Satu Abad dan
Peran Kebangsaan Muhammadiyah
Irman Gusman ;
Ketua
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)
|
SINDO,
21 November 2012
Beberapa hari lalu, tepat tanggal 18 November 2012, Muhammadiyah
menginjak usia satu abad yang sejak didirikan oleh Ahmad Dahlan pada 18
November 1912, telah memberikan banyak sumbangsih bagi pembangunan bangsa.
Pada waktu perayaan HUT Milad Akbar 1 Abad Muhammadiyah di Gelora Bung Karno, saya hadir bersama beberapa tokoh nasional dan ratusan ribu kader Muhammadiyah untuk memperingati bagaimana salah satu ormas Islam modernis terbesar di Indonesia itu didirikan dengan tujuan tidak hanya memurnikan ajaran-ajaran Islam, tetapi juga sekaligus menjadi gerakan pembaharuan untuk kepentingan bangsa. Sebagai kader yang lahir dan dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah, saya merasakan betapa besarnya peran Muhammadiyah dalam perjuangan mengisi kemerdekaan serta menjaga marwah dan kedaulatan bangsa ini dengan tetap konsisten pada garis perjuangan sebagai gerakan pembaruan dan amar maruf nahi munkar. Ibarat dua sisi mata uang, Muhammadiyah memainkan sekaligus dua perannya yang penting yakni peran keislaman dan keindonesiaan. Besarnya sumbangsih Muhammadiyah membuat Bung Karno—pejuang dan Proklamator kemerdekaan, pendiri serta presiden pertama Republik Indonesia yang baru dianugerahi gelar pahlawan nasional bersama Bung Hatta—di akhir pidato penutupan Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad pada 25 November 1962 di Jakarta, pernah berkata: “Sekali Muhammadiyah, tetap Muhammadiyah!” Pernyataan itu menegaskan betapa strategisnya keberadaan Muhammadiyah dalam menjaga keutuhan bangsa, kemajemukan, serta keharmonisan antar umat beragama sekaligus berperan penting dalam membangun masyarakat Indonesia. Tantangan Setelah 100 Tahun Setelah memasuki usia satu abad, Muhammadiyah dituntut untuk terus berperan dalam menjawab berbagai permasalahan umat dan berbagai tantangan kebangsaan yang belakangan ini kita hadapi. Sebagai organisasi civil society, Muhammadiyah dituntut mengembangkan perannya dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, keadilan ekonomi, politik, dan hukum, mendorong terwujudnya kepastian hukum dan pemberantasan korupsi, menciptakan keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama, mengatasi kesenjangan ekonomi dan kesenjangan antar wilayah, serta menjaga agar semua kekayaan dan sumber daya alam negara kita dapat digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan bagi sebesar-besarnya keuntungan bangsa asing. Saat ini kita sedang menghadapi apa yang pernah ditulis Bung Karno, tokoh nasional yang pernah dengan bangga mengaku sebagai kader Muhammadiyah, pada tahun 1930 tentang keadaan dan ciri-ciri bangsa yang terjajah, yakni negeri tersebut dieksploitasi sebagai sumber bahan baku murah oleh negara-negara industri dan kapitalis yang menjajahnya, pasar untuk menjual produk-produk hasil industri negara penjajah, dan tempat memutarkan kelebihan kapital mereka demi mendapatkan rente atau keuntungan semata. Kini, setelah lebih 67 tahun bangsa kita merdeka, kalau kita rujuk apa yang pernah dikatakan Bung Karno lebih 80 tahun silam, kita pun akan menyadari bahwa bangsa dan negara kita sesungguhnya belumlah sepenuhnya berdaulat atas segala kekayaan melimpah dan sumber daya alam yang kita miliki. Masih banyak tantangan yang harus kita jawab dan pekerjaan yang harus kita lakukan, agar cita-cita kemerdekaan untuk menjadi bangsa yang berdaulat, bangsa yang mampu memberikan keadilan dan kemakmuran kepada seluruh rakyatnya, dapat kita wujudkan. Karena itu, kita turut bangga serta mengapresiasi usaha yang telah dilakukan Muhammadiyah dalam menjaga kedaulatan dan pengelolaan sumber daya alam kita, di mana bersama-sama dengan berbagai elemen bangsa, telah mengkritik Undang-Undang Minyak dan Gas yang berpotensi merugikan negara kita, dan gugatan tersebut telah dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. Saya berharap, ini adalah awal dari perjuangan, kiprah, dan peranan selanjutnya bagi Muhammadiyah memasuki abad kedua keberadaannya di Indonesia khususnya dan di seluruh dunia Islam umumnya. Pada tataran dunia internasional, berbagai permasalahan global juga mendesak untuk diselesaikan melalui keikutsertaan peran Muhammadiyah, seperti, permasalahan perubahan iklim (climate change), pemanasan global (global warming), terorisme, perdagangan narkotika, perdagangan manusia, termasuk konflik Israel dan Palestina. Muhammadiyah telah menunjukkan komitmen dan ketegasannya untuk menciptakan dunia yang damai tanpa konflik dan perang dengan mengutuk keras tindakan penyerangan Israel ke Palestina. Ini suatu bentuk langkah nyata Muhammadiyah dalam mendorong terwujudnya tata dunia baru yang adil, damai, dan harmonis, sebagaimana identitas Islam sebagai agama rahmat bagi semesta alam (rahmatan li-al’alamin). Di sisi lain, sebagai organisasi massa Islam, tantangan bagi Muhammadiyah juga adalah bagaimana menjadi pelopor bagi pembumian nilainilai demokrasi dan Islam. Karena Islam dan demokrasi mempunyai nilai-nilai yang sama yaitu mengembangkan humanisme, pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab, penegakan supremasi hukum, kesetaraan, keadilan, dan kesejahteraan sosial. Setelah reformasi dan demokratisasi, kita telah menyepakati demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Namun budaya demokrasi harus diperkuat, karena demokrasi yang kita jalankan masih sebatas demokrasi yang prosedural, belum demokrasi yang substantif yang tecermin dari implementasi nilai-nilai demokrasi dalam berbagai bidang kehidupan. Budaya demokrasi mengharuskan adanya tanggung jawab di mana tanggung jawab tersebut tidak hanya tersemat di pundak negara, tetapi sinergi antara negara dan seluruh elemen yakni merupakan perpaduan tanggung jawab antara masyarakat politik (political society), masyarakat ekonomi (economics society), dan masyarakat sosial (civil society). Tidak ada negara demokrasi yang maju tanpa kemajuan dari tiga elemen tersebut. Ketiganya membentuk segitiga (triangle) yang saling mendukung dan saling menyeimbangkan. Karena itu, di momentum satu abad ini,Muhammadiyah harus terus berjuang bagi kemajuan umat, Islam, dan bangsa, sebagaimana pesan Panglima Besar Jenderal Sudirman, pahlawan nasional dan Bapak TNI yang juga kader utama Muhammadiyah bahwa gerakan pembaruan dan amar makruf nahi munkar yang dilakukan Muhammadiyah hendaklah senantiasa juga ditujukan untuk menjadikan setiap anak (kader) Muhammadiyah sebagai seorang pejuang yang cinta tanah air, dan sekaligus taat pada agama. Itulah jati diri dari setiap kader Muhammadiyah. Selamat milad satu abad Muhammadiyah.Semoga sang surya tak henti menyinari negeri. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar