Minggu, 02 Juni 2013

Bulan Keprihatinan Korban Narkoba

Bulan Keprihatinan Korban Narkoba
Siswandi  ;  Direktur Peran Serta Masyarakat BNN, Ketua Pelaksana HANI 2013
SUARA KARYA, 01 Juni  2013


Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menetapkan bulan Juni sebagai Bulan Keprihatinan Korban Narkoba. Hal ini sekaligus sebagai momentum menyambut Hari Anti Narkotika Internsional (HANI) yang jatuh pada 26 Juni 2013.

Bulan Keprihatinan Korban Narkotika yang baru pertama kali diperingati, dengan maksud agar seluruh lapisan masyarakat bersama-sama ikut memikirkan nasib bangsa ini terhadap ancaman bahaya narkoba yang kian marak. Hal ini ditandai dengan fakta masih banyaknya anak bangsa yang perlu diselamatkan akibat terjerambab oleh bahan terlarang itu.

Kita memang pastas prihatin, lantaran jumlah pengguna narkoba, grafiknya setiap tahun kian naik. Kita juga perlu prihatin karena penanganan terhadap korban narkoba masih sangat terbatas. Di samping, prihatin terhadap dampak serta efek yang ditimbulkan mengingat peredaran gelap narkoba masih terus melonjak. Dan, lebih memprihatinkan lagi, kesadaran masyarakat terhadap korban narkoba sangat rendah.

Peringatan terhadap bahaya narkoba selama sebulan penuh ini juga untuk mengajak masyarakat agar lebih berperan aktif dalam upaya pencegahan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap narkoba (P3GN).
Dari sisi pengguna narkoba, berdasarkan data BNN, saat ini diperkirakan sudah mencapai 4 juta orang. Di antara mereka umumnya terdiri dari generasi muda, termasuk pelajar dan mahasiswa. Mencermati jumlah pengguna narkoba yang cukup besar, saat ini bisa disebut sebagai situasi gawat darurat narkoba. Apalagi, jika membaca data prevalensinya, dari tahun ke tahun selalu mengalami grafik yang cenderung bergerak naik.
Hasil penelitian BNN dan Puslitkes UI (2011), menyebutkan tahun 2011, angkanya sebesar 2,2 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Bahkan, jumlah ini diperkirakan naik menjadi 2,56 persen pada 2013, dan tahun 2015 melonjak 2,80 persen. Tak kurang, setiap hari terdapat 50 orang meninggal akibat over dosis mengonsumsi narkoba.

Data Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), mengungkapkan, saat ini terdapat 19 Lapasustik (Lapas Khusus Narkotika) yang menampung 58.000 orang tahanan kasus narkoba dan korban penyalahgunaan narkoba. Khusus Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan (Rutan) di daerah yang tidak punya Lapasustik, terpaksa mencampurkan para tahanan korban narkoba dengan para bandar dan pengedar narkoba, serta napi kriminal seperti kasus pembunuhan, perampokan, dan kejahatan lainnya. Tentu, tidak baik menempatkan tahanan korban narkoba dengan tahanan kriminal, seperti bandar dan pengedar narkoba, serta tahanan kejahatan lainnya.

Selain itu, baru sekitar 18.000 pengguna narkoba bisa tertangani rehabilitasi. Tercatat masih ada 3,920.000 korban narkoba belum bisa ditangani panti rehabilitasi. Penyebabnya, faktor keterbatasan jumlah panti rehabilitasi korban narkoba. Bahkan, Pusat Rehabilitasi milik BNN di Lido Sukabumi pun sudah overload, dan volentir dokternya masih kurang termasuk kapasitas penjara yang sudah penuh.

Mengubah Mindset

Dalam kaitan ini pula, BNN mempunyai tanggung jawab untuk mengubah mindset yang telanjur melekat di masyarakat selama ini. Bahwa dalam benak masyarakat, begitu mendengar nama BNN, yang terpikir adalah penggerebekan. Dalam perkembangan sekarang, pandangan seperti itu harus diubah. Karena, BNN kini sudah mempunyai pusat Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat.

Tugas lembaga yang baru ini, bagaimana membentuk cara berpikir dan kepribadian masyarakat. Bagaimana 
yang awalnya terkotak-kotak menjadi sinergis. Yang mulanya hanya memerintah, kini menjadi melayani. Tak hanya berpikir sesaat, tapi strategis. Kemudian, menjalankan wewenang menjadi penuh peran. Tak hanya berpikir reaktif, tapi juga proaktif.

Pencegahan, pemberantasan dan pemberdayaan masyarakat adalah komitmen dari seluruh unit kerja BNN. Khusus untuk pemberdayaan masyarakat, terobosan strategis serta memetakan sasaran jelas dan terukur menjadi bagian grandstrategi yang inovatif. Bidang pemberdayaan pun sudah saatnya perlu diterima masyarakat. Apalagi, kalau strategi antarunit sudah diselaraskan, program dan kegiatan dijalankan secara efektif dan efisien, maka peran-peran dari bidang lain pun dapat dipastikan akan ikut memberi dukungan.
Mengintegrasikan perencanaan antarunit, menjadikan masyarakat terpacu untuk berkontribusi. Pada saatnya nanti, lembaga ini akan bisa berbuat postif. Masyarakat jadi mampu memberdayakan diri dan lingkungannya. Maka, secara perlahan dan terukur peran pemerintah sebagai fasilitator akan berkurang.

Mensinergikan pola pikir sata sama lain dalam sebuah tim menjadi penentu dalam menghadapi tantangan perubahan dalam kehidupan secara berarti. Mengubah mindset bisa dimulai sembari jalan di lingkungannya. Asal jangan sampai akhirnya hanya membiayai kegagalan. Bukankah mindseting lingkungan kita menuntut kita untuk berlari? Hindari langkah merasa benar sendiri, melakukan secara excellent dan merasa bahwa kita yang paling expert. Intropeksi diri adalah bagian yang penting untuk beroleh kemajuan.

Daripada menunggu, sebaiknya kita mulai membenahi mindset masyarakat dari sekarang. Sebelum semuanya menjadi terlambat karena waktu tak mungkin ditarik kembali dan pergeseran massa tak perlu menunggu kesiapan kita. Jika melihat di sekeliling kita, perubahan terjadi begitu cepat. Oleh sebab itu, berusahalah beradaptasi dengan perubahan itu. Sebab, tanpa mengubah diri, kita akan terlindas arus perubahan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar