|
SUARA KARYA, 01 Juni 2013
Setiap tanggal 1 Juni, kita selalu
mengenangnya sebagai hari lahirnya Pancasila. Dalam suasana sakral seperti itu,
kita patut mengenang kembali peristiwa yang begitu dahsyat manakala sesepuh
bangsa, Bung Karno, menggali ideologi bangsa dan secara resmi melahirkan
Pancasila. Kemudian, bangsa ini dengan penuh kebanggaan menerima Pancasila
sebagai pedoman hidup bernegara dan berbangsa serta acuan untuk membangun
persatuan dan kesatuan, sekaligus sebagai dinamisator untuk menggerakkan
semangat membangun bangsa Indonesia.
Pancasila yang digali dari
khazanah budaya bangsa, sejak lama telah diterima secara penuh sebagai pedoman
hidup berbangsa dan bernegara. Tetapi, masih saja ada orang, yang meski
sedikit, tetapi kalau dibiarkan bisa meracuni yang lainnya. Ironisnya, dalam
mencari pedoman lain itu, Pancasila selalu dikambinghitamkan dan didiskreditkan
dengan berbagai alasan. Orang-orang seperti itu justru lebih sering menyalahkan
pemimpin kita Bung Karno, Pak Harto atau yang lainnya, seolah-olah telah
menyelewengkan Pancasila. Padahal, pedoman lain yang disodorkan justru tidak
sejalan dengan budaya bangsa yang sangat menghargai persatuan dan kesatuan.
Pancasila memupuk rasa persatuan
dan kesatuan di antara warga negara. Dengan dilandasi semangat gotong royong
mampu mengembangkan kekuatan bersama sekaligus memperkukuh kehidupan dengan
kekuatan bersama. Bagaimanapun, kekuatan bangsa Indonesia justru berawal dari
kebersamaan seluruh penduduk dari berbagai suku dan agama.
Sebuah kebersamaan dibangun
melalui tim-tim sederhana yang mungkin pada awalnya sangat lemah karena
pendidikan dan keadaan sosial ekonomi yang masih rendah. Melalui upaya
pemberdayaan secara telatem dam intensif, maka terwujudlah "super
tim" yang kukuh dengan semangat persatuan yang harmonis.
Memang, kita membangun kebersamaan
demi sebuah kekuatan yang tidak terpatahkan. Ibarat sapu lidi, lidi-lidi tidak
berdiri sendiri-sendiri, tetapi bersatu menjadi sapu yang kukuh dan bermanfaat.
Sapu lidi secara bersama dapat mengais kotoran dan menjadikan area yang disapu
menjadi bersih sekaligus menjadi wahana bagi tumbuh suburnya kekuatan yang
membanggakan seluruh anak bangsa.
Dalam konteks Pancasila, dalam
upaya mengentaskan kemiskinan, kita membangun puluhan ribu, bahkan cita-citanya
ratusan ribu pos pemberdayaan keluarga (posdaya) di pedesaan. Sebagai forum
silaturahmi, keberadaan posdaya mampu menyegarkan semangat gotong royong,
bagian dari ajaran Pancasila. Dalam mengembangkan "super tim" yang
terdiri dari beberapa keluarga, baik keluarga miskin maupun keluarga kaya.
Dengan semangat kebersamaan,
mereka bahu-membahu memerangi musuh bersama, yakni kemiskinan dan kebodohan.
Sehingga bangsa ini bebas dan berdaulat untuk bersama-sama menikmati
kebahagiaan dan kesejahteraan yang adil dan merata. Keadilan tidak saja menjadi
simbol dari mereka yang berhasil, tetapi dan mufakat untuk sebesar-besar
kesejahteraan bersama.
Konteks pemberdayaan dalam
kebersamaan mudah diucapkan, tetapi sukar dikerjakan. Lebih-lebih, kalau
menyangkut upaya bersama untuk bekerja keras dan cerdas. Mereka yang sudah
mapan sering sukar diajak bekerja keras, tanpa jaminan nyata yang dapat
menguntungkan dirinya sendiri. Sebaliknya, mereka yang miskin cenderung terlena
dengan janji-janji kosong para calon pemimpin bangsa, yang tidak pernah
terwujud.
Sekaranglah momen yang tepat untuk
menjadikan Pancasila sebagai arah pedoman kehidupan bangsa dalam upaya
menggapai kebahagiaan dan kesejahteraan bersama. Selamat memperingati Hari Lahir Pancasila. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar