Kemiskinan dan
Ketidakpastian Global
Jim Yong Kim ; Presiden Grup Bank Dunia
|
KOMPAS,
02 November 2012
Para pemimpin dunia
sewajarnya khawatir akan kerentanan krisis ekonomi global sekarang ini.
Banyak di antara mereka terus mengikuti perkembangan yang terjadi di zona
Eropa, terutama dengan situasi yang kian genting di Yunani dan Spanyol.
Namun,
tidak hanya zona Eropa atau negara-negara maju lain yang terancam.
Negara-negara berkembang pun ikut terancam, terutama mereka yang tergolong
rentan, seperti negara-negara Sub-Sahara Afrika dan Haiti.
Kita
tidak bisa kehilangan fokus terhadap negara-negara seperti ini. Kita harus
fokus pada dua tujuan yang saling berkaitan, yaitu mengakhiri kemiskinan
ekstrem dalam jangka waktu yang lebih singkat dan mendorong pemerataan
kemakmuran di tiap-tiap negara.
Banyak
pihak menganggap tugas ini terlalu berat. Namun, lebih dari 1 miliar penduduk
dunia hidup dalam kemiskinan ekstrem dan mereka tidak mampu menunggu lebih
lama.
Selama
beberapa tahun terakhir, lebih dari 50 persen pertumbuhan dunia berasal dari
negara-negara berkembang. Dan, ketika negara-negara yang rentan menjadi
semakin terpuruk akibat konflik atau perselisihan, kita kehilangan kesempatan
untuk mengangkat mereka dari jerat kerentanan dan membawa mereka ke jalur
pertumbuhan yang lebih stabil, di mana mereka bisa berkontribusi pada
pertumbuhan ekonomi global.
Jalan
menuju penghapusan kemiskinan dan peningkatan kemakmuran harus bertumpu pada
tiga pilar. Pertama, pembangunan harus didasari solusi-solusi berbasis bukti
yang baru. Di tengah pesimisme global beberapa tahun terakhir, harus diingat
bahwa persentase penduduk termiskin turun sebanyak 50 persen dalam 25 tahun
terakhir. Ini merupakan rekor bersejarah dalam membawa penduduk dunia keluar
dari kemiskinan ekstrem.
Mari
kita lihat perkembangan di Afrika. Menjelang 2015, sekitar 41,2 persen
penduduk Afrika diperkirakan masih hidup dengan pendapatan kurang dari 1,25
dollar AS per hari. Bandingkan dengan di Asia Selatan yang 24 persen serta di
Asia Timur dan Pasifik yang 7,7 persen. Angka-angka ini menggarisbawahi
tantangan besar yang dihadapi oleh Afrika, meski harus diakui benua ini mulai
bergerak ke arah yang benar mengingat pada tahun 2008 jumlah penduduk Afrika
yang hidup di bawah garis kemiskinan masih 47 persen.
Kita
harus segera mencari jalan untuk mempercepat kemajuan ini. Satu dekade
sebelum krisis finansial global (2008- 2009), pertumbuhan ekonomi
negara-negara Sub-Sahara Afrika rata-rata mencapai 5-6 persen per tahun.
Kini, sebagian besar perekonomian negara-negara Afrika telah pulih dan
melampaui tingkat prakrisis. Jika pertumbuhan rata-rata ini dapat terus
dipertahankan, PDB Afrika bisa meningkat dua kali lipat dalam kurun sekitar
12 tahun.
Kedua,
kita perlu lebih memperhatikan masalah kesetaraan dan keadilan dalam proses
pembangunan ekonomi. Kita perlu mengambil langkah aktif untuk memastikan
bahwa manfaat pertumbuhan dapat dirasakan masyarakat tingkat bawah dan
menengah. Kita perlu menyadari bahwa lapangan pekerjaan adalah dasar dari
pembangunan dan 90 persen dari seluruh lapangan pekerjaan di dunia berkembang
berasal dari sektor swasta. Pemerintah harus menciptakan iklim usaha terbaik
untuk mendorong pertumbuhan inklusif.
Ketiga,
kita perlu lebih fokus pada hasil dan implementasi dalam segala upaya
pembangunan. Kita perlu membuahkan lebih banyak hasil dengan sumber daya yang
terbatas. Karena itu, kita perlu berpikir secara lebih ilmiah dalam
memberikan pelayanan publik dengan membangun
Bank
Dunia sendiri dituntut untuk berubah, yakni menjadi bagian dari solusi.
Menjadi bank solusi. Saya tidak mengatakan bahwa kita memiliki semua solusi;
memang tidak. Namun, kita dapat membantu mengumpulkan dan menyebarkan
solusi-solusi untuk isu-isu tersulit seputar pertumbuhan dan pembangunan di
seluruh dunia.
Ide-ide
terbaik dalam pembangunan datang dari segala penjuru dunia. Apa yang perlu
kita lakukan sekarang adalah membantu mengumpulkan solusi-solusi berbasis
bukti dari segala penjuru dunia, membangun suatu ”ilmu pelayanan” (science of
delivery), dan menerapkan solusi-solusi ini di lapangan. Bank Dunia
menyumbang lewat segudang data pembangunan, kemampuan analisis, dan
pengalaman di lapangan selama puluhan tahun yang dimilikinya.
Dalam
perekonomian global sekarang ini, kita harus bersatu padu. Kita perlu membuka
jalur yang mengarah pada kemakmuran dan tidak meninggalkan siapa pun. Martin
Luther King Jr menggambarkan ambisi universal untuk meraih kemajuan dan harga
diri ini dengan kutipan berikut: ”Lengkungan busur moral dari alam semesta
berada pada lengan keadilan.” Sudah tiba saatnya melengkungkan busur sejarah.
Dengan solidaritas global dan dorongan kuat mencapai hasil pembangunan, kita
bisa, kita harus, dan kita akan mengakhiri kemiskinan dan membangun
kemakmuran setara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar