|
SINAR HARAPAN, 08 Juni 2013
Pada awal
pemerintahannya, Februari 2013, Presiden Korea Selatan Park Geun-hye membahas
berbagai isu penting negerinya, terutama memperkuat pertahanan nasional serta
kerja sama dengan Amerika Serikat, termasuk Indonesia, dan Jepang.
Park
Geun-hye merupakan presiden perempuan pertama Korea Selatan, dan putri dari
mendiang Presiden Park Chung-hee yang memerintah tahun 1961 hingga terbunuh
tahun 1979. Perolehan suaranya cukup tinggi, 15,75 juta suara dari 51,6 persen
dari 30.722.712 pemilih.
Jumlah
pemilih Korsel pada pemilu Desember 2012 lalu sebanyak 40.507.842 orang. Saat
kemenangannya diumumkan, Park Geun-hye tampil di tengah pemilihnya mengenakan
overcoat hitam menutupi baju merahnya.
Begitu
resmi menjabat, Presiden Park melawat ke Amerika Serikat dan bertemu Presiden
Barack Obama.
Lawatan ke AS tersebut tentu cukup penting, karena sejak usai
Perang Korea tahun 1956, Washington adalah mitra terdekat Korsel.
Dia
adalah Presiden Korsel kelima yang berbicara di depan Kongres AS. Pada awal
kepresidenannya Presiden Park Geun-hye juga melakukan berbagai kegiatan
kenegaraan, termasuk melantik 5.378 perwira muda, termasuk 163 perwira wanita.
Dalam pidato pelantikan tersebut, Presiden Park menegaskan, negerinya perlu
memperkuat sektor pertahanan nasional.
Penekanan
ini tentu terkait situasi Semenanjung Korea yang rawan, karena permusuhan
politik dan militer kedua Korea, termasuk beberapa kali uji coba peluru kendali
dan bom nuklir Pyongyang.
Ketegangan
kedua Korea terus berlanjut pascaperang (1953-1956), disertai sistem politik
era perang dingin yang membedakan Korea Selatan sebagai negara demokrasi
pro-Barat. Korea Utara menganut sistem politik komunisme yang pro-Soviet dan
Tiongkok.
Akibat
lanjutan ketegangan kedua Korea, menyebabkan Seoul menutup perusahaan kerja
sama kedua Korea di Kaesong, Korea Utara pada April 2013 lalu. Ketegangan kedua
Korea juga menimbulkan reaksi global, khususnya dari negara-negara tetangga
serta Amerika Serikat.
Dua
masalah utama yang dikemukakan Presiden Park Geun-hye dalam perundingan dengan
Presiden Barack Obama 7 Mei 2011, maupun ketika menerima kunjungan Menlu AS
John Kerry ke Seoul 12 April 2013, tentu berkisar pada keamanan Semenanjung
Korea, berkaitan dengan uji coba nuklir berulang kali Pyongyang yang memancing
reaksi dunia internasional.
Selain berdikusi
dengan Presiden Obama, Presiden Park Geun-hye juga tampil di Kongres dan Senat
AS. Tantangan lainnya adalah dampak ketegangan kedua Korea yang menyebabkan
kompleks industri Kaesong yang didukung investasi Korsel ditutup oleh Pyongyang
pada April 2013.
Dia
membawa serta sejumlah pengusaha terkemuka negerinya, yakni para chaebol demi
meyakinkan AS tentang kerja sama perdagangan dan industri.
Misi
apa sebenarya yang diemban Presiden Park ke AS selain memperkenalkan diri
kepada sekutunya di Washington? Tentu tetap berkisar kepada penguatan
hubungan kedua mitra maupun mendiskusikan dampak politik dan keamanan kawasan,
berkaitan dengan uji coba nuklir Pyongyang.
Bersama
Menlu AS John Kerry, dia merundingkan Kesepakatan Perdagangan AS-Korsel-Korus
atau Korea-US Free Trade Agreement dan dampak-dampak positifnya. Dalam kerja
sama energi nuklir yang akan berakhir Maret 2014, disepakati pendekatan yang
kreatif.
Bertemu
Wapres Boediono
Selain
sejumlah konsultasi dengan berbagai petinggi dunia, pemimpin perempuan Korsel
tersebut juga bertemu Wapres Boediono. Pertemuan lainnya adalah dengan Wapres
Peru Marisol Espinoza, mantan PM Jepang Yasuo Fukuda, Wapres Vietnam Nguyen Thi
Doan, Gubernur Jenderal Australia Nyonya Quentin Bryse, serta Sekjen Aliansi
Legislatif Korsel-Jepang Fukhusiro Nakaga.
Dia
merundingkan masalah politik, keamanan, dan kerja sama ekonomi, mengingat
posisi Korsel sebagai negara ekonomi terkemuka Asia dan dunia. Kemajuan Negeri
Gingseng ini disebut sebagai beralih dari adagium “Korea yang Kurang menjadi
Korea yang Prima”.
Ini
dibuktikan dengan income perkapita US$ 33.310 dari 39,9 juta penduduknya.
Pertemuan lainnya adalah dengan delegasi Denmark, Prancis, Inggris, dan Jerman
demi kerja sama yang lebih erat di masa depan.
Mengapa
seusai pelantikannya, muncul banyak delegasi negara-negara sahabat? Menurut
saya selain mempererat kerja sama dengan Korsel sebagai negara termaju Asia,
para delegasi berbagai negara ingin menemui presiden pertama perempuan Korsel
demi memperoleh jaminan hubungan yang lebih erat dengan Korea Selatan sebagai
negara industri maju yang banyak manfaatnya bagi negara-negara sahabat.
Bukti
kemajuan lainnya adalah peringkat global Korsel yang dikukuhkan dalam Best
Global Brand 2012, menempatkan perusahaan Samsung melampaui Toyota Jepang
dengan nilai US$ 32, 893 triliun.
Perusahaan
Korsel lainnya, Hyundai dan Kia juga termasuk dalam 100 besar dunia, dengan
peringkat masing-masing 53 dan 87. Interbrand, lembaga pemeringkat dunia
menempatkan Samsung, Hyundai, dan Kia Motor sebagai Best Korea Brands 2013.
Park
Geun-hye pernah berkompetisi melawan Lee Myung-bak dalam partai yang sama yakni
Grand Narional pada Pemilu 1988 di
Provinsi Dalesong, Daegu. Meskipun kekalahan yang sama terulang tahun 2007, dia
berkonsolidasi dengan kekuatan penuh pada Pemilu 2012. Dia memimpin Partai
Saenuri alias Grand National dengan menguasai 152 kursi di parlemen.
Dengan
gambaran ini, sebenarnya Presiden Park dan pendahulunya, Presiden Lee Myung-bak
telah menempatkan negara semenanjung tersebut dengan terhormat dalam kontek
raksasa ekonomi dunia. Dalam pariwisata Korsel juga melejit melalui angka
kunjungan wisatawan melampaui 10 juta orang tahun 2012, melampaui angka 5 juta
pada dekade lalu.
Sebagai
negara yang berpengalaman perang, Korsel juga meningkatkan hubungan
kemitraannya dengan NATO-Pakta Pertahanan Atlantik Utara.
Sekjen
NATO, Anders Fogh Rasmussen, dalam pernyataannya setelah dialog dengan Presiden
Park menegaskan kemitraan NATO-Korsel memang baru, namun Korsel berpotensi
besar dalam menentukan keamanan di Asia, khususnya di wilayah bergolak
Semenanjung Korea. Dalam menghadapi keamanan di Asia Pasifik, NATO mengandalkan
Korsel sebagai pengelola utama keamanan regional Asia Pasifik yang cukup
strategis.
Regenerasi
kepemimpinan juga terjadi di Korea Utara, yakni pergantian pemimpin dari
Kim Jong-il menjadi putra bungsunya, Kim Jong-un. Seperti para pendahuluna Kim
Dae-jung maupun Presiden Lee Myung-bak, Presiden Park Geun-hye pun meneruskan
kebijakan berdamai (sunshine policy)
dengan Pyongyang.
Dalam
pidato kemenangannya di Lapangan Gwanghwamun April 2013, Presiden Park
menegaskan, pemerintahannya akan berupaya menyejahterakan rakyat Korea sesuai
impian mereka, dengan tiga janjinya semasa berkampanye; membahagiakan publik,
memegang teguh semua janji kampanye, serta menyatukan kembali rakyatnya yang
terpecah dalam berbagai kelompok (termasuk penyatuan kembali Semenanjung
Korea).
Dalam
lawatannya ke AS, dia membawa serta sejumlah chaebol untuk meyakinkan
Korsel sebagai pusat investasi. Bagaimanapun kebijakan Presiden Park menekankan
betapa pentingnya 60 tahun kemitraan Seoul-Washington, sejak Perang Korea 1953.
Dia tidak menerapkan kebijakan garis keras pendahulunya Presiden Lee Myung-bak. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar