Senin, 17 Juni 2013

Kerusakan Lingkungan

Kerusakan Lingkungan
Hadi S Alikodra ;   Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB
SUARA KARYA, 15 Juni 2013


Bulan Juni 2013, yang berdasarkan siklus iklim sudah mulai musim kemarau, hujan masih terus mengguyur Jakarta. Sementara di bulan Mei, kota Oklahoma, AS, dua kali diterjang badai (tornado). Awal Juni, Eropa Tengah dilanda banjir. Dua bulan sebelumnya, Filipina dan China dilanda banjir dan longsor.

Indonesia sepanjang musim hujan sampai hari ini, masih terus dilanda banjir dan longsor di berbagai daerah. Semua itu merupakan dampak peningkatan suhu bumi (global warming). Jadinya, siklus iklim kacau dan bibit-bibit badai di makin tumbuh subur.

Kenapa suhu bumi makin panas, penyebabnya adalah meningkatnya kadar karbon (gas karbon dioksida) di atmosfer. Dan, salah satu pemicunya adalah kerusakan hutan (deforestasi). Data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) mengungkapkan: selama kurun waktu lima tahun, 2003-2008, total emisi karbon di Indonesia setara dengan 638,975 gigaton. Sumber emisi itu: konversi hutan dan lahan (36%), emisi pemakaian energi (36%), emisi pertanian (8%), dan emisi proses industri (4%).

Wetlands dan Universitas Delft, Belanda, merilis data yang cukup memprihatinkan: emisi gas rumah kaca di Indonesia, terutama akibat pengeringan dan perusakan lahan gambut di Sumatera dan Kalimantan. The Georgetown International Environmental Review (1999) menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1997-1998 saja, sekitar 1,7 hektar hutan terbakar akibat cuaca panas El-Nino.

Sedangkan WWF (World Wide Fund for Nature) tahun 2000 mengungkapkan data yang lebih besar, 2-3,5 juta hektar hutan terbakar pada periode tersebut. Sementara deforestasi karena kebakaran dan penebangan hutan di seluruh dunia menyumbang sebanyak 20% emisi karbon atau sekitar 7,5 milyar ton gas asam arang. Dari jumlah itu, sumbangan Indonesia sekitar 2,5 miliar ton.

Selain dampak deforestasi, Indonesia juga menyuplai karbon dari pembakaran sumber energi fosil (minyak bumi dan batubar), industri, sampah, dan pertanian. Lembaga Carbon Dioxide Information Analysis Center (CDIAC) menyatakan: selain dampak deforestasi, emisi karbon asal Indonesia di tahun 2006 mencapai 333,483 giga ton - peringkat ke-19 dari 210 negara.

Emisi Karbon

Sementara itu emisi karbon dari kendaraan bermotor di Indonesia - di mana sebagian besar dari kita (pemobil dan pemotor) terlibat di dalamnya - ternyata cukup signifikan. Tahun 2005, misalnya, emisi karbon diprediksi mencapai 70 metrik ton. Tahun 2030, emisi karbon dari transportasi ini diperkirakan naik hingga 500 metrik ton. Ke depan bisa kita bayangkan, berapa ribu metrik ton emisi karbon akibat kendaraan bermotor ini.

Sepeda motor, yang jumlahnya naik jutaan unit tiap tahun, nanti akan menjadi kontributor utama emisi karbon di Indonesia. Tahun 2012 saja, penjualan sepeda motor di Indonesia mencapai 7,1-7,2 juta unit. Sementara penjualan mobil tahun 2012, menurut catatan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), mencapai 1,1 juta unit. Dengan penjualan sepeda motor dan mobil sebanyak itu, apa yang akan terjadi kelak? Padahal, tiap tahun penjualan sepeda motor dan mobil naik sekitar 5 persen.

Kenaikan itu akan bertambah mengingat perekonomian Indonesia terus bertambah - naik 6,5% tiap tahun - sehingga makin banyak orang-orang yang status ekonominya naik ke kelas menengan. Kelas menengah inilah yang membutuhkan kendaraan bermotor. Saat ini, jumlah kelas menengah Indonesia, sudah mencapai lebih dari 60 juta orang - jauh melebihi penduduk Malaysia. Bahkan menurut rilis Bank Dunia, tahun 2013 ini jumlah kelas menengah Indonesia mencapai 130 juta. Sebuah jumlah yang amat besar yang niscaya berkontribusi terhadap emisi karbon yang amat besar pula.

Mari kita bayangkan. Jika pemakaian satu sepeda motor sehari rata-rata membutuhkan satu liter premium, itu artinya tiap satu sepeda motor merilis karbon sebesar 3 kg karbon ke atmosfir. Bila satu juta sepeda motor, berarti tiap hari 3.000.000 kg karbon terlepas di udara. Ini belum termasuk emisi karbon dari mobil. Jika dikalikan satu tahun (360 hari), berapa miliar ton jumlah karbon yang masuk atmosfir?

Karbon adalah pemicu terbesar kenaikan suhu bumi. Dan, kita sebagai manusia yang punya tanggung jawab terhadap lingkungan, bisa mengurangi emisi karbon tersebut. Mungkin kita sulit berpartisipasi dalam mengurangi jumlah karbon yang berasal dari hutan karena kita tinggal di kota besar. Tapi, sungguh tidak sulit untuk berpartisipasi mengurangi emisi karbon bagi orang yang tinggal di kota-kota besar. Apalagi, jika di kota anda, ada bus dan kereta api komuter seperti di Jakarta.

Sebagai contoh Jakarta, kota berpenduduk sekitar 8,8 juta jiwa plus 9,7 juta penduduk Botabek (Bogor Tangerang, Bekasi - belum termasuk Depok). Pada tahun 2000, tiap hari para komuter yang memakai kendaraan bermotor (kerja pulang balik pakai sepeda motor dan mobil dari Botabek) - menurut Wikipedia - jumlahnya mencapai 29,2 juta perjalanan. Dari jumlah itu, persentase moda angkutan itu, menurut Wikipedia, bus 52,7%, mobil pribadi 30,8%, sepeda motor 14,2%, kereta api 2%. Melihat jumlah tersebut, jelas tidak 'hijau' - maksudnya tidak mencerminkan upaya pengurangan emisi karbon. Kenapa?

Mungkin hanya sekadar meng-klik sakelar listrik agar mati jika ruang itu tak terpakai. Itu pun sebuah langkah untuk mengurangi emisi karbon. Sederhana memang, tapi dampaknya akan luar biasa. Benar apa kata artis Nadine Chandrawinata, Klik locally, think globally. Ada niat, ada jalan. Dan, jalan di depan adalah jalan menuju ke seluruh dunia! Jalan menuju perbaikan global. Perbaikan dengan melakukan 'sesuatu' demi mengurangi emisi karbon! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar