|
Masa Depan
Amerika
R William Liddle ; Profesor Emeritus Ilmu Politik,
Ohio
State University, Amerika Serikat
|
KOMPAS,
10 November 2012
|
Selesailah sudah masa
pemilihan presiden Amerika Serikat. Setelah pertarungan seru antara petahana
Presiden Barack Obama dan penantang utamanya, mantan Gubernur Negara Bagian
Massachusetts Mitt Romney, Obama terpilih kembali secara meyakinkan.
Namun,
Obama meraih mayoritas pemilih dan suara elektoral yang lebih kecil ketimbang
empat tahun lalu. House of Representatives atau Dewan Perwakilan tetap
dikontrol Partai Republik, sementara Senat masih dikuasai Partai Demokrat,
partainya Obama.
Apa
makna dari hasil pemilihan ini? Banyak pengamat menyimpulkan bahwa hasil
utamanya adalah stagnasi. Mereka tekankan kesinambungan polarisasi tajam
antara dua kutub, kiri dan kanan, yang jumlah pendukungnya hampir sama.
Mengenai kebijakan sosial, ekonomi, dan luar negeri, tak terbantahkan bahwa
dua partai itu berbeda secara signifikan.
Meski
demikian, kenyataan itu tak berarti bahwa pemerintahan Obama gagal memecahkan
berbagai masalah penting. Lagi pula, kemenangan Obama berarti bahwa beberapa
solusi itu pasti dipertahankan empat tahun ke depan. Tak kurang penting,
potret stagnasi itu tidak mencerminkan gelombang demografis yang sedang
merombak peta pemilih di Amerika.
Prestasi
terbesar Obama adalah Affordable Care Act, Undang- Undang (UU) Perawatan bagi
Semua, program asuransi kesehatan nasional. Pada 2010, sayap paling kanan
dalam Partai Republik memanfaatkan ketidakpopuleran undang-undang yang mereka
juluki Obamacare ini, untuk mengalahkan Partai Demokrat dalam pemilihan Dewan
Perwakilan. Mitt Romney berkoar bahwa seusai dilantik, ia akan langsung
menghentikan UU tersebut. Para pendukung Obamacare kini tentu bisa bernapas
lega.
Perjuangan
masyarakat LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transjender) juga disambut baik
oleh Presiden Obama. Diskriminasi di tentara diakhiri pada 2011. Hak sipil
gay dan lesbian untuk nikah didukung dalam konvensi Partai Demokrat pada
September lalu. Lagi pula, para pemilih di tiga negara bagian meluluskan
resolusi-resolusi yang mengesahkan kesetaraan pernikahan. Transformasi budaya
ini hampir mustahil dibalikkan oleh Partai Republik seandainya mereka
berkuasa kembali pada 2016.
Di
bidang ekonomi, keberhasilan utama adalah Undang-Undang Reformasi Wall Street
dan Perlindungan Konsumen. UU itu ditandatangani Presiden Obama pada Juli
2010 ketika Dewan Perwakilan masih dikuasai partainya sendiri. Tujuannya
untuk memperbaiki akuntabilitas dan transparansi sistem perbankan.
Kemenangan
Obama pada Pemilu 2012 hanya menjamin bahwa UU itu akan dipertahankan sampai
2016. Berbeda dengan Obamacare dan hak LGBT, peran negara dalam ekonomi
merupakan masalah tak terselesaikan sejak masa Presiden Franklin Delano
Roosevelt, 1933-1945. Roosevelt yang Demokrat dimusuhi pebisnis dan bankir
meskipun ekonomi nasional diselamatkannya. Sejak itu, sikap masyarakat
pemilih bergeser terus, bergantung penilaian sesaat terhadap keadaan ekonomi
negara.
Di
bidang luar negeri, Obama mengecewakan banyak orang yang mengharapkan
transformasi kebijakan Presiden George W Bush, 2001-2009. Namun, Obama
memenuhi janji untuk menarik pasukan Amerika dari Irak dan sedang melakukan
hal yang sama di Afganistan.
Fokus
utama pada masa jabatan keduanya kemungkinan besar akan bergeser ke Asia,
terutama China. Namun, masih menjadi tanda tanya apakah China akan dilihat
Amerika lebih sebagai mitra atau musuh.
Akhirnya,
para pembaca perlu memperhatikan gelombang demografi yang sedang melanda
Amerika. Singkatnya, persentase pemilih putih sedang menyusut, sementara
persentase berbagai minoritas membengkak. Tahun 1992, orang kulit putih masih
merupakan 87 persen dari seluruh pemilih. Angka itu menciut menjadi 74 persen
pada Pemilu 2008 dan 72 persen pada Pemilu 2012. Sebaliknya, pemilih Latino,
keturunan Amerika Latin, naik dari 9 persen pada Pemilu 2008 menjadi 10
persen pada Pemilu 2012. Dalam kurun waktu sama, pemilih Amerika-Asia naik
dari 2 persen menjadi 3 persen. Persentase-persentase itu diperkirakan akan
naik terus.
Dalam
pemilihan 2012, Obama hanya meraih 39 persen suara orang putih, persentase
seorang pemenang yang paling kecil dalam sejarah Amerika. Namun, Obama
bertahan sebab ia memperoleh 93 persen suara orang Amerika-Afrika (13 persen
dari semua pemilih), 71 persen suara orang Latino, dan 73 persen suara orang
Amerika-Asia. Selain itu, Obama menggondol 60 persen suara pemilih muda (umur
18-29), yang mewakili 19 persen dari semua pemilih. Kaum perempuan, 53 persen
dari total pemilih, juga lebih suka Obama: 55 persen lawan 44 persen.
Tentu
pertanyaan berikutnya adalah sejauh mana para pemimpin Partai Republik mampu
mengubah pendekatan sebelum Pemilu 2016. Selama ini, khususnya mengenai kaum
perempuan dan masyarakat Latino, belum ada tanda bahwa mereka sudah mulai menangani
secara serius tantangan besar ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar