|
SUARA KARYA, 01 Juni 2013
Badan Narkotika Nasional (BNN)
telah menetapkan bulan Juni sebagai Bulan Keprihatinan Korban Narkoba. Hal ini
sekaligus sebagai momentum menyambut Hari Anti Narkotika Internsional (HANI)
yang jatuh pada 26 Juni 2013.
Bulan Keprihatinan Korban
Narkotika yang baru pertama kali diperingati, dengan maksud agar seluruh
lapisan masyarakat bersama-sama ikut memikirkan nasib bangsa ini terhadap
ancaman bahaya narkoba yang kian marak. Hal ini ditandai dengan fakta masih
banyaknya anak bangsa yang perlu diselamatkan akibat terjerambab oleh bahan
terlarang itu.
Kita memang pastas prihatin,
lantaran jumlah pengguna narkoba, grafiknya setiap tahun kian naik. Kita juga
perlu prihatin karena penanganan terhadap korban narkoba masih sangat terbatas.
Di samping, prihatin terhadap dampak serta efek yang ditimbulkan mengingat
peredaran gelap narkoba masih terus melonjak. Dan, lebih memprihatinkan lagi,
kesadaran masyarakat terhadap korban narkoba sangat rendah.
Peringatan terhadap bahaya narkoba
selama sebulan penuh ini juga untuk mengajak masyarakat agar lebih berperan
aktif dalam upaya pencegahan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap
narkoba (P3GN).
Dari sisi pengguna narkoba,
berdasarkan data BNN, saat ini diperkirakan sudah mencapai 4 juta orang. Di
antara mereka umumnya terdiri dari generasi muda, termasuk pelajar dan
mahasiswa. Mencermati jumlah pengguna narkoba yang cukup besar, saat ini bisa
disebut sebagai situasi gawat darurat narkoba.
Apalagi, jika membaca data prevalensinya, dari tahun ke tahun selalu
mengalami grafik yang cenderung bergerak naik.
Hasil penelitian BNN dan Puslitkes
UI (2011), menyebutkan tahun 2011, angkanya sebesar 2,2 persen dari jumlah
penduduk Indonesia. Bahkan, jumlah ini diperkirakan naik menjadi 2,56 persen
pada 2013, dan tahun 2015 melonjak 2,80 persen. Tak kurang, setiap hari terdapat
50 orang meninggal akibat over dosis mengonsumsi narkoba.
Data Kementerian Hukum dan HAM
(Kemenkumham), mengungkapkan, saat ini terdapat 19 Lapasustik (Lapas Khusus
Narkotika) yang menampung 58.000 orang tahanan kasus narkoba dan korban
penyalahgunaan narkoba. Khusus Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah
Tahanan (Rutan) di daerah yang tidak punya Lapasustik, terpaksa mencampurkan
para tahanan korban narkoba dengan para bandar dan pengedar narkoba, serta napi
kriminal seperti kasus pembunuhan, perampokan, dan kejahatan lainnya. Tentu,
tidak baik menempatkan tahanan korban narkoba dengan tahanan kriminal, seperti
bandar dan pengedar narkoba, serta tahanan kejahatan lainnya.
Selain itu, baru sekitar 18.000
pengguna narkoba bisa tertangani rehabilitasi. Tercatat masih ada 3,920.000
korban narkoba belum bisa ditangani panti rehabilitasi. Penyebabnya, faktor
keterbatasan jumlah panti rehabilitasi korban narkoba. Bahkan, Pusat
Rehabilitasi milik BNN di Lido Sukabumi pun sudah overload, dan volentir
dokternya masih kurang termasuk kapasitas penjara yang sudah penuh.
Mengubah Mindset
Dalam kaitan ini pula, BNN
mempunyai tanggung jawab untuk mengubah mindset yang telanjur melekat di
masyarakat selama ini. Bahwa dalam benak masyarakat, begitu mendengar nama BNN,
yang terpikir adalah penggerebekan. Dalam perkembangan sekarang, pandangan
seperti itu harus diubah. Karena, BNN kini sudah mempunyai pusat Pemberdayaan
Peran Serta Masyarakat.
Tugas lembaga yang baru ini,
bagaimana membentuk cara berpikir dan kepribadian masyarakat. Bagaimana
yang
awalnya terkotak-kotak menjadi sinergis. Yang mulanya hanya memerintah, kini
menjadi melayani. Tak hanya berpikir sesaat, tapi strategis. Kemudian,
menjalankan wewenang menjadi penuh peran. Tak hanya berpikir reaktif, tapi juga
proaktif.
Pencegahan, pemberantasan dan
pemberdayaan masyarakat adalah komitmen dari seluruh unit kerja BNN. Khusus
untuk pemberdayaan masyarakat, terobosan strategis serta memetakan sasaran
jelas dan terukur menjadi bagian grandstrategi yang inovatif. Bidang
pemberdayaan pun sudah saatnya perlu diterima masyarakat. Apalagi, kalau
strategi antarunit sudah diselaraskan, program dan kegiatan dijalankan secara
efektif dan efisien, maka peran-peran dari bidang lain pun dapat dipastikan
akan ikut memberi dukungan.
Mengintegrasikan perencanaan
antarunit, menjadikan masyarakat terpacu untuk berkontribusi. Pada saatnya
nanti, lembaga ini akan bisa berbuat postif. Masyarakat jadi mampu
memberdayakan diri dan lingkungannya. Maka, secara perlahan dan terukur peran
pemerintah sebagai fasilitator akan berkurang.
Mensinergikan pola pikir sata sama
lain dalam sebuah tim menjadi penentu dalam menghadapi tantangan perubahan
dalam kehidupan secara berarti. Mengubah mindset bisa dimulai sembari jalan di
lingkungannya. Asal jangan sampai akhirnya hanya membiayai kegagalan. Bukankah
mindseting lingkungan kita menuntut kita untuk berlari? Hindari langkah merasa
benar sendiri, melakukan secara excellent dan merasa bahwa kita yang paling expert. Intropeksi diri adalah bagian
yang penting untuk beroleh kemajuan.
Daripada menunggu, sebaiknya kita
mulai membenahi mindset masyarakat dari sekarang. Sebelum semuanya menjadi
terlambat karena waktu tak mungkin ditarik kembali dan pergeseran massa tak
perlu menunggu kesiapan kita. Jika melihat di sekeliling kita, perubahan
terjadi begitu cepat. Oleh sebab itu, berusahalah beradaptasi dengan perubahan
itu. Sebab, tanpa mengubah diri, kita akan terlindas arus perubahan tersebut. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar