Rabu, 14 November 2012

Menunggu Aduan yang Tak Perlu


Menunggu Aduan yang Tak Perlu
Samsul Wahidin ;  Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Merdeka Malang
JAWA POS, 14 November 2012



SOAL (dugaan) pemerasan oleh (oknum) anggota DPR ke BUMN masih menyisakan permasalahan. Konkretnya adalah untuk langkah lanjut dari pernyataan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang kemudian disampaikan ke Badan Kehormatan DPR itu. Sesuai permintaan, nama-nama anggota DPR itu sudah disampaikan, namun hingg kini masih belum jelas bagaimana tindak lanjutnya.
Sehubungan dengan ini, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja menyarankan Dahlan melaporkan itu ke KPK. Menurut dia, ada dua kemungkinan. Jika itu menyangkut pemerasan, ranahnya menjadi garapan Polri. Jika ada gratifikasi, baru menjadi ranah KPK untuk menindak. Namun, yang perlu dilakukan ialah melaporkan kasus tersebut. Sementara Dahlan on the track bahwa nawaitunya dalah membersihkan BUMN dan membebaskannya dari tekanan dan paksaan, bukan mencari perkara dengan menyakiti anggota DPR.

Perkara Politis 

Dari hulunya, sementara ini dapat disimpulkan bahwa perkara ini masih sangat kental dengan nuansa politis dan masih dicermati berdasar perspektif politis. Penyebabnya, yang menjadi alamat (indikasi) pelaku adalah anggota DPR, wakil rakyat yang terhormat. Sementara yang menjadi alamat penderitanya adalah BUMN, yang secara sederhana pengelolanya para profesional yang nirpolitis. Namun, keduanya sama- sama institusi negara dengan kedudukan, fungsi, dan kewenangan masing-masing.

Satu hal yang pasti, jika permasalahannya masih dipandang sebagai perkara politis, pasti penyelesaiannya akan berlarut-larut. Ibarat gatal masih dicari sumbernya di mana, padahal sudah sangat jelas, terjadi (indikasi) pemerasan, gratifikasi, atau apa pun namanya.

Kekentalan aroma politis juga sudah tercium dari dibawanya perkara ini ke BK. Maqom BK adalah mengklarifikasi dan selanujutnya mengambil tindakan berdasar ada atau tidaknya pelanggaran etika. Bahasa politisnya, BK menyelesaikan pelanggaran etika. Untuk masalah hukum adalah ranah penegak hukum.

Manakala kasus ini dipandang sebagai momentum dan peristiwa politik, akhirnya kasusnya akan menggelinding dan menjadi komoditas politik. Kemungkinan pertama, karena sudah di BK, kasus itu tidak akan diperpanjang dan BK saat ini sedang mencari argumentasi bahwa itu bukan penyimpangan. Apalagi kalau ada indikasi si terlapor bertindak untuk dan atas nama partai politik. 

Padahal, anggota BK juga merupakan wakil partai politik, yang tentunya sami mawon. Adalah hil yang mustahal, mereka akan menyusahkan sesamanya. Konkretnya, ibarat sebuah keputusan -setelah menimbang, mengingat, dan memperhatikan- akhirnya itu tidak dijadikan sebagai pelanggaran yang harus disanksi.

Kalaupun akan dipandang sebagai pelanggaran etika dan nanti pelakunya dinyatakan melanggar etika, masalahnya akan selesai di situ. Artinya, yang bersangkutan akan diambil tindakan sesuai dengan ranah etika dan kemudian selesai. Bisa pula, sebelum dijatuhi vonis tentang pelanggaran etika tersebut resmi diketok, yang besangkutan mengajukan pengunduran diri atau diundurkan oleh partainya. Dengan demikian, anggota dan partainya tidak malu (kalau masih ada).

Percobaan Pemerasan 

Lain halnya jika itu dipandang sebagai indikasi pelanggara hukum. Apa pun dan siapa pun yang melakukan penindakan, sejatinya itu tidak penting. Namun, jika penyelesaian didasarkan kepada hukum, pasti hal itu akan lebih efektif karena memakai ukuran dan standar prosedural yang tertata dan jelas.

Berdasar konstruksi kasus, beberapa kemungkinan atas laporan yang disampaikan oleh Dahlan itu adalah: pertama, jika dipandang sebagai indikasi pelanggaran hukum, itu kepastiannya bukan klact delict atau delik aduan. Artinya, laporan dari menteri BUMN itu hanya sebagai satu petunjuk bagi aparat penegak hukum, apakah KPK atau Polri, untuk menindaklanjuti. Dengan penyelidikan tentunya, dan ketika menemukan bukti yang cukup dilanjutnya ke tingkat penyidikan.

Adanya pendiaman, atau tidak di-lid (penyelidikan) dan di-dik (penyidikan), menunjukkan bahwa penyimpangan itu dipandang sebagai penyimpangan politis. Padahal, materinya sudah sangat jelas, terjadi indikasi tindak pidana. Adalah terasa aneh ketika terjadi indikasi penyimpangan hukum dan itu bukan delik aduan, tetapi tidak ditindaklanjuti. Sekurangnya dapat disimpulkan dengan tidak adanya klarifikasi dari Mabes Polri atau KPK ke masyarakat untuk penanganan kasus ini.

Untuk itu, jika dipandang sebagai tindak pidana, misalnya, ini berdasar ada atau tidaknya aliran dana. Kalaupun aliran dana itu belum terjadi, unsur-unsur percobaan pemerasan (vide pasal 53 KUHP) bisa dijadikan dasar klarifikasi. Maknanya tidak menutup kemungkinan terjadinya tidak pidana. Dari segi hukum, tidak ada alasan dan celah untuk tidak melanjutkan dugaan ini berdasar prosedur tetap tentang penanganan pidana.

Bukan ber-prejudice, kesan tidak ditindaklanjutnya berdasar hukum itu akan mencederai rasa keadilan masyarakat. Bagaimana tidak, begitu banyak indikasi tidak pidana yang lebih kecil, tetapi ditindaklanjuti dengan serius dan gegap gempitanya publikasi, mengapa yang ini tidak. Jadi yang disampaikan jangan hanya adanya dugaan dengan pelapor berlevel menteri, tetapi bagaimana tindak lanjutnya. Itu yang sangat penting dan ditunggu.

Dari kedua pilihan, penyelesaian secara politis dan secara hukum itulah yang tampaknya sedang ditimbang-timbang oleh pihak berwenang saat ini. Tentunya si pelapor, menteri BUMN tidak perlu khawatir atas imbas yang muncul. Sebab, pada dasarnya, ketika disampaikan, itu tentu berdasar bukti yang cukup dan tidak ada pretensi untuk menyakiti seseorang (anggota DPR) atau banyak orang yang di belakangnya berdiri partai masing-masing dan diinterpretasikan secara politis.

Tentu yang paling terukur adalah dengan menyelesaikan kemelut itu berdasar hukum. Dan, itu tidak perlu menunggu klarifikasi dari pihak mana pun. Standar operasional dari para penegak hukum tentu bisa menindaklanjuti hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang sudah jelas pula. Tetapi, kasus Hambalang saja masih mengambang, apa lagi kasus ini. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar