|
MEDIA
INDONESIA, 15 Juni 2013
“TAK ada gunanya
berbicara tentang UUD apabila melupakan Pancasila. Karena Pancasila itulah yang
menjiwai UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila itu pula yang
memberi makna bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila juga memberi
warna bagi kebinekatunggalikaan.“ (Taufiq
Kiemas)
Tastafvian Kiemas, nama asli M Taufiq Kiemas, memungkasi
perjalanannya secara istimewa dengan menggelar peringatan Hari Pidato Bung
Karno secara istimewa pula, di Ende, Nusa Tenggara Timur, di tempat pembuangan
Soekarno, di tempat Soekarno beroleh ilham rumusan Pancasila, 1 Juni lalu. Ini
sekaligus untuk pertama kalinya peringatan itu digelar di luar Gedung MPR
semenjak `Pak Ketua' Taufiq Kiemas menjabat Ketua MPR RI (2009-2014), sekaligus
pula untuk terakhir kalinya menantu Bung Karno, suami Presiden ke-5 RI Megawati
Soekarnoputri, itu menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Taufiq
Kiemas memang ceria dan tampak semringah bersemangat hadir bersama Wakil
Presiden RI Boediono dalam peringatan Hari Pidato Bung Karno sekaligus
peresmian situs Bung Karno. Peresmian situs menandai penghormatan atas jasa
Bung Karno, yang dalam masa pembuangannya di Ende 1934-1938, telah merumuskan
butir-butir Pancasila. Maka, Ende dipilih karena menjadi cikal bakal yang
melatari dan mengilhami lahirnya sila-sila Pancasila, yang kemudian dipidatokan
Soekarno di depan BPUPKI pada 1 Juni 1945.
Namun,
semangat Ketua MPR RI menyambut tokoh idola, anutan, dan mertuanya: Bung Karno,
itu tak ber-sarimbit dengan kekuatan tubuh sebagai penyangga kesehatannya.
Taufiq Kiemas, lahir pada 31 Desember 1942, yang didampingi para Wakil Ketua
MPR RI, tampak kelelahan, terlihat dari tak melanjutkan kunjungan ke Situs
Rumah Pengasingan Bung Karno di Kampung Ambugaga, Ende.
Yang
terdengar kemudian sekembalinya seusai `hajatan akhir' ialah kesehatan
Tastafvian Kiemas, putra kenamaan dari pasangan Tjik Agus KiemasHamzathoen
Roesjda, diterbangkan ke Singapore Generale Hospital. Dan apa dikata, takdir
telah menentukan bahwa `perjamuan agung' di Ende itu memungkasi pengabdian
Ketua MPR RI Taufiq Kiemas.
Taufiq
Kiemas, yang di jajaran pimpinan majelis dikenal sebagai ketua kelas, memang
amat dikenal atas semangatnya menjaga dan memelihara sekuat-kuatnya konstitusi
negara Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika yang kini
populer dengan sebutan empat pilar berbangsa dan bernegara.
Adalah
Taufiq Kiemas yang memiliki gagasan genuine untuk menyosialisasikan empat
pilar, dan dengan berhasil kini telah merambah menjadi bukan hanya perbincangan
di seantero negeri, melainkan juga menjadi kebutuhan seluruh anak negeri. Terbukti,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah memasukkan Pancasila dalam
kurikulum pendidikan untuk kemudian diajarkan kepada siswa sedari tingkat dasar
hingga perguruan tinggi.
Itulah
yang mengantarkan pula Taufiq Kiemas memperoleh gelar doktor honoris causa dari
Universitas Trisakti.
Sosok
Taufiq Kiemas memang banyak dikata berubah menjadi total terhitung sejak
mendapat kepercayaan sebagai Ketua MPR RI. Dari seorang yang berlatar dan
berpaham nasionalis yang `soekarnois' menjadi seorang nasionalis yang mengusung
pluralisme dan toleransi dengan segala kematangannya di kancah pergerakan
politik nasional kontemporer. Yakni nasionalisme modern yang berkeadaban yang
termanifestasikan dalam civic nationalism
modern state, yang mengonsensuskan nilai-nilai religius dan sekuler serta
menampung segenap nilai-nilai positif bagi pembangunan negara bangsa.
Taufiq
memandang NKRI, misalnya, memiliki ciri dengan wataknya yang khas, yaitu
kebinekaan suku, budaya, dan juga agama yang senyatanya `menjadi penghuni' dan pula
tersebar luas di belasan ribu pulau Nusantara. Kebinekaan, kemajemukan, dan
keragaman memang sudah sejak awal menjadi kekuatan tak ternilai bangsa
Indonesia. Sebab itu, jika keragaman itu tak dikelola semestinya, akan bisa
membahayakan persatuan dan kesatuan yang berujung dengan menyodok eksistensi
negara. Maka itu, diperlukan empat pilar sebagai perekat Indonesia, yakni
Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pun mestilah
dengan menjadikan Pancasila sebagai ideologi terbuka, dengan membuka wacana dan
dialog terbuka di kancah masyarakat sehingga dapat menjawab tantangan sesuai
dengan visi Indonesia di masa depan.
Tak
berlebihan, oleh sebab itu, dalam perjuangannya kemudian Taufiq membawa
partainya, PDIP, ke tengah. Gerak ke tengah memang seperti menjadi tren di masa
reformasi. Seperti dikemukakan Meitzner, sistem kompetisi partai masa kini
bergerak sentripetal, berbeda dengan kompetisi antarpartai di era 1950-an yang
cenderung bergerak sentrifugal. (Menjaga
Rumah Kebangsaan. Jejak langkah Politik Taufiq Kiemas, Imran Hasibuan dan
Muhammad Yamin (Ed), 2009). Maka, tak berlebihan sebagai tokoh pergerakan,
Taufiq juga menjadi ke tengah.
Jika
semula menempakan dan turut menggagas pada oposisi, kemudian bergerak menuju ke
pusaran ke tengah, dengan lebih berfungsi sebagai penyeimbang, keleluasaan
gerakannya pun lebih meluas. Ia memompakan semangat dengan slogan basis
kekuatan nasionalismenya menjadi rumah kebangsaan. Seperti kemudian
diwujudkannya dengan Baitul Muslimin.
Taufiq
Kiemas kemudian dikenal sebagai `tokoh liminal' atau `jembatan' yang bisa
melintasi batas-batas pengelompokan karena pertautannya dengan beragam aliran. Juga
menjadi perajut yang memperlancar lalu lintas berbagai sumber daya perpolitikan
nasional. Tak berlebihan jika kemudian ia menjadi pengusung pluralisme dan
toleransi seperti menyemai kematangannya sebagai politikus di ranah negeri.
Hal
itu sebagaimana terekam dalam berbagai aktivitasnya sebagai Ketua MPR RI
mendukung dan mengayomi berdiri dan kiprahnya pada Forum Silaturahmi Anak
Bangsa (FSAB) yang merajut tali silaturahim anak-anak dari para tokoh yang
berseberangan di masa lalu. Seperti Letjen (Purn) Agus Wijoyo, yang merupakan
putra Pahlawan Revolusi Mayjen Soetojo Siswomihardjo; Amelia Yani putri
Jenderal Ahmad Yani yang juga pahlawan revolusi; Sardjono, putra bungsu pendiri
DI/ TII SM Kartosuwirjo, dan juga Ilham Aidit yang tak lain putra Dipa
Nusantara Aidit.
Juga
ayunan langkahnya menerobos memasuki areal Pesantren al-Mukmin di Ngruki,
Surakarta, untuk bersilaturahim dengan menyanggongi rumah Ustaz Abu Bakar
Ba'asyir di areal pesantren yang dikenal beraliran keras (2010). Yang menarik,
Taufiq Kiemas bersama seluruh Wakil Ketua MPR RI disambut dengan antusias oleh
Ustaz Abu, yang mengenalnya sebagai anak tokoh Masyumi Tjik Agus Kiemas-yang
tak lain ialah tangan kanan dan orang kepercayaan tokoh Masyumi Kasman
Singodimedjo, yang juga Ketua MPR RI pertama periode 1945-1949. Bahkan Ustaz
Abu sempat menuliskan pesan dan kesannya pada buku karya Taufiq Kiemas, sehingga
Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyebutnya sebagai terobosan brilian yang
luar biasa, yang dilakukan seorang Ketua MPR dengan latar nasionalis dari PDIP.
Tastafvian
Kiemas juga berkenan menerima para mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekelas
Malik Mahmud yang datang beserta segenap jajarannya di Gedung MPR RI. Ia pun
bersijurus melapangkan jalannya perdamaian secara nyata, sehingga bumi Serambi
Mekah menjadi lebih hidup bergairah, dan dapat diterima secara baik oleh semua
kalangan dan elite pemerintahan. Itu terbuktikan dengan berbagai kebijakan
pemerintah pusat terhadap masyarakat dan pemerintah daerah Nanggroe Aceh
Darussalam.
Secara
sadar atau bawah sadar, sesungguhnya Taufiq Kiemas-lah yang meletakkan dasar
pijakan menempatkan diri dan juga partainya sebagai kekuatan penyeimbang.
Energi
positifnya juga dikembangkan untuk mampu menggerakkan secara aktif jalinan
hubungan antarlembaga negara sehingga menjadi bergairah dalam jalinan hubungan
antarlembaga negara secara berimbang dengan saling menghargai dan saling
mengunjung, melalui pertemuan-pertemuan antarlembaga negara secara rutin dan
berkelanjutan, sehingga membuahkan hubungan yang serasi dan tercipta
harmonisasi.
Maka,
tak berlebihan para pengamat yang mengatakan bahwa sosok Taufiq Kiemas, yang
juga Ketua MPR RI, telah menatahkan diri menjadi tidak hanya jembatan
penghubung semua lini pergerakan sosial politik Nusantara, yang mampu merajut
sekat-sekat menjadi longgar, lapang, dan mencair.
Lebih dari itu, sesungguhnya sosok Taufiq Kiemas justru yang menjadi
penyeimbang seluruh kekuatan sosial politik Tanah Air. Maka, tak berlebihan
Taufiq Kiemas dinobatkan sebagai Tokoh Perubahan Tahun 2012. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar