Senin, 22 Oktober 2012

Asas “Cabotage” dan Kesejahteraan


Asas “Cabotage” dan Kesejahteraan
M Harjono Kartohadiprodjo ;  Mantan Pengusaha Pelayaran
KOMPAS, 22 Oktober 2012



Tulisan Emil Salim ”Cabotage untuk Merah Putih” (Kompas, 4/10/2012) mencerahkan karena banyak pejabat dan pengusaha di Indonesia beranggapan, asas cabotage sudah usang dan tak diperlukan lagi.
Cabotage adalah hak angkutan perdagangan hanya oleh kapal- kapal berbendera negara yang bersangkutan. Beda dengan Indonesia, Amerika Serikat yang menganut ekonomi liberal memberlakukan asas cabotage sesuai Jones Act 1920, landasan Marchant Marine Law. Tujuannya melindungi lapangan kerja pelaut, menghidupkan pelayaran, dan subsidi terselubung.
Cabotage di Uni Eropa diatur dalam EU Regulation (EEC) Nomor 3118/93. Negara-negara anggota boleh memberlakukan cabotage sesuai kebutuhan.
Demikian pula halnya Jepang, China, dan India, yang masing- masing memiliki aturan yang menguntungkan pelayaran dalam negerinya.
Penting bagi Indonesia
Sebagai negara kepulauan, ada banyak keuntungan jika bangsa Indonesia mau memanfaatkancabotage.
Pertama, untuk mengatur distribusi nasional—dari Sabang sampai Merauke—untuk menjaga stabilitas ekonomi yang adil dan merata. Cabotage membuat angkutan bahan baku industri berlangsung tetap dan teratur sehingga bisa mengembangkan ekspor melalui peningkatan nilai tambah. Dampak lanjutannya adalah pendapatan devisa negara dan lapangan kerja.
Kedua, membantu pengawasan dan pengamanan wilayah laut melalui sistem pelayaran yang teratur. Wilayah laut yang aman memungkinkan pengusaha nasional mengeksplorasi perairan Indonesia semaksimal mungkin.
Ketiga, cabotage membantu menjaga hubungan budaya antarsuku bangsa dan memicu kesejahteraan di wilayah NKRI.
Asas cabotage hendaknya diberlakukan untuk angkutan laut, darat, dan udara. Untuk memajukan Indonesia bagian timur perlu ditingkatkan kemampuan kota Makassar, Manado, dan Ambon sebagai pusat logistik kawasan timur sehingga tercapai efisiensi yang optimal.
Bangun Semangat Bahari
Kita harus meninggalkan kesalahan masa lalu dan membangkitkan semangat bahari untuk masa depan yang cerah. Saat ini bahan baku pertanian/ perkebunan dan mineral yang melimpah merupakan kekayaan bangsa Indonesia, belum dimanfaatkan maksimal. Kebiasaan menjual bahan baku mentah harus ditinggalkan, diganti menjual barang jadi agar tercipta pertumbuhan lapangan kerja, dan bangkitnya pengusaha menengah.
Untuk mencapai tujuan kesejahteraan di negara kepulauan Indonesia perlu angkutan laut yang tetap dan teratur disertai semangat nasional yang kuat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sarana angkutan dan telekomunikasi negara sama fungsinya dengan pembuluh darah dan saraf di tubuh manusia. Terhalangnya aliran darah membawa oksigen dan nutrisi membuat bagian tubuh manusia tidak berfungsi. Oleh karena itu, bukan pada tempatnya negara besar menyerahkan pengaturan perhubungan dan telekomunikasi dalam negeri kepada bangsa asing, mengingat strategisnya perhubungan dan telekomunikasi dalam negara.
Bangsa Indonesia bisa dijajah selama 350 tahun karena Belanda mengawasi prasarana perhubungan dan telekomunikasi, yang dituangkan dalam perjanjian dengan koloni-koloninya. Inilah yang dibukukan dalam buku Corpus Diplomaticum Neerlando-Indicum. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar