPR RI mendukung dan mengayomi berdiri dan kiprahnya pada Forum Silaturahmi Anak Bangsa (FSAB) yang merajut tali silaturahim anak-anak dari para tokoh yang berseberangan di masa lalu. Seperti Letjen (Purn) Agus Wijoyo, yang merupakan putra Pahlawan Revolusi Mayjen Soetojo Siswomihardjo; Amelia Yani putri Jenderal Ahmad Yani yang juga pahlawan revolusi; Sardjono, putra bungsu pendiri DI/ TII SM Kartosuwirjo, dan juga Ilham Aidit yang tak lain putra Dipa Nusantara Aidit.

Juga ayunan langkahnya menerobos memasuki areal Pesantren al-Mukmin di Ngruki, Surakarta, untuk bersilaturahim dengan menyanggongi rumah Ustaz Abu Bakar Ba'asyir di areal pesantren yang dikenal beraliran keras (2010). Yang menarik, Taufiq Kiemas bersama seluruh Wakil Ketua MPR RI disambut dengan antusias oleh Ustaz Abu, yang mengenalnya sebagai anak tokoh Masyumi Tjik Agus Kiemas-­yang tak lain ialah tangan kanan dan orang kepercayaan tokoh Masyumi Kasman Singodimedjo, yang juga Ketua MPR RI pertama periode 1945-1949. Bahkan Ustaz Abu sempat menuliskan pesan dan kesannya pada buku karya Taufiq Kiemas, sehingga Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyebutnya sebagai terobosan brilian yang luar biasa, yang dilakukan seorang Ketua MPR dengan latar nasionalis dari PDIP.

Tastafvian Kiemas juga berkenan menerima para mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekelas Malik Mahmud yang datang beserta segenap jajarannya di Gedung MPR RI. Ia pun bersijurus melapangkan jalannya perdamaian secara nyata, sehingga bumi Serambi Mekah menjadi lebih hidup bergairah, dan dapat diterima secara baik oleh semua kalangan dan elite pemerintahan. Itu terbuktikan dengan berbagai kebijakan pemerintah pusat terhadap masyarakat dan pemerintah daerah Nanggroe Aceh Darussalam.
Secara sadar atau bawah sadar, sesungguhnya Taufiq Kiemas-lah yang meletakkan dasar pijakan menempatkan diri dan juga partainya sebagai kekuatan penyeimbang.

Energi positifnya juga dikembangkan untuk mampu menggerakkan secara aktif jalinan hubungan antarlembaga negara sehingga menjadi bergairah dalam jalinan hubungan antarlembaga negara secara berimbang dengan saling menghargai dan saling mengunjung, melalui pertemuan-pertemuan antarlembaga negara secara rutin dan berkelanjutan, sehingga membuahkan hubungan yang serasi dan tercipta harmonisasi.

Maka, tak berlebihan para pengamat yang mengatakan bahwa sosok Taufiq Kiemas, yang juga Ketua MPR RI, telah menatahkan diri menjadi tidak hanya jembatan penghubung semua lini pergerakan sosial politik Nusantara, yang mampu merajut sekat-sekat menjadi longgar, lapang, dan mencair.
Lebih dari itu, sesungguhnya sosok Taufiq Kiemas justru yang menjadi penyeimbang seluruh kekuatan sosial politik Tanah Air. Maka, tak berlebihan Taufiq Kiemas dinobatkan sebagai Tokoh Perubahan Tahun 2012. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar