|
SUARA KARYA, 31 Mei 2013
Indonesia masih menghadapi
tantangan berat. Salah satunya posisi daya saing Indonesia yang kembali turun.
Dalam laporan The Global Competitiveness
Index 2012-2013, Indonesia menempati posisi ke-50 dari 144 negara di dunia
dengan skor 4,4, atau turun 4 level dari tahun lalu yang berada di posisi 46.
The Global Competitiveness Index yang dirilis oleh World
Economic Forum (28/5/2013) menempatkan Swiss sebagai negara yang paling
kompetitif dengan skor 5,72. Sementara itu, posisi kedua ditempati oleh
Singapura dengan skor 5,67.
Penurunan posisi daya saing itu
menegaskan bahwa Indonesia masih menghadapi masalah serius. Di tengah kompetisi
global, Indonesia perlu mematangkan strategi baru untuk meningkatkan daya saing
sebagai prasyarat mutlak kemajuan.
Peran Pemuda
Pemuda adalah pewaris masa depan
bangsa. Berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2013 ini jumlah
pemuda mencapai 62,6 juta orang. Itu artinya, rata-rata jumlah pemuda 25 persen
dari proporsi jumlah penduduk secara keseluruhan. Oleh karenanya, strategi
terhadap pembangunan pemuda memiliki arti penting.
Jika menggunakan basis data
proyeksi jumlah pemuda versi BPS di atas, maka secara umum persebaran jumlah
pemuda di Pulau Jawa menempati posisi pertama dengan persentase 57,94 persen.
Kemudian, Pulau Sumatera dan sekitarnya memiliki persentase 21,71 persen, Pulau
Sulawesi dan sekitarnya (8,13 persen), Pulau Kalimantan (5,78 persen), Pulau Bali
dan Nusa Tenggara (5,2 persen) dan Papua (1,2 persen). Persebaran pemuda di
setiap wilayah itu harus menjadi landasan dalam menggulirkan kebijakan pemuda
di setiap wilayah.
Berdasarkan proyeksi BPS di atas,
pada rentang tahun 2010-2030 Indonesia juga diproyeksikan mendapat 'bonus
demografi' (demografic divident).
Dalam istilah demografi disebut sebagai 'jendela kesempatan' (window of opportunity). Pada rentang
tahun 2020-2030, jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) akan mencapai 70
persen. Sisanya 30 persen adalah penduduk tidak produktif (di bawah 15 tahun
dan di atas 65 tahun). Dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai
180 juta jiwa dan penduduk tidak produktif hanya 60 juta jiwa.
Proyeksi di atas dapat diartikan
telah terjadi penurunan persentase penduduk sebagai beban pembangunan (dependency ratio). Sementara di sisi
lain, dengan jumlah penduduk usia kerja yang besar diharapkan tidak menjadi
beban pembangunan, justru seharusnya menguntungkan pembangunan. Periode Bonus
Demografi itu diharapkan membawa dampak sosial dan ekonomi yang positif karena
penduduk yang produktif akan menanggung penduduk tidak produktif. Harapannya
adalah jumlah penduduk produktif dapat menjadi modal pembangunan ekonomi,
termasuk pemuda di dalamnya.
Untuk itulah, dalam konteks daya
saing bangsa, bonus demografi itu harus dilihat sebagai peluang untuk mencapai
visi 'Indonesia Maju' di era 2020-2030. Intervensi kebijakan yang tepat, antara
lain melalui penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi yang signifikan, pencapaian
stabilitas sosial dan politik yang menunjang serta menguatnya peran masyarakat,
swasta dan stakeholders lainnya diharapkan mampu mengungkit kemajuan Indonesia.
Momentum mendapatkan bonus demografi itu wajib dimanfaatkan secara cerdas,
khususnya dalam konteks pemberdayaan pemuda.
Fokus terhadap pemuda mesti
menjadi prioritas. Misalnya, bagaimana menekan angka pengangguran pemuda,
menciptakan ide-ide kreatif agar para sarjana dapat semakin besar memiliki
minat menjadi wirausaha serta mampu melakukan inovasi kebijakan lainnya.
Berbagai tantangan di tingkat regional, seperti era Komunitas ASEAN 2015,
misalnya, harus diantisipasi. Bagaimana menyiapkan pemuda yang mampu bersaing
dan jeli mengambil peluang bagi Indonesia.
Menurut hemat saya, kita harus memiliki
grand design pembangunan pemuda yang jelas. Tidak bisa program kepemudaan
berlangsung secara instrumentatif. Kegiatan-kegiatan kepemudaan mestinya bukan
semata diposisikan sebagai event sesaat, namun harus berangkat dari kerangka
kebijakan serta arah pembangunan pemuda yang konkrit, jelas dan visioner.
Karena, jika tidak, kita akan terus menghadapi permasalahan kepemudaan yang
kompleks dan bersifat klasik. Program kepemudaan harus dirancang secara
komprehensif, terpadu dan sinergis serta memiliki alur yang berkesinambungan (sustainable).
Menghadapi berbagai tantangan di
atas, kita menaruh harapan terhadap kaum muda sebagai pewaris masa depan.
Intervensi kebijakan yang tepat bagi pemuda hari ini akan memberi dampak bukan
hanya 20 atau 30 tahun ke depan, namun bisa memberikan pengaruh bagi satu
generasi. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar