APBD Pro-Publik
Moh Yamin, Dosen dan Peneliti di Universitas Lambung Mangkurat
(Unlam) Banjarmasin
SINAR
HARAPAN, 02 November 2012
“Apa yang dikerjakan Jokowi sudah seharusnya menjadi pelajaran politik
berharga bagi kepala daerah.”
Perampingan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang akan segera dilakukan Gubernur Joko Widodo dalam rangka melahirkan APBD pro publik patut diapresiasi dengan sedemikian rupa. Anggaran pro publik digunakan untuk bisa meningkatkan kesejahteraan publik yang berwajah pembangunan infrastruktur dan suprastruktur untuk kepentingan hajat hidup orang banyak.
Sejumlah pos anggaran
yang tidak terlalu penting akan segera dipangkas dan anggarannya akan
diorientasikan kepada kepentingan hajat hidup orang banyak.
Menurut Jokowi, sapaan
akrab Joko Widodo, APBD DKI Jakarta 2013 harus lebih fokus dan efisien dengan
menitiberatkan kepada pembenahan transportasi, penataan kampung kumuh, dan
pengerukan kali.
Tentu, apa yang
dikerjakan gubernur baru tersebut setidaknya semakin menjawab janji politik
Jokowi saat berkampanye bahwa dia akan benar-benar bekerja untuk kepentingan
publik dengan sepenuh hati.
Menurut temuan Indonesia
Corruption Watch (ICW), APBD DKI Jakarta 2013 yang sudah disusun pemerintah
sebelumnya mencapai Rp 44 triliun. Di dalamnya ada 57.000 mata anggaran dari
satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Masih menurut ICW,
ternyata banyak mata anggaran yang rawan dengan penyelewengan dan tumpang
tindih kegiatan. Setali tiga uang dengan ICW dan Jokowi, Wakil Gubernur Basuki
Tjahaja Purnama pun mengatakan pemotongan anggaran yang tidak perlu bisa
mencapai 25 persen (Kompas, 30/10).
Membaca gebrakan Jokowi
dalam konteks memperjuangkan kepentingan publik di atas kepentingan sektoral di
DKI Jakarta kemudian menunjukkan itulah seorang pemimpin yang sesungguhnya. Ia
lahir dan hadir untuk membangun kondisi masyarakat yang baik.
Seorang pemimpin yang
sangat dicintai rakyatnya adalah ketika segala keluh kesah rakyatnya kemudian
dijawab dengan program-program yang membangun dan memberikan angin perubahan
bagi kehidupan rakyatnya.
Perjuangan Jokowi untuk
merubah APBD DKI Jakarta agar bisa menjadi humanis, populis, dan konstruktif
bagi kesejahteraan publik kemudian memperlihatkan dia sangat memahami betul apa
yang disebut dengan anggaran.
Anggaran sebetulnya
bukan semata berbicara tentang angka-angka bernama rupiah. Anggaran bukan
semata berbicara bagaimana rupiah kemudian dihabiskan dengan sedemikian rupa
tanpa memiliki efek sangat menyentuh bagi peningkatan hajat hidup orang banyak.
Anggaran bukan pula
berjalin kelindan dengan upaya diri untuk bagaimana setiap program mendapatkan
dana yang besar, tetapi sebetulnya tidak jelas efeknya bagi peningkatan
kepentingan publik.
Anggaran yang dipahami
Jokowi adalah bagaimana ia bisa bermanfaat dan memberikan perubahan baru
rakyat. Apabila Jokowi mengatakan akan menjadikan Jakarta baru maka inilah yang
mungkin sedang diterjemahkan olehnya dalam bentuk program-program publik.
Anggaran memiliki
nilai-nilai pembangunan dan perjuangan. Ia memiliki visi pembangunan
kemanusiaan. Ia juga menyembulkan semangat untuk bekerja bagi kepentingan
bersama di atas segala-galanya.
Menurut kamus hukum dan
glosarium otonomi daerah, anggaran selanjutnya didefinisikan sebagai
perencanaan yang sistematis mengenai pendanaan suatu kegiatan dalam periode
tertentu untuk waktu yang akan datang dan sebagai kebijakan umum untuk
mengalokasikan sumber daya dengan tujuan mencapai hasil akhir yang diinginkan
(Freidrich Naumann Stiftung, 2003).
Pengertian praksisnya
adalah anggaran dipergunakan sebagaimana mestinya untuk melangsungkan
kebijakan-kebijakan publik yang berorietansi kepada pembangunan publik.
Angggaran yang ditatakelola dengan sedemikian rupa didedikasikan bagi
kepentingan hajat hidup orang banyak, bukan untuk memperkaya diri sendiri dan
golongan.
Dalam konteks tersebut,
fungsi anggaran dalam bentuk APBD memiliki beberapa aspek sebagai berikut.
Pertama, berfungsi
sebagai otorisasi bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan
pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Ia bertujuan melanjutkan
kerja-kerja pembangunan yang sebelumnya belum terselesaikan dengan sedemikian
sempurna dengan tetap menjadikan kepentingan publik sebagai leading sector.
Kedua, berfungsi sebagai
perencanaan bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam
perencanaan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Ia memberikan panduan agar
program-program kerja yang sudah disiapkan kemudian dijalankan dengan
sedemikian optimal dan maksimal.
Ketiga, berposisi sebagai
pengawasan bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan
penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
Keempat, bermakna
sebagai alokasi bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan
lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya. Kelima,
berfungsi sebagai distribusi bahwa kebijakan anggaran daerah harus memerhatikan
rasa keadilan dan kepatutan.
Keenam adalah fungsi
stabilisasi bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah (baca: Permendagri No
13/2006 Pasal 16). Sementara anggaran merupakan alat motivasi dan persuasi
tindakan efektif dan efisien dalam pencapaian visi organisasi (Indra Bastian,
2006: 164).
Pelajaran bagi Kepala
Daerah
Oleh sebab itu, apa yang
dikerjakan Jokowi sudah seharusnya menjadi pelajaran politik sangat berharga
bagi semua kepala daerah, termasuk para pemimpin nasional. Menjadikan anggaran
sebagai ongkos bagi pembangunan kesejahteraan publik merupakan keniscayaan.
Uang yang berasal dari
rakyat kemudian dialirkan kepada kas negara dan selanjutnya berwujud dalam
bentuk anggaran pendapatan belanja daerah, termasuk negara, perlu diwajahkan
dalam bentuk program-program nyata bagi pembangunan kesejahteraan publik.
Kini sudah saatnya
membangun paradigma anggaran pro publik. Anggaran pro publik adalah anggaran
yang mengangkat derajat hidup rakyat. Ia menjadi inisiator bagi perjalanan
kehidupan rakyat yang bebas dari kemiskinan antah berantah. Anggaran pro publik
sudah selayaknya menjadi sebuah landasan kerja bagi penyelenggara di republik
tercinta ini.
Apabila seorang Jokowi
mampu menghadirkan anggaran pro publik maka kepala daerah lain dan pemimpin
nasional kemudian harus mampu melakukannya. Urgensi menyelamatkan kehidupan
rakyat dari penderitaan multidimensi adalah sebuah keniscayaan. Jangan
menunda-nunda untuk membumikan anggaran pro publik sebagai bentuk keberpihakan
pemimpin kepada rakyatnya.
Seseorang dipilih dan
terpilih sebagai pemimpin dalam sebuah daerah tertentu karena suara politik
rakyat sehingga suara politik tersebut harus menjadi sebuah penggerak bagi sang
pemimpin agar bisa bekerja keras.
Rakyat membutuhkan
seorang pemimpin yang siap bekerja siang dan malam untuk kesejahteraan publik,
bukan seorang pemimpin yang pemalas dan tidur ketika rakyatnya sedang berada
dalam jurang kenestapaan hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar