Sabtu, 01 Juni 2013

Kriteria Capres untuk Kemajuan Indonesia

Kriteria Capres untuk Kemajuan Indonesia
Jeffrie Geovanie ;  Founder The Indonesian Institute
SINAR HARAPAN, 31 Mei 2013


Baru-baru ini, Forum Rektor Indonesia (FRI) menyampaikan sejumlah kriteria calon presiden (capres) yang layak dipilih dalam pemilihan umum (pemilu) 2014. Sedang melakukan kampanye politikkah para akademikus ini? Menurut saya iya, dalam pengertian politik moral, bukan politik praktis.

Dikatakan politik moral karena FRI hanya mengemukakan kriteria. Jika mereka sudah menyebutkan nama-nama siapa yang layak dipilih, barulah kita sebut mereka berpolitik praktis. Di era demokratisasi seperti sekarang, para akademikus berpolitik secara moral merupakan keniscayaan karena tugas mereka salah satunya memberikan pencerahan.

Di tengah euforia politik, rakyat kebanyakan sulit membedakan mana capres yang benar-benar layak dipilih dan mana capres yang tidak layak dipilih. Kemasan media dan proyek pencitraan membuat semua capres tampak begitu baik dan memesona. Program-program yang ditawarkan semuanya menggiurkan. Tapi apa sesungguhnya yang ada di balik kemasan dan pencitraan itu, tak banyak orang yang mampu menangkapnya.

Para akademikus adalah sekelompok kecil orang yang dengan ketajaman nalarnya mampu membaca siapa-siapa saja di antara capres yang sudah bermunculan itu yang benar-benar memenuhi aspirasi rakyat, dan siapa saja yang pura-pura. Oleh karena itulah kita patut memberikan apresiasi upaya FRI yang mencoba memberi isyarat dengan mengemukakan kriteria.

Enam Kriteria

Ada enam kriteria capres yang diajukan FRI; pertama, harus memiliki jejak kepemimpinan di berbagai organisasi, perusahaan, maupun lembaga. Tentu yang dimaksud adalah rekam jejak yang positif. Banyak orang punya pengalaman segudang memimpin organisasi, tapi jika jejak yang ditinggalkannya buruk, tentu orang ini tak layak dijadikan pemimpin.

Kedua, harus berani dan tegas menegakkan keadilan meski harus berhadapan dengan banyak pihak yang berseberangan. Ketegasan merupakan salah satu watak pemimpin sejati karena di antara tugas utamanya adalah mengambil keputusan. Kegamangan pemimpin dalam mengambil keputusan akan membuat rakyatnya bimbang. Tentu, ketegasan yang dimaksud dipergunakan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, bukan sebaliknya.

Ketiga, punya visi dan inovasi menciptakan sesuatu yang biasa menjadi luar biasa. Banyak orang yang rajin bekerja namun pekerjaan yang dilakukannya tak sedikit yang tak berguna.

Pemimpin yang kita butuhkan bukan yang rajin melakukan apa saja tanpa melihat apakah yang dilakukannya itu bermanfaat atau tidak bagi masa depan rakyatnya. Kita butuh pemimpin visioner, berpandangan jauh ke depan, melakukan hal-hal yang mungkin kelihatan sederhana (tidak menimbulkan gejolak), tapi dampaknya luar biasa bagi masyarakat.

Keempat, mampu memprediksi datangnya gelombang dan paham cara menghadapinya. Ada rumusan-rumusan yang jelas arah mana yang harus ditempuh. Pemimpin ibarat nakhoda sebuah kapal.

Ia harus jeli melihat apa pun yang ada di depan kapalnya yang tengah melaju, dan mampu memperkirakan apakah jalur yang ditempuh kapalnya, termasuk aman atau tidak. Jika sewaktu-waktu datang gelombang besar, nakhoda mampu memprediksi dan mengantisipasinya dengan konsep dan langkah-langkah yang jelas dan benar-benar bisa dilakukan oleh segenap penumpangnya.

Kelima, tampil profesional, berdiri di atas semua golongan dan tidak bisa diintervensi oleh pihak mana pun. Kriteria ini penting mengingat Indonesia, termasuk negara yang paling banyak memiliki ragam budaya, ras, dan agama.

Tugas pemimpin adalah mengayomi semuanya. Tidak menganakemaskan yang mayoritas atau minoritas. Semua harus diperlakukan sama. Kasus terjadinya penistaan terhadap pengikut paham agama minoritas yang sering terjadi di negeri ini akibat ketidakmampuan pemimpin mengayomi semua pihak.

Keenam, mampu membawa Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa lain di Asia dan berkomitmen memperjuangkan masyarakat lapis bawah. Kepala boleh menyundul langit tapi kaki tetap di bumi. Indonesia bukan berdiri sendiri, tapi berada di tengah-tengah bangsa lain yang punya semangat juang dalam berkompetisi. Jika Indonesia tidak mampu berlari, ia akan tertinggal di belakang, terlunta-lunta.

Peluang Pemilu 2014

Untuk menjadikan Indonesia yang lebih maju, atau setidaknya sejajar dengan bangsa-bangsa lain, dibutuhkan pemimpin yang mampu mendorong masyarakatnya maju, terutama masyarakat lapis bawah. Untuk kalangan atas, tanpa dorongan pun mereka sudah maju, yang dibutuhkan hanyalah kesadaran untuk bekerja sama dan membantu kelompok masyarakat yang ada di bawahnya.

Kemajuan yang diraih bukan atas dasar kriteria yang diciptakannya sendiri, dengan tujuan untuk menutupi kekuarangan, menonjolkan keunggulan dengan data-data statistik subjektif yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Bukti kemajuan yang objektif adalah saat kita maju di antara bangsa-bangsa yang maju.


Apakah kemajuan objektif ini hanya mimpi? Menurut saya tidak, karena negeri ini punya potensi besar untuk maju, tinggal bagaimana pemimpin, terutama presiden, mampu mengubah dan mengaktualisasikan potensi itu menjadi kenyataan. Pemilu 2014 merupakan peluang besar bagi kita untuk memilih pemimpin yang sesuai kriteria untuk kemajuan Indonesia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar