Kamis, 20 Juni 2013

Korupsi di Era Reformasi

Korupsi di Era Reformasi
OC Kaligis ;    Guru Besar Hukum Pidana Universitas Negeri Manado
SUARA KARYA, 19 Juni 2013


Era reformasi sejak 1998 nyaris gagal melahirkan agen-agen perubahan yang mampu menciptakan dan membawa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebaliknya, era reformasi justru melahirkan agents of decay--agen-agen kebusukan yang menjerumuskan bangsa ini ke dalam krisis multidimensi.

Partai-partai politik tidak menjadi institusi yang membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat. Demikian pula institusi-institusi negara, termasuk institusi penegakan hukum, tidak lebih dari institusi kuburan yang resisten terhadap perubahan. Institusi negara menjadi institusi kuburan tempat bercokolnya para agen kubusukan yang menggunakan kekuasaan untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Keadaan itu terus berkembang sampai hari ini. Berbagai kasus korupsi yang terjadi di institusi-institusi negara, termasuk yang melibatkan para elite politik dari berbagai parpol, terang benderang menggambarkan realitas buruk itu.

Harus diakui, era reformasi memang menunjukkan kemajuan, khususnya dalam kehidupan demokratisasi. Namun, kemajuan itu telah berkembang sedemikian rupa, sehingga cenderung menjadi demokrasi tanpa batas yang menimbulkan penyakit-penyakit deviasi. Di antaranya dalam bentuk manipulasi kesejatian makna kedaulatan rakyat dan berbagai praktik politik uang.

Pada era reformasi, kita juga menyaksikan betapa korupsi kian menggurita. Pelaku-pelakunya bukanlah orang-orang kafir, melainkan mereka yang menyandang gelar sarjana, bahkan orang-orang yang taat dan tekun beragama. Dunia pendidikan tampaknya menghasilkan para sarjana yang cerdas secara intelektual, tetapi mengalami krisis nilai-nilai. Dari berbagai kasus tindak pidana korupsi besar yang melibatkan para sarjana cerdas, itu menunjukkan bahwa kita sedang mengalami krisis.

Realitas itulah yang dirasakan dewasa ini di tengah kobaran api semangat memberantas korupsi, yang merupakan suatu kemestian. Sebab, tindak kejahatan itu merupakan suatu bendungan berbahaya yang tidak hanya mengeblok aliran perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat, tetapi sekaligus juga dapat menghancurkan upaya pencapaian cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara.

Korupsi dapat menyebabkan kegagalan negara yang direpresentasikan oleh pemerintah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Mengingat besarnya bahaya korupsi, maka korupsi dinyatakan sebagai tindak pidana yang luar biasa (extra ordinary crime). Namun, sifat atau pengategorian itu tidak berarti upaya pemberantasan korupsi lewat penegakan hukum dapat dilakukan dengan menghalalkan segala cara, mengabaikan moralitas internal dari hukum dan asas-asas hukum yang merupakan bagian integral moralitas internal dari hukum itu sendiri.

Berbagai kasus korupsi menjadi perhatian publik selama ini, mulai dari pusat hingga ke daerah-daerah dan korupsi di berbagai institusi negara, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pemerintah memang mempunyai agenda untuk membersihkan negeri ini dari praktik-praktik korupsi yang telah memiskinkan rakyat, menghilangkan kesempatan kerja, dan menyebabkan ketidakadilan serta pupusnya harapan. Tetapi, agenda-agenda tersebut secara umum tidak akan dapat dilaksanakan secara efektif tanpa adanya kemauan politik (political will) dari pemimpin dan para elite politik negeri ini.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar